Selasa, 26 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi )

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu  adanya  suatu  aturan  yang  dibuat  untuk  ditaati  dan  dijalankan  oleh  setiap individu  yang  tergabung  dalam tatanan kehidupan  bermasyarakat.  Aturan  yang menyangkut kehidupan orang banyak biasa disebut dengan hukum.
Salah satu hukum yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat adalah hukum pidana. Banyak pengertian mengenai arti dari hukum pidana salah satunya adalah  menurut Pompe yang  mengatakan “ Hukum  pidana  adalah  semua  aturan hukum  yang  menentukan terhadap  tindakan  apa  yang  seharusnya  dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian"  . Sedangkan di dalam Islam, hukum pidana Islam merupakan  terjemahan  dari  kata  fiqh  jinayah yaitu  segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf, sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan hadis.
 Tujuan  hukum  pada  umumnya  adalah  menegakkan  keadilan  berdasarkan kemauan  Pencipta  manusia  sehingga  terwujud  ketertiban  dan  ketentraman  Siantury, Kanter, Asas-Asas hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, 2002. h. 14.

 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam , Jakarta : Sinar Grafika, 2009. h.
 masyarakat.  Oleh  karena  itu  putusan  hakim  haruslah  mengandung  rasa  keadilan agar dipatuhi oleh masyarakat.
 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) maupun di dalam hukum pidana Islam, tindak  pidana  mempunyai  macam-macam  bentuknya, ancaman hukuman yang diberikanpun berbeda antar satu tindak pidana, baik dari pidana yang paling ringan maupun yang terberat sekalipun, Salah satu contohnya adalah  tindak  pidana  pembunuhan. Di  dalam Kitab  Undang-Undang  Hukum Pidana (  KUHP  ) hukuman bagi  tindak  pidana  pembunuhanpun  berbeda  antara pasal  satu  dengan  pasal  yang  lain, seperti  halnya  dalam Pasal  338  KUHP disebutkan  “Barang siapa  dengan  sengaja  merampas  nyawa  orang  lain  diancam karena  pembunuhan  dengan  pidana  penjara  paling  lama  lima  belas  tahun penjara”,  tetapi  akan  berbeda  pula  hukumannya jika  pembunuhan  itu  didahului dengan  perencanaan seperti  dalam Pasal  339  yang  diancam  dengan  hukuman seumur hidup.
Di dalam KUHP pidana itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan seperti yang telah tercantum dalam Pasal 10 KUHP bahwa pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda , pidana tutupan, dan  juga  pidana  tambahan  yang  berupa  pencabutan  hak  tertentu,  perampasan barang-barang, dan pengumuman putusan hakim.
 Sedang di dalam hukum pidana Islam jenis  hukuman  dibedakan  menjadi dua yaitu  jarimah  hudud  dan  jarimah ta’zir. Hudud  adalah  ketentuan  hukuman  yang  pasti  mengenai  berat  ringannya hukuman termasuk qishas dan diyat yang tercantum dalam Al Qur’an dan hadis,  Ibid. h.
 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta ; Rineka Cipta, 2006. h.
 Ibid. h.
 sedangkan  ta’zir  adalah  ketentuan  hukuman  yang  dibuat  oleh  hakim  melalaui putusannya.
 Pembunuhan  termasuk  jarimah  atau  tindak  pidana  yang  diancam dengan hukuman qishash.
Di dalam  hukum  pidana Islam pembunuhan  dikelompokkan  menjadi  tiga yaitu  pembunuhan  sengaja,  pembunuhan  tidak  sengaja,  dan  pembunuhan  semi sengaja. Hukum pidana Islam menjatuhkan sanksi pidana yang sangat berat bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. yaitu dengan tindakan hukuman pidana mati atau hukuman qishash. Namun pelaksanaan hukuman itu diserahkan pada putusan keluarga si terbunuh, pilihannya apakah tetap dilaksanakan hukuman qishash atau dimaafkan dengan penggantian berupa diyat atau denda sebesar yang ditetapkan oleh  keluarga  si  terbunuh.  Meskipun  keputusan  diserahkan  kepada  keluarga  si terbunuh, tapi adanya hukuman qishash ini ternyata efektif untuk meminimalisir terjadinya pembunuhan nyawa orang yang tidak bersalah.
 Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 178 : Hai  orang-orang  yang  beriman,  diwajibkan  atas  kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh..
Qishash  ialah  mengambil  pembalasan  yang  sama. Qishash itu  tidak dilakukan,  bila  yang  membunuh  mendapat  pema'afan  dari  ahli  waris  yang terbunuh yaitu dengan  membayar  diat  (ganti  rugi)  yang  wajar. Pembayaran diat  Zainudin Ali. Op. cit. h.
 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, Dan Tantangan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001. h.
 diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang  membunuh  hendaklah  membayarnya  dengan  baik,  umpamanya  tidak menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum  ini,  membunuh  yang  bukan  si  pembunuh,  atau  membunuh  si pembunuh  setelah  menerima  diat, maka terhadapnya  di  dunia  diambil  qishaash dan  di  akhirat dia mendapat  siksa  yang  pedih. Jadi  qishash  itu  berarti memberlakukan seseorang sebagaimana orang itu memperlakukan orang lain.
 Didalam hukum pidana Islam juga  dikenal dengan  adanya  gugurnya hukuman  karena  sebab  tertentu.  Gugurnya  hukuman  disini  adalah  tidak  dapat dilaksanakannya  hukuman-hukuman  yang  telah  dijatuhkan  atau  diputuskan  oleh hakim, berhubung tempat ( badan atau bagiannya ) untuk melaksanakan hukuman sudah tidak  ada  lagi,  atau  waktu  untuk  melaksanakannya  sudah  lewat.  Adapun sebab-sebab  gugurnya  hukuman  tersebut  salah  satunya  adalah  adanya pengampunan.
 Kasus pembunuhanpun, hukum Islam mengenal  asas  pemaafan sebagaimana  yang  difirmankan  oleh  Allah  SWT  dalam penggalan surat  Al Baqarah 178 yang berbunyi : Artinya :Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik,  Ibid. h.
 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Huum Pidana Islam Fiqh Jinayah, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, h.
 Memang dalam sejarah hukum pidana di Indonesia, pelaksanaan pidana mati masih  sangat  jarang  terjadi,  dengan  alasan  kemanusiaan  hukuman  mati  sering digantikan dengan hukuman penjara. Pidana penjara merupakan salah satu bentuk pidana  perampasan  kemerdekaan.
 Pidana  penjara  atau  pidana  lain  yang menghilangkan  kemerdekaan  bergerak  seseorang,  pada  akhir  tujuannya  adalah melindungi  masyarakat dari  segala  bentuk  kejahatan.
an sty} { m o �� �қ :yes'>  Alumni  Surabaya, 2005, hlm. 444.

 Soenarjo  Al-Qur’an  dan  Terjemahnya,  Jakarta  :  Yayasan  Penyelenggara  Penterjemah  Al-Quran, 1985, hlm. 123.
 kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya  Allah Maha Tinggi lagi Maha besar” (Q.S. An-Nisa : 34) Di  dalam  surat  mengandung  maksud  untuk  memberi  pengajaran  kepada istri yang  dikuatirkan  pembangkangannya. Maka    mula-mula diberi  nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat baru  diperbolehkan memukul mereka  dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada  manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Apabila istri tidak menurut atau taat kepada suami  (nusyuz), tentunya  sesuatu  yang  baik  untuk  ditaati  maka  suami  boleh  melakukan  pemukulan  akan tetapi tidak boleh keras atau meninggalkan    bekas pada luka  tersebut,  akan  tetapi  karena  suami  kesal  dan  menyinggung  perasaan  suami  hingga  dibuat marah sehingga terjadi pemukulan atau penganiayaan terhadap istri.
Pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh  suami  terhadap  istrinya  akan  dikenai  pasal  351  ayat  (1)  tentang  penganiayaan yang berbunyi sebagai berikut : “Jika  mengakibatkan  mati,  dikenakan  pidana  penjara  paling  lama tujuh tahun”.
 akan  tetapi  kasus  tersebut  sampai  menghilangkan  nyawa  sehingga  dikenai  Pasal 338 tentang  kejahatan menghilangkan nyawa  yang berbunyi sebagai  berikut : “Barang  siapa  merampas  nyawa  orang  lain,  diancam,  karena  pembunuhan,  dengan  pidana  penjara  paling  lama  lima  belas  tahun” .
 Moeljatno, op. cit., hlm. 125.
 Ibid., hlm. 122.

 Jika kekerasan terhadap istri kemudian mengkibatkan kematian seperti  kasus  yang  diteliti  oleh  penulis  yakni  kekerasan  rumah  tangga  yang  mengakibatkan  kematian.  Kasus  ini  berawal  dari  percekcokan  yang  dilakukan oleh suami istri kemudian berpisah selama kurang lebih 5 bulan.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi