BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Syariat adalah ketentuan yang ditetapkan oleh
Allah SWT yang dijelaskan oleh
rasul-Nya, tentang pengaturan semua aspek kehidupan manusia, dalam mencapai kehidupan manusia yang baik, di dunia
dan di akhirat kelak. ketentuan syariat
terdapat dalam firman Allah dan sabda rasul-Nya.
Agar segala ketentuan (hukum) yang terkandung dalam syariat bisa
diamalkan oleh manusia maka manusia
harus bisa memahami segala ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT yang terdapat dalam syariat tersebut.
Allah SWT memberi manusia akal
pikiran untuk memahami segala sesuatu
dalam hidup di dunia. Akal pikiran pulalah yang harus digunakan oleh manusia untuk memahami hukum-hukum syariat
dari Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Apa yang
dihasilkan manusia itu bukan syariat melainkan fiqh.
Dalam fiqh muamalah dibagi menjadi beberapa
sub bagian antara lain sub bagiannya
adalah jual beli. Agama Islam mendorong manusia untuk menjadikan transaksi jual beli sebagai alat untuk
memperoleh barang dan jasa. Dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275: Suparman Utsman, Hukum Islam Azas-azas dan
Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, h.17 Ibid h.18 Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.
Hikmah dari adanya transaksi jual beli adalah
suatu bentuk keluangan dan keluasaan
dari Allah untuk hamba-Nya,karena manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan dan
lain sebagainya. Kebutuhan tersebut
tidak akan terputus selama manusia masih hidup di dunia, sehingga manusia pasti membutuhkan orang lain untuk
memenuhi hajatnya tersebut. Dalam hubungan
dengan manusia tersebut tidak ada yang lebih sempurna kecuali dengan adanya pertukaran dimana seseorang memberikan
apa yang ia miliki untuk kemudian hari
ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai kebutuhan masing-masing.
Transaksi jual beli yang memenuhi syarat dan
rukunnya, maka hal ini terdapat
konsekuensinya yaitu penjual memindahkan barang kepada pembeli dan pembeli memindahkan miliknya kepada penjual
sesuai dengan harga yang telah disepakati
setelah itu masing-masing mereka menggunakan barang yang telah dipindahkan kepemilikannya sesuai dengan jalan
yang dibenarkan oleh syariat Islam.
Maka, proses pemindahan hak
melalui jual beli tersebut harus mengandung
nilai kesepakatan bersama dan keuntungan yang diperoleh salah satu pihak bukan kerugian yang diderita oleh pihak
lain. Dengan kata lain, hanya Departemen
Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, h.58 Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah 12, alih bahasa
Kamaludin A. Muzaki, h. 45-46 transaksi
bisnis yang lepas dari paksaan dan intimidasi, ketidakadilan dan eksploitasi inilah yang dianggap sebagai
transaksi bisnis yang halal.
Dalam syariat Islam terdapat tata cara jual
beli yang wajib diikuti dalam usaha
perdagangan dengan tujuan diantaranya adalah agar terhindar dari penipuan, pemalsuan, dan akal busuk manusia.
Upaya kecurangan dalam jual beli yang
berbentuk eksploitasi, pemerasan, monopoli, penipuan maupun bentuk lainnya tidak dibenarkan oleh Islam. Dengan
demikian, Islam berdiri pada posisi yang
benar dan berperan adil dalam hubungan bisnis terhadap semua pihak.
Transaksi yang dilakukan secara
kekerasan, kecurangan ataupun kebatilan adalah diharamkan, karena pelaksanaan jual beliharus
berdasarkan prinsip suka sama suka
diantara pihak penjual dan pembeli.Hal ini sesuai dengan al-Quran surat An-Nisa>’ (4) ayat 29 yang berbunyi: ( Artinya: "Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".
Di antara keunggulan syariat Islam dalam tata cara
jual beli adalah dengan memberikan hak
memilih (khiya>r) bagi pihak yang melakukan akad jual beli. Hal ini diharapkan pihak yang mengadakan
akad tersebut dapat melakukan Mustaq
Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, h.96 Departemen
Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, h.108 urusannya dengan leluasa dan dapat melihat
kemaslahatan yang ada dibelakang transaksi
tersebut. Untuk merealisasikan prinsip suka sama suka, khiya>r mempunyai peranan sangat penting
dalam pelaksanaan transaksi jual beli.
Khiya>radalah hak pilih
terhadap salah satudari dua perkara yaitu membatalkan atau meneruskan jual beli.
Pada dasarnya, akad itu mengikat
selama sudah terpenuhinya syaratsyaratnya. Tetapi, dalam hal
khiya>rterkandung hikmah yang besar untuk menjaga kemaslahatan kepentingan dan kerelaan
kedua belah pihak yang melakukan akad
jual beli, serta melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka. Dengan
demikian, khiya>rdisyaratkan oleh Islam
adalah untuk memenuhi kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia. Sumber-sumber yang
melandasi khiya>rada dua macam yaitu
bersumber dari kedua pihak yang menyelenggarakan akad seperti khiya>r syarat dan khiya>r ta’yin ada
pula yang bersumber dari syara’, seperti; khiya>r’aib, khiya>r ru’yah dan
khiya>r majelis.
Secara garis besar ulama’ menetapkan kebolehan menetapkan
khiya>rdalam jual beli sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi: َ
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, h. 3104 Artinya: “Mewartakan kepada kami Yahya bin
Yahya, ia berkata:” Saya membacakan
kepada Malik dari Nafi’ ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah SAW, telah bersabda:“Dua orang yang
berjual beli masing-masing dari keduanya
memilih hak khiya>r atas lainnya selama
keduanya belum berpisah kecuali jual beli khiya>r”.
Tujuan adanya khiya>r adalah agar jual beli
yang diadakan tersebut tidak merugikan
salah satu pihak, dan unsur-unsur keadilan serta kerelaan benar-benar tercipta dalam suatu akad (transaksi) jual
beli.
Hikmah didalam khiya>r yaitu ketika
seseorang membeli suatu barang, terkadang
tidak tahu adanya cacat pada barang tersebut, dan cacat itu tidak tampak kecuali dengan penelitian atau
musyawarah dari para ahli. Pembeli diberi kesempatan khiya>rselama tiga hari, waktu
tersebut merupakan waktu yang cukup
untuk mengetahui keadaan barang yang dibelinya. Dan, waktu tiga hari merupakan waktu yang ditentukan oleh Allah
yang pada umumnya dalam menentukan
beberapa masalah hukum yang ada.
Ketika syariat mengetahui bahwa
seseorang barangkali memiliki teman, atau
pakar yang keduanya tidak bisa hadir dihadapan orang itu, sedangkan waktu yang hanya tiga hari tidak cukup untuk
menemukan salah satu dari keduanya, maka
baginya adalah sebuah cara yang tidakmengarah kepada kebatilan dan tidak pula menjauhkan dari kebenaran. Yaitu, apabila
masa tenggang waktu sudah hampir habis
dan keduanya tidak kunjung hadir, maka seorang pembeli Naisaburi, al-, Abu Husain Muslim bin Hajaj,
Al-Jami’ Al-s}ah{i>h{, juz III, h. 9 M Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam
Islam, h.142 membatalkan akad jual
beli, kemudian memperbaharui akad jual beli dan pembeli diberi kesempatan tiga hari berikutnya.
Demikianlah sampai orang yang
tidak bisa hadir tersebut datang, sehingga dapat benar-benar mengetahui barang yang
dibelinya. Maka tidak terjadi adanya penipuan
dalam jual beli. Dan, hal ini merupakan hikmah yang agung yang dapat menghilangkan perselisihan dan permusuhan
diantara golongan umat Islam.
Dalam perdagangan barang yang dijualbelikan
ada yangdapat dilihat barangnya secara
langsung, adapula yang disebutkan spesifikasinya saja atau dengan kata lain barang itu masih bersegel.
Dalam jual beli khiya>rterhadap barang
yang dapat dilihat secara langsung pun bervariatif seperti pembeli dapat melakukan khiya>rterhadap barang yang
dibelinya, jika tidak sesuai dengan keinginannya
dapat dilakukan di tempat akad. Demikian juga pembeli dapat melakukan khiya>rterhadap barang yang
dibelinyajika ternyata ada kerusakan atau
aib.
Bagaimana dengan hak
khiya>rterhadap jual beli barang yang bersegel? Dimana pihak pembeli tidak bisa melihat barang
yang dibeli secara langsung hanya saja
ketentuannya sudah disebutkanakan tetapi bagus dan buruknya barang tersebut tidak bisa diketahui.
Dalam hal ini pada Counter Master
Cell yang bergerak dalam bisnis perdagangan,
dimana pembeli bebas memilih ponsel baru pada counter dalam Jurjawi, al-, Syekh Ali Ahmad, Indahnya
Syariat Islam,h.494 keadaan bersegel.
Sejak 4 tahun berdirinya Counter Master Cell sudah ada 3 pembeli yang komplain yaitu 2 orang pembeli
komplain terhadap getar ponsel. 1 orang
pembeli komplai terhadap kerusakan pada buzzer ponsel yang diketahui 5 hari setelah akad.
Dari paparan di atas, maka
penulis ingin mendiskripsikan masalah mekanisme
hak khiya>rpada jual beli ponsel bersegel di Counter Master Cell Driyorejo Gresik menurut hukum Islam dengan
judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Hak Khiya>r pada Jual Beli
PonselBersegel di Counter Master Cell Driyorejo
Gresik”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi