Sabtu, 16 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYAR PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Syariat adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT yang dijelaskan  oleh rasul-Nya, tentang pengaturan semua aspek kehidupan manusia, dalam  mencapai kehidupan manusia yang baik, di dunia dan di akhirat kelak. ketentuan  syariat terdapat dalam firman Allah dan sabda rasul-Nya.
 Agar segala ketentuan  (hukum) yang terkandung dalam syariat bisa diamalkan oleh manusia maka  manusia harus bisa memahami segala ketentuan yang dikehendaki oleh Allah  SWT yang terdapat dalam syariat tersebut.
Allah SWT memberi manusia akal pikiran untuk memahami segala  sesuatu dalam hidup di dunia. Akal pikiran pulalah yang harus digunakan oleh  manusia untuk memahami hukum-hukum syariat dari Al-Qur’an dan sunnah  Nabi. Apa yang dihasilkan manusia itu bukan syariat melainkan fiqh.
 Dalam fiqh muamalah dibagi menjadi beberapa sub bagian antara lain sub  bagiannya adalah jual beli. Agama Islam mendorong manusia untuk menjadikan  transaksi jual beli sebagai alat untuk memperoleh barang dan jasa. Dalam firman  Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275:   Suparman Utsman, Hukum Islam Azas-azas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata  Hukum Indonesia, h.17   Ibid h.18   Artinya: Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

 Hikmah dari adanya transaksi jual beli adalah suatu bentuk keluangan dan  keluasaan dari Allah untuk hamba-Nya,karena manusia secara pribadi  mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan dan lain sebagainya. Kebutuhan  tersebut tidak akan terputus selama manusia masih hidup di dunia, sehingga  manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi hajatnya tersebut. Dalam  hubungan dengan manusia tersebut tidak ada yang lebih sempurna kecuali dengan  adanya pertukaran dimana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk  kemudian hari ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai  kebutuhan masing-masing.
 Transaksi jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya, maka hal ini  terdapat konsekuensinya yaitu penjual memindahkan barang kepada pembeli dan  pembeli memindahkan miliknya kepada penjual sesuai dengan harga yang telah  disepakati setelah itu masing-masing mereka menggunakan barang yang telah  dipindahkan kepemilikannya sesuai dengan jalan yang dibenarkan oleh syariat  Islam.
Maka, proses pemindahan hak melalui jual beli tersebut harus  mengandung nilai kesepakatan bersama dan keuntungan yang diperoleh salah satu  pihak bukan kerugian yang diderita oleh pihak lain. Dengan kata lain, hanya   Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, h.58   Sayyid Sabiq, Fiqh As-Sunnah 12, alih bahasa Kamaludin A. Muzaki, h. 45-46   transaksi bisnis yang lepas dari paksaan dan intimidasi, ketidakadilan dan  eksploitasi inilah yang dianggap sebagai transaksi bisnis yang halal.
 Dalam syariat Islam terdapat tata cara jual beli yang wajib diikuti dalam  usaha perdagangan dengan tujuan diantaranya adalah agar terhindar dari  penipuan, pemalsuan, dan akal busuk manusia. Upaya kecurangan dalam jual beli  yang berbentuk eksploitasi, pemerasan, monopoli, penipuan maupun bentuk  lainnya tidak dibenarkan oleh Islam. Dengan demikian, Islam berdiri pada posisi  yang benar dan berperan adil dalam hubungan bisnis terhadap semua pihak.
Transaksi yang dilakukan secara kekerasan, kecurangan ataupun kebatilan adalah  diharamkan, karena pelaksanaan jual beliharus berdasarkan prinsip suka sama  suka diantara pihak penjual dan pembeli.Hal ini sesuai dengan al-Quran surat  An-Nisa>’ (4) ayat 29 yang berbunyi:  ( Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta  sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan  yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah  kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang  kepadamu".
 Di antara keunggulan syariat Islam dalam tata cara jual beli adalah  dengan memberikan hak memilih (khiya>r) bagi pihak yang melakukan akad jual  beli. Hal ini diharapkan pihak yang mengadakan akad tersebut dapat melakukan   Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, h.96   Departemen Agama RI, al-Qur'an dan Terjemahnya, h.108   urusannya dengan leluasa dan dapat melihat kemaslahatan yang ada dibelakang  transaksi tersebut. Untuk merealisasikan prinsip suka sama suka,  khiya>r mempunyai peranan sangat penting dalam pelaksanaan transaksi jual beli.
Khiya>radalah hak pilih terhadap salah satudari dua perkara yaitu membatalkan  atau meneruskan jual beli.
Pada dasarnya, akad itu mengikat selama sudah terpenuhinya syaratsyaratnya. Tetapi, dalam hal khiya>rterkandung hikmah yang besar untuk  menjaga kemaslahatan kepentingan dan kerelaan kedua belah pihak yang  melakukan akad jual beli, serta melindungi mereka dari bahaya yang mungkin  menimbulkan kerugian bagi mereka. Dengan demikian, khiya>rdisyaratkan oleh  Islam adalah untuk memenuhi kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis  dalam kehidupan manusia. Sumber-sumber yang melandasi khiya>rada dua  macam yaitu bersumber dari kedua pihak yang menyelenggarakan akad seperti  khiya>r syarat dan khiya>r ta’yin ada pula yang bersumber dari syara’, seperti;  khiya>r’aib, khiya>r ru’yah dan khiya>r majelis.
 Secara garis besar ulama’  menetapkan kebolehan menetapkan khiya>rdalam jual beli sesuai dengan hadis  nabi yang berbunyi:  َ Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, h. 3104   Artinya: “Mewartakan kepada kami Yahya bin Yahya, ia berkata:” Saya  membacakan kepada Malik dari Nafi’ ibnu Umar, sesungguhnya  Rasulullah SAW, telah bersabda:“Dua orang yang berjual beli  masing-masing dari keduanya memilih hak khiya>r atas lainnya  selama keduanya belum berpisah kecuali jual beli khiya>r”.
 Tujuan adanya khiya>r adalah agar jual beli yang diadakan tersebut tidak  merugikan salah satu pihak, dan unsur-unsur keadilan serta kerelaan benar-benar  tercipta dalam suatu akad (transaksi) jual beli.
 Hikmah didalam khiya>r yaitu ketika seseorang membeli suatu barang,  terkadang tidak tahu adanya cacat pada barang tersebut, dan cacat itu tidak  tampak kecuali dengan penelitian atau musyawarah dari para ahli. Pembeli diberi  kesempatan khiya>rselama tiga hari, waktu tersebut merupakan waktu yang  cukup untuk mengetahui keadaan barang yang dibelinya. Dan, waktu tiga hari  merupakan waktu yang ditentukan oleh Allah yang pada umumnya dalam  menentukan beberapa masalah hukum yang ada.
Ketika syariat mengetahui bahwa seseorang barangkali memiliki teman,  atau pakar yang keduanya tidak bisa hadir dihadapan orang itu, sedangkan waktu  yang hanya tiga hari tidak cukup untuk menemukan salah satu dari keduanya,  maka baginya adalah sebuah cara yang tidakmengarah kepada kebatilan dan tidak  pula menjauhkan dari kebenaran. Yaitu, apabila masa tenggang waktu sudah  hampir habis dan keduanya tidak kunjung hadir, maka seorang pembeli   Naisaburi, al-, Abu Husain Muslim bin Hajaj, Al-Jami’ Al-s}ah{i>h{, juz III, h. 9   M Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, h.142   membatalkan akad jual beli, kemudian memperbaharui akad jual beli dan pembeli  diberi kesempatan tiga hari berikutnya.
Demikianlah sampai orang yang tidak bisa hadir tersebut datang, sehingga  dapat benar-benar mengetahui barang yang dibelinya. Maka tidak terjadi adanya  penipuan dalam jual beli. Dan, hal ini merupakan hikmah yang agung yang dapat  menghilangkan perselisihan dan permusuhan diantara golongan umat Islam.
 Dalam perdagangan barang yang dijualbelikan ada yangdapat dilihat  barangnya secara langsung, adapula yang disebutkan spesifikasinya saja atau  dengan kata lain barang itu masih bersegel. Dalam jual beli khiya>rterhadap  barang yang dapat dilihat secara langsung pun bervariatif seperti pembeli dapat  melakukan khiya>rterhadap barang yang dibelinya, jika tidak sesuai dengan  keinginannya dapat dilakukan di tempat akad. Demikian juga pembeli dapat  melakukan khiya>rterhadap barang yang dibelinyajika ternyata ada kerusakan  atau aib.
Bagaimana dengan hak khiya>rterhadap jual beli barang yang bersegel?  Dimana pihak pembeli tidak bisa melihat barang yang dibeli secara langsung  hanya saja ketentuannya sudah disebutkanakan tetapi bagus dan buruknya barang  tersebut tidak bisa diketahui.
Dalam hal ini pada Counter Master Cell yang bergerak dalam bisnis  perdagangan, dimana pembeli bebas memilih ponsel baru pada counter dalam   Jurjawi, al-, Syekh Ali Ahmad, Indahnya Syariat Islam,h.494   keadaan bersegel. Sejak 4 tahun berdirinya Counter Master Cell sudah ada 3  pembeli yang komplain yaitu 2 orang pembeli komplain terhadap getar ponsel. 1  orang pembeli komplai terhadap kerusakan pada buzzer ponsel yang diketahui 5  hari setelah akad.
Dari paparan di atas, maka penulis ingin mendiskripsikan masalah  mekanisme hak khiya>rpada jual beli ponsel bersegel di Counter Master Cell  Driyorejo Gresik menurut hukum Islam dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Hak Khiya>r pada Jual Beli PonselBersegel di Counter Master Cell  Driyorejo Gresik”.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi