BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Islam merupakan
agama yang lengkap dan sempurna karena di dalamnya terdapat kaidah-kaidah dasar
dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga
mu’amalah (hubungan antar makhluk).
Setiap orang mesti butuh
berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong
menolong diantara mereka.
Keuniversalan Islam, mengajarkan
kepada umatnya supaya hidup saling tolong-menolong yang kaya harus menolong
yang miskin, yang mampu harus menolong yang tidak mampu. Bentuk dari tolong
menolong ini bisa berupa pemberian dan bisa berupa pinjaman.
Allah berfirman dalam surat alMaidah ayat 2
sebagai berikut “Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.” (Qs. Al-Maidah : 2).
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, kadang tidak dapat tercukupi dengan harta yang dimilikinya. Untuk
kebutuhan mendesak dan segera, seperti biaya pengobatan, sering kali seseorang Muhammad Sholikul Hadi, Pegadaian Syari'ah,
Jakarta : Salemba Diniyah, 2003, hlm.
Departemen Agama RI., Al-Qur'an dan
Terjemahnya,Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah al-Qur'an, 1986, hlm.
meminjam kepada orang lain. Dalam Islam akad
pinjaman seperti ini dinamakan akad qard. Akad ini sesuai aturan Islam haruslah
di saksikan oleh dua orang saksi dan dilakukan secara tertulis. Jika tidak
demikian hendaknya orang yang berhutang memberikan barang kepada orang yang
menghutangi sebagai jaminan atas utangnya. Bentuk akad ini dinamakan sebagai
akad gadai yang dalam hukum Islam disebut akad rahn.
Gadai dalam Hukum Perdata disebut dengan
istilah panddan hypotheek. Menurut bunyi pasal 1162 BW (burgelijk wetbook)
bahwa yang dimaksud hypotheekadalah suatu hak kebebasan atas suatu benda yang
tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan
penjualan) benda itu. Kedua hal kebendaan tersebut memberikan kekuasaan atas
suatu benda tidak untuk di pakai tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang
seseorang semata Dalam istilah hukum
Islam gadai di sebut dengan rahn (barang jaminan) yang merupakan sarana saling
tolong menolong bagi umat islam tanpa adanya imbalan jasa. Ulama’ fiqih
Malikiyah berpendapat bahwa yang dijadikan barang jaminan (agunan) bukan saja
harta yang bersifat materi, tetapi juga harta yang bersifat bermanfaat
tertentu. Harta yang dijadikan barang jaminan tidak harus diserahkan secara
aktual, tetapi boleh juga penyerahannya secara hukum, seperti menjadikan sawah sebagai
jaminan (agunan) maka yang di serahkan adalah surat jaminannya (sertifikat
sawah).
Dadan Mutaqien, Aspek Legal Lembaga Keuangan
Syari,Ah,Yogyakarta:Safira insani Press: 2009, hlm 105- Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anshori, AZ,
MA., Problematika Hukum Islam Kontemporer III, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004,
hlm.
Ar-rahndi tangan murtahin (pemberi utang)
hanya berfungsi sebagai jaminan utang rahin(orang yang berhutang). Barang
jaminan itu baru boleh di jual/di hargai apabila dalam waktu yang di setujui
kedua belah pihak, utang tidak boleh di lunasi orang yang berhutang. Oleh sebab
itu hak pemberi hutang hanya terkait dengan barang jaminan, apabila yang
berhutang tidak mampu melunasi utangnya.
Salah satu bentuk jasa pelayanan yang menjadi
kebutuhan masyarakat adalah rahnyaitu menahan barang sebagai jaminan atas
utang. Banyak terlihat sekarang beberapa bank syaria’h merespon kebutuhan
masyarakat akan hal itu mengeluarkan produk pembiayaan berupa gadai emas
syari’ah. Dimana masyarakat pada umumnya telah lazim menjadikan emas sebagai
barang berharga yang di simpan dan menjadikannya objek rahn sebagai jaminan utang
untuk mendapatkan pinjaman uang.
Prospek investasi emas yang kian
menguntungkan karena harga selalu naik, harga emas cenderung tumbuh 25% sampai
30% setiap tahun. pada 2006, 1 gram seharga Rp.180.000-an, sekarang
Rp.380.000-an. Bahkan prediksi pada 2015 harga emas per gram akan mencapai
1,057 jutaan. Itulah sebabnya kenapa gadai emas banyak di minati masyarakat
pada saat ini.
Berdasarkan surat yang diterima
DSN-MUI dari Bank Syari’ah Mandiri No 3/303/DPM tanggal 23 Oktober 2001 tentang
permohonan Fatwa Produk Gadai Emas. Dan hasil rapat pleno Dewan Syari’ah
Nasional pada hari Nasrun Haroen, Fiqih
Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm Kamis, 14 Muharam 1423 H/28 Maret 2002 M
memutuskan fatwa DSN-MUI Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahnemas.
Dalam keputusan tersebut gadai
emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahnyang sudah di atur (dalam fatwa DSN
nomor:25/DSN-MUI/III/ tentang Rahn) dimana mutahin(penerima barang) mempunyai
hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin(yang menyerahkan barang)
di lunasi. Marhundan pemanfaatanya tetap menjadi milik rahinyang pada
prinsipnya marhuntidak boleh di manfaatkan oleh murtahinkecuali seizin rahin,
dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatanya itu sekedar pengganti
pemeliharaan dan perawatannya. Ongkos dan biaya penyimpanan barang
(marhun)ditanggung oleh penggadai (rahin).Besarnya ongkos didasarkan pada
pengeluaran yang nyata-nyata di perlukan. Biaya penyimpanan barang
(marhun)dilakukan atas dasar akad ijarah.
Karakteristik gadai emas syari’ah di BSM
berdasarkan prinsip syari’ah dengan akad qarddalam rangka rahndan akad ijarah.
Biaya administrasi dan asuransi barang jaminan dibayar pada saat pencairan.
Biaya pemeliharaan dan penyimpanan ditentukan berdasarkan besarnya pinjaman yang
diterima nasabah. Biaya pemeliharaan dihitung per 15 hari dan di bayar pada
saat pelunasan. Adapun apabila sampai dengan 4 bulan belum dapat melunasi
pinjaman maka cukup dengan membayar biaya pemeliharaan dan administrasi.
DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari¶ah
Nasional, Cet.3, Jakarta: Gaung Persada Press, 2006, hlm 158- Berdasarkan fenomena di atas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap praktek gadai emas relevansinya
dengan fatwa DEWAN SYARI’AH NASIONAL Nomor: 26 DSN-MUI/III/ tentang RahnEmas
studi di Bank Syari’ah Mandiri Semarang.
B. RUMUSAN MASALAH Dari latar
belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk
skripsi dengan beberapa masalah diantaranya; 1. Bagaimana praktek gadai emas di
Bank syari’ah Mandiri Semarang.
2. Apakah gadai emas di Bank
Syari’ah Mandiri Cabang Karangayu Semarang dalam prakteknya sudah sesuai dengan
hukum Islam dan prinsip syari’ah seperti yang telah diatur dalam fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Nomor : 26/DSN-MUI/2002 Tentang RahnEmas.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi