BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hidup
tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang
hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya
suatu aturan yang
dibuat untuk ditaati
dan dijalankan oleh
setiap individu yang tergabung
dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat. Aturan yang menyangkut kehidupan orang banyak biasa
disebut dengan hukum.
Salah satu hukum yang mengatur
tentang kehidupan bermasyarakat adalah hukum pidana. Banyak pengertian mengenai
arti dari hukum pidana salah satunya adalah
menurut Pompe yang mengatakan “
Hukum pidana adalah
semua aturan hukum yang
menentukan terhadap tindakan apa
yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya
yang bersesuaian" . Sedangkan di
dalam Islam, hukum pidana Islam merupakan
terjemahan dari kata
fiqh jinayah yaitu segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana
atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf, sebagai hasil
dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan hadis.
Tujuan
hukum pada umumnya
adalah menegakkan keadilan
berdasarkan kemauan Pencipta manusia
sehingga terwujud ketertiban
dan ketentraman Siantury, Kanter, Asas-Asas hukum Pidana Di
Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, 2002. h. 14.
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam , Jakarta :
Sinar Grafika, 2009. h.
masyarakat.
Oleh karena itu
putusan hakim haruslah
mengandung rasa keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (
KUHP ) maupun di dalam hukum pidana Islam, tindak pidana
mempunyai macam-macam bentuknya, ancaman hukuman yang diberikanpun
berbeda antar satu tindak pidana, baik dari pidana yang paling ringan maupun
yang terberat sekalipun, Salah satu contohnya adalah tindak
pidana pembunuhan. Di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP )
hukuman bagi tindak pidana
pembunuhanpun berbeda antara pasal
satu dengan pasal
yang lain, seperti halnya
dalam Pasal 338 KUHP disebutkan “Barang siapa
dengan sengaja merampas
nyawa orang lain
diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling
lama lima belas
tahun penjara”, tetapi akan
berbeda pula hukumannya jika pembunuhan
itu didahului dengan perencanaan seperti dalam Pasal
339 yang diancam
dengan hukuman seumur hidup.
Di dalam KUHP pidana itu terdiri
dari pidana pokok dan pidana tambahan seperti yang telah tercantum dalam Pasal
10 KUHP bahwa pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana
kurungan, pidana denda , pidana tutupan, dan
juga pidana tambahan
yang berupa pencabutan
hak tertentu, perampasan barang-barang, dan pengumuman
putusan hakim.
Sedang di dalam hukum pidana Islam jenis hukuman
dibedakan menjadi dua yaitu jarimah
hudud dan jarimah ta’zir. Hudud adalah
ketentuan hukuman yang
pasti mengenai berat
ringannya hukuman termasuk qishas dan diyat yang tercantum dalam Al
Qur’an dan hadis, Ibid. h.
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta ; Rineka
Cipta, 2006. h.
Ibid. h.
sedangkan
ta’zir adalah ketentuan
hukuman yang dibuat
oleh hakim melalaui putusannya.
Pembunuhan
termasuk jarimah atau
tindak pidana yang
diancam dengan hukuman qishash.
Di dalam hukum
pidana Islam pembunuhan
dikelompokkan menjadi tiga yaitu
pembunuhan sengaja, pembunuhan
tidak sengaja, dan
pembunuhan semi sengaja. Hukum
pidana Islam menjatuhkan sanksi pidana yang sangat berat bagi pelaku pembunuhan
yang disengaja. yaitu dengan tindakan hukuman pidana mati atau hukuman qishash.
Namun pelaksanaan hukuman itu diserahkan pada putusan keluarga si terbunuh,
pilihannya apakah tetap dilaksanakan hukuman qishash atau dimaafkan dengan
penggantian berupa diyat atau denda sebesar yang ditetapkan oleh keluarga
si terbunuh. Meskipun
keputusan diserahkan kepada
keluarga si terbunuh, tapi adanya
hukuman qishash ini ternyata efektif untuk meminimalisir terjadinya pembunuhan
nyawa orang yang tidak bersalah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 178 : Hai
orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh..
Qishash ialah mengambil
pembalasan yang sama. Qishash itu tidak dilakukan, bila
yang membunuh mendapat
pema'afan dari ahli
waris yang terbunuh yaitu
dengan membayar diat
(ganti rugi) yang
wajar. Pembayaran diat Zainudin
Ali. Op. cit. h.
Muhammad Amin Suma, Pidana Islam Di Indonesia
Peluang, Prospek, Dan Tantangan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001. h.
diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak
mendesak yang membunuh, dan yang
membunuh hendaklah membayarnya
dengan baik, umpamanya
tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan
menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh
yang bukan si
pembunuh, atau membunuh
si pembunuh setelah menerima
diat, maka terhadapnya di dunia
diambil qishaash dan di
akhirat dia mendapat siksa yang
pedih. Jadi qishash itu
berarti memberlakukan seseorang sebagaimana orang itu memperlakukan
orang lain.
Didalam hukum pidana Islam juga dikenal dengan adanya
gugurnya hukuman karena sebab
tertentu. Gugurnya hukuman
disini adalah tidak
dapat dilaksanakannya
hukuman-hukuman yang telah
dijatuhkan atau diputuskan
oleh hakim, berhubung tempat ( badan atau bagiannya ) untuk melaksanakan
hukuman sudah tidak ada lagi,
atau waktu untuk
melaksanakannya sudah lewat.
Adapun sebab-sebab gugurnya hukuman
tersebut salah satunya
adalah adanya pengampunan.
Kasus pembunuhanpun, hukum Islam mengenal asas
pemaafan sebagaimana yang difirmankan
oleh Allah SWT
dalam penggalan surat Al Baqarah
178 yang berbunyi : Artinya :Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, Ibid. h.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Huum
Pidana Islam Fiqh Jinayah, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, h.
Memang dalam sejarah hukum pidana di
Indonesia, pelaksanaan pidana mati masih
sangat jarang terjadi,
dengan alasan kemanusiaan
hukuman mati sering digantikan dengan hukuman penjara.
Pidana penjara merupakan salah satu bentuk pidana perampasan
kemerdekaan.
Pidana
penjara atau pidana
lain yang menghilangkan kemerdekaan
bergerak seseorang, pada
akhir tujuannya adalah melindungi masyarakat dari segala
bentuk kejahatan.
an sty} { m o �� �қ :yes'>
Alumni Surabaya, 2005, hlm. 444.
Soenarjo
Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Jakarta : Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, 1985,
hlm. 123.
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar” (Q.S. An-Nisa‟ : 34) Di dalam
surat mengandung maksud
untuk memberi pengajaran kepada istri yang dikuatirkan
pembangkangannya. Maka
mula-mula diberi nasehat, bila
nasehat tidak bermanfaat baru
diperbolehkan memukul mereka dengan
pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain
dan seterusnya.
Apabila istri tidak menurut atau
taat kepada suami (nusyuz), tentunya sesuatu
yang baik untuk
ditaati maka suami
boleh melakukan pemukulan akan tetapi tidak boleh keras atau
meninggalkan bekas pada luka tersebut, akan
tetapi karena suami
kesal dan menyinggung
perasaan suami hingga dibuat marah sehingga terjadi pemukulan atau
penganiayaan terhadap istri.
Pada kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami terhadap
istrinya akan dikenai
pasal 351 ayat (1) tentang penganiayaan yang berbunyi sebagai berikut : “Jika mengakibatkan
mati, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun”.
akan
tetapi kasus tersebut
sampai menghilangkan nyawa
sehingga dikenai Pasal 338 tentang kejahatan menghilangkan nyawa yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa
merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan,
dengan pidana penjara
paling lama lima
belas tahun” .
Moeljatno, op. cit., hlm. 125.
Ibid., hlm. 122.
Jika kekerasan terhadap istri kemudian
mengkibatkan kematian seperti kasus yang
diteliti oleh penulis
yakni kekerasan rumah
tangga yang mengakibatkan
kematian. Kasus ini
berawal dari percekcokan
yang dilakukan oleh suami istri
kemudian berpisah selama kurang lebih 5 bulan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi