BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Jual
beli dalam istilah
fiqh disebut dengan
bay‘ yang berarti
menjual, mengganti dan
menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain.
Sedangkan
dalam bahasa Arab
jual beli disebut
al-bay‘ yang berarti
menukar (pertukaran). Kata jual (al-bay‘)
dalam bahasa Arab
terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya yaitu
beli (asy-syira>) dengan
demikian al-bay‘ berarti
menjual dan sekaligus beli.
Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: ‚Saling
menukar harta dengan harta melalui cara tertentu‛.
‚Tukar menukar sesuatu yang
diingini dengan yang sepadan melalui
cara tertentu yang bermanfaat‛.
Menurut Imam Maliki jual beli
adalah: ‚pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan‛.
Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2000), 2.
Sayyid Syabiq,
Penerjemah Muhammad Thalib, Fiqh
Sunnah 12 (Bandung: PT. Al-Ma`arif, 1999), 47.
Dari
pengertian di atas,
yang menjadi objek
perbincangan bay‘ adalah mekanisme,
sebab hal itulah
yang dapat menentukan
status sah tidaknya
jual beli. Selama
mekanisme yang terjadi
masih sesuai dengan
syara’ atau hukum yang berlaku,
maka jual beli
menjadi legal menurut
kaca mata hukum.
Tetapi bila mekanisme jual beli yang terjadi tidak lagi sesuai
dengan syara’ atau hukum yang berlaku,
maka status bisa
berubah dari legal
menjadi ilegal atau
hal lain, menurut pemahaman
Al-Qur’an dalam surah
Al-Baqarah ayat 275
yang berbunyi: ‚Orang-orang yang
makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka
yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya‛.
Dan Allah juga berfirman dalam surah
An-Nisa>’ 29 yang berbunyi: Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah (surabaya: Al-Hidayah, 1996), 47.
‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di
antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu‛.
Begitu
pula dijelaskan dalam hadis Nabi yang
diriwayatkan dari Hakim bin Hizam ra. yang berbunyi: ‚Diriwayatkan
dari pada Hakim bin Hizam ra. katanya:
Nabi bersabda: Penjual
dan pembeli diberi
kesempatan berfikir selagi
mereka belum berpisah.
Sekiranya mereka jujur
serta membuat penjelasan
mengenai barang yang dijual
belikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka.
Sekiranya mereka menipu
dan merahsiakan mengenai
apa-apa yang harus diterangkan
tentang barang yang dijual belikan akan terhapus keberkahannya‛. (HR. Ahmad) ketiga dalil di atas menjelaskan bahwa mekanisme jual beli begitu ditekankan untuk menyesuaikan
dengan syara’ atau
hukum yang berlaku
sehingga mempengaruhi
keabsahan jual beli itu sendiri. Hal
tersebut secara eksplisit dan tegas
dinyatakan dalam hadis
di atas. Meskipun
demikian, ada beberapa pendapat ulama yang berkembang dalam kaitan
dengan masalah ini.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah
(Surabaya: Al-Hidayah, 1996), 84.
Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal asy-Syamiyin,
Jil. 4
(Beirut, Libanon: Dar- Al-Kutub Al-Ilmiah, t.t.), 284.
Menurut
ulama Hanafiyah, mekanisme
jual beli boleh
melalui i<ja>b (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabu>l (pernyataan menjual dari penjual), atau
juga boleh melalui saling memberikan
barang dan harga
dari penjual dan pembeli begitu
juga dengan barang
yang diperjualbelikan harus
mengandung asas manfaat.
Sedangkan menurut
ulama’ Syafi’iyah berpendapat
bahwa jual beli menurut syara’
adalah pertukaran harta
dengan harta dengan
cara tertentu.
Dengan kata lain jual beli adalah
akad pertukaran harta dengan harta. Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata
‚milik dan pemilikan‛, karena ada juga tukar
menukar harta yang
sifatnya tidak harus
dimiliki, seperti sewa menyewa
(ija>rah).
Adapun menurut
jumhur ulama’ membagi jual beli menjadi
dua macam, yaitu
jual beli yang
dikategorikan sah (s}ahih)
yaitu jual beli
yang memenuhi ketentuan
syara’ (baik rukun maupun
syaratnya), dan jual beli tidak sah adalah jual
beli yang tidak
memenuhi salah satu
syarat dan rukun
sehingga jual beli menjadi
rusak (fa>sid) atau batal.
Ulama’ Hanafiyah
membagi jual beli
menjadi tiga yaitu
jual beli sah, jual beli batal dan jual beli rusak
(fa>sid).
Muhammad As-syarbani, Mugni al-Muhtaj, Juz 2, 111-112.
Rahmad Syafi’i, Fiqh Mu’amalah (Bandung:
Pustaka Setia, 2001), 91-92.
a. Jual
beli sah Jual beli dikatakan
sebagai jual beli
yang s{ah apabila
jual beli itu disyari’atkan memenuhi
rukun dan syarat
yang ditentukan, bukan
milik orang lain,
tidak mengandung hak
khiya>r. Jual beli
seperti ini dikatakan sebagai jual beli s{ahih. Misalnya seseorang
membeli sebuah kendaraan roda empat.
Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi, kendaraan itu telah diperiksa oleh pembeli dan tidak cacat, tidak
ada yang rusak dan tidak ada manipulasi harga
dan kendaraan tersebut
telah diserahkan, serta
tidak ada lagi
khiya>r dalam jual beli
tersebut. Jual beli ini hukumnya
s{ah dan mengikat kedua belah pihak.
b. Jual beli yang batal Jual beli
dikatakan sebagai jual
beli yang batal
apabila salah satu
atau seluruh rukunnya
tidak terpenuhi atau
jual beli tersebut
pada dasar dan sifatnya tidak
disyari’atkan. Seperti jual
beli yang dilakukan
anak-anak, orang gila atau barang-barang
yang dijual itu merupakan barang-barang yang
diharamkan oleh syara’, seperti bangkai, darah, babi dan khamr.
c. Jual beli fa>sid Merupakan jual
beli yang tidak
memenuhi syarat, barang
yang diperjualbelikan pada
dasarnya disyari’atkan, apabila
syarat yang tidak terpenuhi
tersebut dipenuhi, maka jual beli itu menjadi sah.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi