Kamis, 14 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS KONSEP UJRAHTERHADAP KETENTUAN UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PENERAPANNYA BAGI SALES PROMOTION GIRL(SPG) DI CITY OF TOMORROW SURABAYA


BAB I  PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang  Dalam hidup bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu sama lainnya  untuk mencukupi kebutuhan–kebutuhan hidup, karena itu merupakan fitrah untuk  saling membantu dan bekerja sama dan saling tolong menolong antara yang satu dan  yang lain, dimana tolong menolong yang baik bersifatmenguntungkan kedua belah  pihak dan tidak mengingkari salah satu pihak. Di antara sekian banyak bentuk  tolong menolong adalahsistem kerjasama hubungan industrial yang didalamnya  juga termasuk sistem pengupahan, hal ini di maksudkan sebagai usaha kerjasama  saling menguntungkan dalam rangka upaya meningkatkan taraf hidup bersama baik  bagi pengusaha maupun pekerja, dalam hal pengupahan  Islam memberikan  ketentuan dasar mengenai akad atau perjanjian kerja, bahwa perjanjian kerja itu  akan menimbulkan hubungan kerja sama antara pekerja dengan pengusaha yang  berisi hak dan kewajiban masing–masing pihak, hak dari pihak yang pertama  merupakan suatu kewajiban bagi pihak yang lainnya adapun kewajiban yang utama  bagi pengusaha adalah membayar upah atau gaji.

 Dan mengenai penetapan upah  bagi para tenaga kerja harus mencerminkan keadilan dan mempertimbangkan  berbagai aspek kehidupan, sehingga pandangan Islam tentang hak tenaga kerja  dalam menerima upah lebih terwujud .
 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalah (Hukum Perdata Islam),h. 5    Agar upah yang diberikan oleh majikan kepada pekerja bisa lebih adil dan  manusiawi maka penentuan upah hendaklah diberikan secara adil sesuai dengan  peraturan yang ada, karena kita mengetahui bahwa masalah pengupahan  merupakan sesuatu yang pelik mengingat Islam sendiri tidak menyebutkan  secara jelas bagaimana sistem pengupahan dan berapa batas penetapan upah  minimum, Islam hanya menyebutkan bahwa orang yang bekerja hendaknya  mendapatkan upah atas jasa yang diberikan kepada pengusaha sebagaimana  sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan mengenai pembatasan jam kerja  “Dan janganlah kamu membebani merekapekerjaan yang tidak mampu mereka  kerjakan, jika kamu membebaninya maka bantulah mereka”  (Hr. Bukhori  Muslim)  Dan menentukan bayaran menurut kebiasaan yang berlaku, hukumnya sah.
Hadits Nabi Muhammad SAW.:  “Aku dan Makhramah al-‘Abidy pernah mengimpor (membeli) pakaian dari  tanah Hajar. Barang tersebut lalu kami bawa ke Makkah. Maka sambil berjalan  Rasul SAW mendatangi kami, lalu beliaumenawar beberapa celana, kemudian  kami jual celana-celana itu kepadanya. Dan disana (di sebelah) dan seseorang  yang sedang menimbang dengan upah, beliau berseru: “timbanglah dan  lebihkanlah”.
  Abu Husein Muslim Bin Hajjaj,S{ah}i>h}Muslimh. 1123   Abu Muslim Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Kitab S{ah}i>h} Bukhari, h. 1459   Dijelaskan pula dalam undang–undang no 13 tahun 2003 tentang  ketenagakerjaan bahwasannya dalam  pelaksanaan kerja dan pelaksanaan  memberikan upah pengusaha dilarang sewenang–wenang dalam menentukan  upah pekerja hal ini sebagaimana yang tercantum dalam beberapa pasal yaitu :  Pasal 77  (1) Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
(2) Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : 7 (tujuh) jam  1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam)  hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b.  8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan  40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1  (satu) minggu.
(3) Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat  (2)   tidak  berlaku bagi sektor usaha atau peker-jaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja padasektor usaha atau pekerjaan  tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan  Menteri.
Pasal 78  (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat :  a.  Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan  b.  Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam   dalam 1 (satu) hari dan 14 (empatbelas) jam dalam 1 (satu) minggu.
(2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
(3) Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) huruf  b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur  sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan  Menteri.
Pasal 88 Tentang Pengupahan  (1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi  penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang  layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),  pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi  pekerja/buruh.
(3) Kebijakan pengupahan yang melindungipekerja/buruh sebagaimana  dimaksud dalam ayat (2) meliputi :  a.  upah minimum  b.  upah kerja lembur;  c.  upah tidak masuk kerja karena berhalangan;  d.  upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;   e.  upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;  f.  bentuk dan cara pembayaran upah;  g.  denda dan potongan upah;  h.  hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;  i.  struktur dan skala pengupahan yang proporsional;  j.  upah untuk pembayaran pesangon; dan  k.  upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat  (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan mem-perhatikan  produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal 89  (1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat  terdiri atas:  a.  Upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;  b.  Upah minimum berdasarkan sektorpada wilayah provinsi atau  kabupaten/kota.
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada  pencapaian kebutuhan hidup layak.
(3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh  Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan  Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
 (4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak  sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
 Pasal 90  (1) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
(2) Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
(3) Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur  dengan Keputusan Menteri.
Pasal 91  (1)  Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara  pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak  boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan  perundang-undangan yang berlaku.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi