BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial,
yang sudah pasti akan membutuhkan peran
makhluk lain untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia adalah tentang
ekonomi. Secara singkat, ekonomi bisa
diartikan tata laksana rumah tangga atau kepemilikan . Tentu dalam perjalanannya ekonomi mengalami kemajuanyang
sangat pesat, salah satu dari instrumen
penting dalam ekonomi adalah perbankan.
Bank sebagai lembaga intermediasi
merupakan salah satu komponen utama yang
mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, bank juga merupakan usaha yang selama ini banyak diterpa
berbagai permasalahan dan termasuk bidang
usaha yang paling sering diperbincangkan, serta dikaji dalam berbagai kesempatan. Sebagai lembaga keuangan
yang sarat dengan regulasi, bank
menjalankan bisnisnya dengan keharusan mengambil risiko agar bank dapat tumbuh secara berkesinambungan.
Fokus utama bisnis perbankan
selain menjalankan fungsi intermediasi juga mengupayakan peningkatan nilai pemegang saham,
dan nilai saham tergantung antara lain
dari besaran earning share dan laba. Untuk menghasilkan laba paling tidak ada tiga hal yang perlu dilaksanakan
oleh bank, yaitu : pertumbuhan usaha, Suherman
Rosyidi,Pengantar Teori Ekonomi, h. 5 2 peningkatan efisiensi operasional, dan
pelaksanaan risk management sesuai best practices.
Risk Managementdari sudut pandang yang lain,
merupakan sebuah keniscayaan, yang tidak
mungkin dipisahkan dari sebuah aktivitas ekonomi, khususnya perbankan. Setiap pengambilan
keputusan dalam perbankan wajib memiliki
keberanian menetapkan keputusan terbaik berdasar kalkulasi risiko terkecil.
Basel Capital Accord menyebutkan
adanya tujuh jenis loss event yang perlu
diwaspadai, yakni Internal Fraud, External Fraud, Employment Practices And Workplace Safety, Clients, Product And
Business Practices, Damages To Physical
Assets, Business Disruption And System Failures, Execution, Delivery And Process Management .
Sebagai salah satu pilar sektor
keuangan dalam melaksanakan fungsi intermediasi
dan pelayanan jasa keuangan, ataupun dari berbagai risiko yang ada, sektor perbankan jelas sangat memerlukan
adanya sebuah distribusi risiko yang efisien.
Tingkat efisiensi dalam distribusi risiko dan imbalan inilah yang nantinya akan menentukan alokasi sumber dana di dalam
perekonomian. Oleh karena itu para
bankir praktis mempunyai konsekuensi logis untuk bisa mengelola risiko secara efektif.
Masyhud Ali, Manajemen Risiko, h. 271 DirektoratPenelitihan dan Penggaturan
Perbankan,Implementasi Basel II Di Indonesia, diakses dari www.infobank.comtanggal 23 Juli
2009 3 Tuntutan pengelolaan risiko semakin besar
dengan adanya penetapan standar-standar
internasional oleh Bank for International Settlemants(BIS) dalam bentuk Basel Idan Basel II Accord. Perbankan
Indonesia, khususnya perbankan syariah,
mau tidak mau harus mulai masuk ke dalam era pengelolaan risiko secara terpadu (integrated risk management) dan
pengawasan berbasis risiko (risk based supervision).
Tapi hal ini bukan lah perkara mudah ketika diejahwantahkan dalam bentuk praktis, tentu akan membutuhkan
investasi besar, baik dalam peningkatan sumber
daya manusia di bidang teknologi informasi dan komputasi di bidang risiko, atau pun pembangunan sisteminternal
pengelolaan risiko.
Management risiko, merupakan
bagian kecil dari sistem lindung nilai atau biasa di sebut Hedge Fund. Hedge Fundbisa didefinisikan sebagai sebuah lembaga keuangan atau manajer investasi yang
mengelola sebuah portofolio secara
agresif, yang menggunakan strategiinvestasi dengan kategori canggih seperti leveraged, posisi long, short, maupun
derivatif baik dalam skala domestik maupun
di pasar internasional dengan tujuan mendapatkan high return (jika dibandingkan
dengan sebuah patokan tertentu).
Secara hukum, hedge fundbiasanya
berbentuk sebagai kerjasama investasi swasta
yang terbuka bagi sejumlah investor dan membutuhkan investasi awal yang sangat besar. Investasi di hedge
fundbiasanya tidak likuidkarena seringkali Masyhud Ali, Manajemen Risiko, h. 18 4 mereka
mensyaratkan kepada investornyaagar tidak menarik dana dalam waktu minimal satu tahun.
Untuk memperkuat pengelolaan
manajemen risiko, pada tahun 1988 BIS mengeluarkan
suatu konsep kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the 1988 accord
(Basel I).Sistem ini dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko kredit, dengan mensyaratkan
standar modal minimum adalah 8%.
Komite Baselmerancang Basel
Isebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan eksposurnya kedalam
kelas yang lebih luas, yang menggambarkan
kesamaan tipe debitur. Eksposur kepada nasabah dengan tipe yang sama (seperti eksposur kepada semua
nasabah korporasi) akan memiliki persyaratan
modal yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit dan risiko
yang dimiliki oleh masing-masing individu
nasabah. Sejalan dengan semakin berkembangnya produk-produk yang ada di dunia perbankan, BIS kembali
menyempurnakan kerangka permodalan yang
ada pada the 1988 accord dengan mengeluarkan konsep permodalan baru yang lebih dikenal dengan Basel II. Basel
IIdibuat berdasarkan struktur dasar the 1988 accordyang memberikan kerangka
perhitungan modal yang bersifat lebih sensitif
terhadap risiko (risk sensitive) serta memberikan insentif terhadap peningkatan kualitas penerapan Manajemen
Risiko di bank. Hal ini dicapai dengan
cara penyesuaian persyaratan modal dengan risiko dari kerugian kredit 5 dan
juga dengan memperkenalkan perubahan perhitungan modal dari eksposur yang disebabkan oleh risiko dari kerugian
akibat kegagalan operasional.
Basel IIbertujuan meningkatkan keamanan dan
kesehatan sistem keuangan, dengan
menitikberatkan pada perhitungan permodalan yang berbasis risiko, supervisory review process, dan market
discipline. Framework BaselII disusun
berdasarkan forward-looking approachyang memungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian dari
waktu ke waktu. Hal ini untuk memastikan
bahwa framework Basel IIdapat mengikuti perubahan yang terjadi di pasar maupun perkembangan-perkembangan dalam
manajemen risiko.
Frameworksemacam inilah, ketika
diberlakukan dalam perbankan syariah akan
menimbulkan berbagai persoalan. Risiko pasar, dalam hal ini ketidak jelasan pasar uang, yang menimbulkan berbagai reaksi
dari kalangan fuqaha, akan menentukan
hukum pemberlakuan basel II accord bagi perbankan syariah khususnya di Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Syariah Sidoarjo.
B. Rumusan Masalah 6 Berdasarkan
latar belakang masalah di atas agar permasalahan dalam pembahasan ini lebih sistematis, penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1.
Bagaimana praktek Manajemen Risiko di BRI Syariah Sidoarjo? 2.
Bagaimana dampak Manajemen Risiko dalam sistem Hedge Fund di BRI Syariah Sidoarjo? 3.
Bagaimana praktek Manajemen Risiko di BRI Syariah Sidoarjo menurut tinjauan hukum Islam dan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.
9/15/PBI/2007 tentang Manajemen
Risiko? C. Kajian Pustaka Tinjauan pustaka ini pada intinya adalah untuk
mendapatkan gambaran “hubungan topik
yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya” , sehingga tidak ada pengulangan atau duplikasi. Pembahasan tentang Hedge Fund
pernah ditulis oleh beberapa mahasiswa
IAIN Sunan Ampel Surabaya dan UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta tapi mereka pokok bahasannya lebih kearah insrumen
derivatifnya.
Sedangkan skripsi penulis yang
berjudul “ Praktek Manajemen Risiko Dalam
Hadge FundDi Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah Sidoarjo Menurut Hukum Islam Dan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Tentang Abuddin
Nata,Metodologi Studi Islam, h.135.
7 Penerapan Manajemen Risiko”ini membahas satu
item dari sistem lindung nilai (hedge
fund)dari perbankan syariah dalam hal pengelolaan manajemen risiko yaitu tentang regulasi Basel II Accord.
D. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang praktek Manajemen Risiko di BRI Syariah Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui dampak pemberlakuan PBI No.
9/15/2007 tentang Manajemen Risiko di
BRI Syariah Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui keselarasan PBI No.
9/15/PBI/2007 tentang Manajemen Risiko
dengan hukum Islam di BRI Syariah Sidoarjo.
E. Kegunaan Penelitian 1.
Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan di bidang Hukum Islam, khususnya di bidang Fiqih Mu’amalah dan dapat digunakan
sebagai acuan bagi pihakpihak yang akan melakukan penelitian lanjutan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi