BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara berkembang,
yang mana terdapat beragam masalah
ekonomi di dalamnya. Maka dari itu sebagai salah satu solusinya dibentuklah sebuah lembaga keuangan bank.
Keberadaan lembaga keuangan bank di
Indonesia adalah suatu hal yangtepat sebagai cara alternatif untuk mengurangi adanya salah satu masalah ekonomi
yang ada di Indonesia yaitu dualisme
ekonomi keuangan. Dualisme keuangan ditunjukkan dengan adanya lembaga keuangan yang terorganisirdan lembaga
keuangan yang tidak terorganisir. Yang
mana lembaga keuangan yang terorganisir terdiri dari lembaga keuangan bank komersial dan lembaga keuangan
bukan bank yang terdapat di pusat-pusat
bisnis dan kota-kota besar.Sedangkan lembaga keuangan yang tidak terorganisir terdiri dari lembaga keuangan yang tidak berbentuk lembaga keuangan formal seperti rentenir atau lintah
darat yang keberadaannya sangat merugikan
nasabah peminjam (terutama pedagang ekonomi lemah) karena biaya bunga pinjaman yang sangat tinggi tetapijustru
disenangi nasabah karena prosedur
peminjamannya yang mudah dan cepat.
Lembaga keuangan yang tidak terorganisir inilah yang akan dikurangi
keberadaannya. Salah satu lembaga keuangan
yang terorganisir dan menjadi salah satu harapan bagi masyarakat ekonomi lemah adalah bank syari’ah.
Subagyo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya, h. 117 Perbankan merupakan
salah satu bagian dari aktivitas ekonomi yang terpenting dan sebagai suatu sistem yang
dibutuhkan dalam suatu Negara modern, tak
luput juga Negara Indonesia yang mayoritas muslim.
Secara filosofis bank syari’ah
adalahbank yang aktifitasnya meninggalkan masalah riba, karena riba sudah jelas diharamkan
oleh syariat. Hal ini dapat dilihat pada
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 275 yang menjadi landasan syara’ haramnya riba.
“Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.” Dengan demikian,
penghindaran bungayang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam
dewasa ini.
Pada tahun 1983 bank syari’ah di
Indonesia mendapat pijakan yang kokoh setelah
adanya deregulasi sektor perbankan. Walaupun demikian, kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak
diperbolehkannya pembukaan kantor bank baru.
Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Pakto 1988 yang mengizinkan berdirinya
bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan
syari’ah semakin pasti setelah disahkannya UU Perbankan No.7 Tahun 1992 di mana bank diberikan kebebasan untuk
menentukan jenis imbalan yang akan
diambil dari nasabahnya.
Depag RI, Al-Qur'an dan Terjamahan, h. 69 Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah,h. 76 Operasional perbankan syari’ah diIndonesia
didasarkan pada UndangUndang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang kemudian
diperbaharui dengan Undang-Undang No. 10
tahun 1998. pertimbangan perubahan Undang-Undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi
tantangan sistem keuangan yang semakin maju,
kompleks dan berkembang, dan untuk mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi. Jadi, adopsi
perbankan syari’ah dalam sistem perbankan
nasional bukanlah semata-mata mengakomodasi kepentingan penduduk Indonesia yang kebetulan mayoritas
muslim. Namun lebih kepada adanya faktor
keunggulan atau manfaat lebih dari perbankan syari’ah dalam menjembatani roda perekonomian Indonesia.
Adanya bank syari’ah diharapkan
dapat memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan
ekonomi masyarakat Indonesia melalui pembiayaan-pembiayaan yang tidak menyulitkan nasabah. Melalui
pembiayaan ini bank syari’ah dapat menjadi
mitra bagi nasabahnya, sehingga hubungan yang terjadi bukan lagi antara kreditur dan debitur melainkan hubungan
kemitraan.
Dalam dunia perbankan saat ini banyak
rancangan produk-produk andalan yang
diterapkan serta dipraktekkan untuk suatu kebutuhan, kepuasan serta kemudahan bertransaksi. Dalam Perbankan
syari’ah pun tidak luput dari inovasi produk-produk
pembiayaan yang praktis dan mudah dengan sasaran masyarakat sebagai nasabahnya dengan latar belakang
saling tolong-menolong dan bermuamalah
sesuai dengan firman Allah,surat Al-Maidah ayat 2, yang berbunyi “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” Produk perbankan syari’ah dapat dibagimenjadi
tiga bagian yaitu: (1) Produk Penyaluran
Dana, (2) Produk Penghimpunan Dana, dan (3) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan
kepadanasabahnya. Berdasarkan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Tahun 1999 dilengkapiBank
Umum Berdasarkan Prinsip Syari’ah dan
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah No.
32/34/KEP/DIR tanggak 12 Mei 1999
Bab IV Kegiatan Usaha, pasal 28, produk penyaluran
dana untuk bank umum yang berdasarkan prinsip syari’ah adalah sebagai berikut : 1.
Transaksi jual beli yang berdasarkan prinsip : a.
Mura>bah}ah b. Istis}na c.
Ija>rah d. Salam e. Jual beli lainnya 2.
Pembiayaan bagi hasil yang berdasarkan prinsip : Depag RI, Al-Qur'an dan Terjamahan, h.157 a.
Mud}>arabah b. Musya>rakah c. Bagi
hasil lainnya 3. Pembiayaan lainnya yang berdasarkan prinsip :
a.
Hiwa>lah b. Rahn c. Qard} Sedangkan untuk produk penghimpunan dana
adalah sebagai berikut : 1. Giro berdasarkan prinsip wadi’ah 2. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ahatau
mud}a>rabah 3. Deposito berjangka
berdasarkan prinsip mud}a>rabah, atau 4.
Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ahatau mud}a>rabah Untuk produk jasa yang diberikan perbankan
syari’ah kepada nasabahnya antara lain
adalah S}arf (Jual beli valuta asing) dan penyewaan kotak simpanan ( Safe Deposit Box).
Sedangkan kegiatan usaha perbankan syari’ah
yang lainnya adalah : ¾ Membeli, menjual dan/atau menjamin atasresiko
sendiri surat-surat berharga pihak
ketiga berdasarkan prinsip jual beli atau hiwa>lah ¾ Membeli surat-surat berharga pemerintah
dan/atau Bank Indonesia yang diterbitkan
atas dasar prinsip syari’ah ¾ Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan
surat-surat berharga berdasarkan prinsip
wa>di’ah yad amanah ¾ Melakukan
kegiatan usaha kartu kredit debit berdasarkan prinsip ujr ¾ Dan kegiatan usaha perbankan syari’ah yang
lainnya.
Dari sekian banyak produk yang ditawarkan oleh
perbankan syari’ah ada salah satu produk
yang termasuk produk penyaluran dana yaitu produk gadai (rahn). Produk gadai adalah termasuk modal
kerja jangka pendek. Selama ini yang
sering kita dengar atau pun ketahui,bahwa gadai hanya ada di perusahaan umum pegadaian, tetapi ternyataperbankan
syari’ah mempunyai produk pembiayaan
gadai yang berdasarkan prinsip syari’ah. Secara umum, produk pembiayaan gadai (rahn) pada bank syari’ah
adalah berupa gadai emas. Salah satu
bank syari’ah yang telah melayani pembiayaan gadai (rahn) adalah Bank Negara Indonesia (BNI) Syari’ah Cabang
Surabaya. Pada Bank Negara Indonesia (BNI)
Syari’ah Cabang Surabaya produk pembiayaan gadai (rahn) termasuk dalam produk penyaluran dana. Bank Negara
Indonesia (BNI) Syari’ah Cabang Surabaya
melayani gadai emas dalam bentuk lantakan atau perhiasan. Tetapi apakah praktik gadai yang telah diterapkan
oleh Bank NegaraIndonesia (BNI) Syari’ah
Cabang Surabaya sudah sesuai dengan syari’at Islam? Untuk
itu penulis mencoba menganalisis persoalan tersebut melalui suatu penelitian dengan judul ”Analisis Hukum Islam
terhadap Praktik Gadai Emas di Bank
Negara Indonesia (BNI) Syari’ah Cabang Surabaya”.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi