BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Yang perlu disadari betul oleh umat manusia
adalah bahwa dunia tempat kita hidup ini
mempunyai prinsip selalu berkembang dari waktu ke waktu atau kita bisa menyebutnya sebagai perubahan.
Perkembangan yang terjadi pada dunia tersebut
ada yang kasat mata atau bisa dilihat dan diamati oleh siapa saja tanpa pengetahuan dan keahlian khusus
tertentusehingga dapat diamati oleh semua orang, namun memang ada beberapa perkembangan
yang tidak bisa kita amati secara kasat
mata. Dan biasanya perkembangan ini hanya bisa diidentifikasi oleh beberapa orang saja. seperti: para investor,
broker valas, perancang mode pakaian,
para pembuat undang-undang, dan lain-lain.
Kita juga tahu bahwa nenek purba
kita masih menggunakan batu dan tulang-tulang
sebagai alat jual beli mereka, namun sekarang kita akan sangat kesulitan menemukan barang-barang tersebut
masih digunakan sebagai alat tukar jual
beli. Tetapi tentunya kita akan dengan mudah menemukan bahwa alat tukar jual beli tersebut, telah berubah menjadi
kepingan koin logam atau kertas.
Dan juga kita tahu bahwa orang
perlu bertatap muka secara langsung untuk
melakukan transaksi jual beli, tetapi sekarang teknologi telah semakin canggih dan akan semakin canggih lagi,
sehingga dimungkinkan orang-orang bisa
melakukan transaksi antar tempat yang berjauhan, karena teknologi telah mempermudah semuanya.
Karena pada dasarnya otak manusia
juga mempunyai peran penting dalam menciptakan
perubahan. Dan potensi tersebut akan terus berlangsung seiring dengan bertambahnya jumlah manusia, ituberarti
semakin banyak pula jumlah otak yang
mendorong perubahan, jadi bisa dikatakan segala perubahan hampir pasti tidak bisa dibendung apalagi jika
perubahan tersebut ada sangkut pautnya dengan
kebutuhan umat manusia.
Untuk perkembangan dan perubahan
yang tidak kasat mata oleh semua orang,
memang sering sekali pada prosesnya akan mengalami hambatanhambatan, khususnya
hambatan dari kepercayaan masa lalu atau ketentuan masa lalu, yang masih bertahan pada cara masa lalu dan pada dasarnya masih menganut kepercayaan bahwa segala sesuatunya
harus sama seperti yang dulu dan
hambatan-hambatan ini pada dasarnya tidak akan bertahan lama.
Untuk itu, dalam kaitannya dengan
persoalan kehidupan sehari-hari, khususnya
yang menyangkut persoalan kehidupan bermu’amalah, sebenarnya syari’ah Islam cukup permisif dan mudah. Atau
dalam bahasa sederhananya pada dasarnya
segala persoalan bermu’amalahsemuanya diperbolehkan. Pernyataan ini, berdasarkan pada pendapat-pendapat para
ulama’ atau ahli fikih yang mengatakan
bahwa “segala sesuatu asalnyaadalah diperbolehkan (mubah)”. Ada beberapa dalil yang mendukung pernyataan ini,
antara lain “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk
kamu……” (Al – Baqarah : 29 ) “(Allah) telah memudahkan untuk kamuapa-apa
yang ada di langit dan apa – apa yang
ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari padanya…….”( Al – Jatsiyath: 13 ) “Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang
di bumi dan menyempurnakan untukmu
nikmatnya lahir dan batin”(Luqman : 20) Dari
ayat-ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa semua hal pada dasarnya diperbolehkan, kecuali hal-hal yang
dilarang secara sepesifik dan yang terdapat
pada daftar pengecualian.
Dalam Islam sendiri, daftar
hal-hal yang dilarang tidak terlalu panjang bila dibandingkan daftar hal-hal yang
diperbolehkan yang memang sangat luas cakupannya.
Seperti dalam Islam kita akan menemukan daftar
sedikit sekali Depag, Al Qur'an dan
Terjemahnya, edisi baru h.
Ibid h.
Ibid h.
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah dalam
Praktek, h. 1 tentang pelarangan pada
minuman tertentu, seperti minuman keras, jika dibandingkan dengan banyaknya daftarminuman
yang diperbolehkan.
Di dalam praktek bisnis Islam,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan, agar praktek tersebut bisa diperbolehkan,
yaitu harus terbebas dari garar, mais}ir, dan riba. Dan jika menyalahi
ketentuan ini, praktek tersebut bisa dilarang
. Dan salah satu praktek bisnis
Islam adalah bisnis asuransi.
Asuransi syari’ah adalah prinsip
perjanjian berdasar hukum Islam antara perusahaan
asuransi dengan pihak laindalam menerima amanat untuk mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau
kegiatan lainyang diselenggarakan secara
syari’ah.
Dan premi tertanggung yang terkumpul sebagai
danatabarru’ diserahkan kepada
perusahaan asuransi sebagai pengelola melalui akad waka>lah.
Asuransi sebagai lembaga keuangan non bank,
terorganisasi secara rapi dalam bentuk
sebuah perusahaan yang berorientasi pada aspek bisnis terlihat secara nyata pada era modern. Dan
padahakekatnya, secara teoritis semangat yang terkandung dalam sebuah lembaga asuransi
tidak bisa dilepaskan dari semangat
sosial dan saling tolong-menolong antar sesama manusia, sehingga secara historis, fenomena di atas sudah ada
bersamaan dengan adanya manusia.
Hal ini menguatkan sebuah kajian
sosiologis bahwa status manusia selain sebagai Ibid Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life And General) Konsep dan System Operasional, h.
Ibid, h. 354 makhluk individu di sisi lain dia
jugamerangkap sebagai makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan dirinya dari
keterkaitan terhadap orang lain. Asuransi yang di dalamnya melibatkan kelompok sosial
telah memberikan gambaran adanya bentuk
pertanggungan antar anggota kelompok.
Di dalam al-Qur’an pun disebutkan: “ …..dan tolong menolong kamu dalam
mengerjakan kebajikan dan takwa….” (Al-Ma>idah: 2) Kontrak asuransi adalah sebuah kontrak baru
yang tidak ada pada zaman Nabi, dan
jenis kontrak ini tidak disebutkan baik di dalam al-Qur’an maupun sunnah Rasul. Karena tidak ada keputusan yang
tegas tentang bentuk bisnis ini dari
syari’ah, maka kontrak tersebut halal karena bermanfaat dan memberikan keuntungan kepada banyak orang. Kajian
asuransi dalam hukum hukum Islam merupakan
hal baru yang dilakukan, karena belum pernah ditemukan dalam literatur-literatur klasik tersebut.
Kajian asuransi ini secara
prinsipil akan selalu mengedepankan asas keadilan, tolong-menolong, menghindari
kezaliman, pengharaman terhadap riba (bunga),
prinsip profit and loss sharing, serta penghilangan dari unsur-unsur garar.
A.M. Hasan Ali, MA, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, h. 6 - Depag, al Qur'an dan Terjemahnya …h. 156… A. M. Hasan Ali, MA, Asuransi dalam
Perspektif Hukum Islam,.. h. 10 -11 Maka
dari sini dapat ditarik garis paralel terhadap prinsip-prinsip yang harus ada dalam sebuah institusi asuransisyariah.
Yang di dasarkan pada kajian ekonomi
Islam secara umum, seperti prinsip keadilan, tolong-menolong, menghindari kezaliman, pengharaman terhadap
riba (bunga), prinsip profit and loss
sharing, serta penghilangan dari unsur-unsur
garar.Disamping prinsipprinsip di atas yang harus dipatuhi, asuransi
syariah harus dapat mengembangkan sebuah
manajemen asuransi secara mandiri, terpadu, profesional, serta tidak menyalahi aturan dasar yang telah digariskan
dalam syari’ah Islam. Ini artinya, asuransi
syaria’ah mengemban tugas agar melakukan pembersihan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah
terhadappraktek yang dijalankan oleh asuransi konvensional.
Nilai-nilai yang umum secara
konvensional seperti materialistis, individualistis,
kapitalistis, harus dihapuskan. Dan sebagai gantinya dimasukkan semangat keadilan, kerja sama dan saling
tolong menolong.
Dengan peraturan tersebut,
asuransisyariah menarik perhatian banyak kalangan, baik dari negara-negara yang
mayoritas penduduknya muslim maupun dari
negara-negara yang tergolong penduduk muslimnya minoritas, seperti di negara Inggris, Amerika, Jerman, dan pada
umumnya negara-negara barat lainnya.
Asuransi syariah berpotensi untuk
berkembang pesat karena dilihat dari seperempat
negara-negara di dunia adalah negara-negara berpenduduk muslim, dan di antaranya adalah negara-negara yang
kaya raya, seperti, Arab Saudi, Uni Emiret
Arab, Iran, dan lainnya. Namun, faktanya adalah sampai sekarang sebagian besar muslim di negara-negara tersebut
masih cenderung membeli asuransi
konvensional.
Kalau memang sebelumnya
alasandiperbolehkannya asuransi konvensional
adalah karena adanya sebab darurat atau terdesak kebutuhan, maka jika produk asuransi syari’ah sudah tersedia
bagi umat muslim dan siap untuk dipergunakan,
tentunya alasan darurat tidak lagi dapat dipakai untuk membenarkan penggunaan asuransi konvensional
dan tentu pada akhirnya umat Islam akan
diharuskan untuk membeli asuransi syari’ah dari pada asuransi konvensional.
Di Indonesia, asuransi syariah merupakan
sebuah cita-cita yang telah di bangun
sejak lama, dan telah menjadi sebuah lembaga asuransi modern yang siap melayani umat Islam Indonesia dan telah berani
bersaing dengan lembaga asuransi
konvensional.
Dalam asuransi syari’ah terdapat
dua jenis perlindungan taka>ful.
Pertama, taka>fulkeluarga, yaitu bentuk taka>fulyang memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi
malapetaka kematian dan kecelakaan atas
diri peserta taka>ful. Adapun produk
taka>fulkeluarga itu biasanya meliputi;
taka>fulberencana,
taka>fulpembiayaan,
taka>fulpendidikan, taka>fuldana
haji, taka>fulberjangka, taka>fulkecelakaan siswa, taka>ful kecelakaan
diri dan taka>ful khairkeluarga. Kedua, taka>fulumum, adalah Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syari’ah dalam
Praktek, h. 1-2 bentuk taka>fulyang
memberikan perlindunganfinansial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik
peserta taka>ful, seperti: rumah, bangunan,
kendaraan, dan sebagainya. Produk taka>fulumum ini biasanya meliputi;
taka>fulkebakaran,
taka>fulkendaraan bermotor,
taka>ful pengangkutan laut, taka>fulrekayasa (engineering), dan
lain-lain.
Kemudian perkembangan bisnis asuransi syari’ah
ini menjadi sangat besar karena
kesadaran masyarakat tentang resiko yang akan menimpa diri mereka. Peserta asuransi juga semakin
bertambah, yang mengakibatkan resiko yang
ditanggung oleh perusahaan asuransi juga semakin besar.
Perkembangan bisnis asuransi
syari’ahini kemudian juga diikuti dengan munculnya persoalan-persoalan baru, yaitu:
persoalan resiko. Perusahaan asuransi
mulai khawatir akan adanya klaim resiko yang begitu besar dari peserta asuransi yang dapat mengganggu likuiditas
keuangan perusahaan, maka perusahaan
asuransi mengadakan suatu kontrak kerjasama pengelolaan resiko dengan perusahaan lain. Salah satu kontrak
kerja sama pengelolaan resiko itu adalah
kontrak Co asuransi.
Sebelum mengadakan kontrak Co
asuransi, perusahaan asuransi harus tahu
tentang batas retensi yaitu batas kemampuan sebuah perusahaan asuransi untuk menanggung resiko klaim dari peserta
asuransi.
Jika melebihi batas A. M. Hasan Ali, MA, Asuransi dalam
Perspektif Hukum Islamh. 12- Muhammad
Syakir Sula, Asuransi Syari’ah (Life And General) Konsep dan System Operasional,h. 201 retensinya, maka perusahaan akan membuat
kontrak kerja sama pertanggungan resiko
seperti kontrak Co asuransitadi.
Ada beberapa faktor yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat retensi
yaitu: a. Faktor besarnya modal pemegang
saham dan cadangan polis b. Ukuran
portofolio bisnis asuransi syari’ah c.
Jenis resiko d. Penyebaran jumlah
manfaat usia peserta.
Adanya ketentuan harus
memperhatikan faktor-faktor ini menunjukkan bahwa pihak asuransi harus hati-hati dalam
mengelola pertanggungan resiko nasabah
mereka. Jika tidak maka perusahaan asuransi dapat dikatakan lalai dalam menjalankan amanah mereka.
Co asuransiadalah sebuh bentuk
pelimpahan resiko dari yang ditanggungkan
oleh pihak asuransi pertama kepada perusahaan lain, sehingga tentu saja harus dilakukan dengan hati-hati
dan penuh tanggungjawab.
Dari latar belakang tersebut,
kita tahubahwa asuransi syari'ah merupakan bentuk usaha yang masih baru dan berada pada
kondisi kebutuhan ekonomi global yang
terus berkembang. Oleh karena itu asuransi syari'ahselalu dituntut responsive untuk selalu memperbaiki bentuk
pelayanannya kepada para nasabah.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi