Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SEMARANG NO.0542/Pdt.G/2011/PA.Sm. TENTANG MURTAD SEBAGAI ALASAN FASAKH NIKAH


 BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Perkawinan  adalah  merupakan  salah  satu  sunnatullah  yang  berlaku  umum dan bersifat lahiriah bagi semua makhluk  Allah SWT. Terutama bagi  manusia  karena  hal  tersebut  sangat  dianjurkan  oleh  Islam.  Allah  SWT mensyari’atkan perkawinan sebagai wasilah untuk memperoleh ketentraman  dan  keturunan.  Oleh  karena  itu  perkawinan  merupakan  suatu  tujuan  yang  sangat diutamakan dalam Islam.
Perkawinan  disyari’atkan  bukan  hanya  untuk  memenuhi  nafsu  syahwat  belaka, akan tetapi mempunyai tujuan yang lebih dari itu, yakni membentuk  keluarga bahagian dan sejahtera. Sehingga akan melahirkan keturunan yang  syah  dan  diridhoi  oleh  Allah  SWT.  Perkawinan  disyari’atkan  agar  suamiisteri  bersama-sama  mewujudkan  rumah  tangga  sebagai  tempat  berlindung,  menikmati  kasih  sayang  dan  dapat  memelihara  anak-anaknya  hidup  dalam  lindungan rumah tangga yang aman dan damai. Sebagaimana dianjurkan oleh  Allah SWT dalam Firman-Nya: َ “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu  isteri-isteri  dari  jenismu  sendiri,  supaya  kamu  cenderung  dan  merasa  tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya  pada  yang  demikian  itu  benar-benar  terdapat  tanda-tanda  bagi kaum yang berfikir.”(Q.S. Al-Rum:21)  Ayat  tersebut  menunjukkan  bahwa  dengan  adanya  perkawinan  maka  manusia akan mendapat  ketenangan dan ketentraman dalam  rumah tangga.
Dalam  perkawinan  tersebut  Islam  menghendaki  dan  memandang  bahwa  hubungan suami-isteri adalah hubungan yang suci dan mulia.
Meskipun  tujuan  perkawinan  adalah  untuk  mencapai  kebahagiaan  di  dunia dan akhirat, akan tetapi dalam mengarungi bahtera rumah tangga tidak  selamanya  memperoleh  kebahagiaan  dan  kesejahteraan,  tidak  pula  selalu  rukun  dan  damai.   Hal  ini  disebabkan  oleh  banyak  faktor  yang  muncul  sewaktu-waktu dan tidak terduga sama sekali sebelumnya.
Semua  itu  dapat  mempengaruhi  keadaan  rumah  tangga,  dapat  memutuskan kasih sayang dan kesetiaannya yang telah dijalin kokoh tersebut.
Serta mempunyai pengaruh negatif terhadap anak keturunan beserta keluarga  bahkan  masyarakat  secara  keseluruhan.  Jika  terjadi  demikian,  yakni  rumah  tangga  mulai  goyah,  kacau,  saling  cekcok  serta  timbul  kebencian  di  antara mereka, keadaan tersebut dapat menghalangi hak dan kewajiban suami-isteri.
Perceraian atau talak dalam hukum Islam pada prinsipnya dilarang, tapi  perceraian merupakan alternative terakhir sebagai “pintu darurat” yang boleh  ditempuh manakala kehidupan rumah tangga tidak dapat dipertahankan lagi.
Islam  menunjukkan  agar  sebelum  terjadinya  perceraian,  ditempuh  usaha- Lembaga  Lajnah  Penerjemah  Al-Qur’an,  Semarang:Toha  Putra,  1989,  hlm. 644.
 usaha perdamaian antara kedua belah pihak, karena ikatan perkawinan adalah  ikatan yang paling suci dan kokoh.
 Perceraian  dalam  hukum  positif  diatur  dalam  undang-undang  No.1  tahun  1974  tentang  Perkawinan,  PP  No.9  tahun  1975  tentang  Pelakasanan  Undang-Undang Perkawinan, UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,  dan Inpres No.1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Adapun  sebab-sebab  dan  cara  berakhirnya  perkawinan  atas  inisiatif  suami  dapat  terjadi  dengan  jalan  talak  ila’  dan  dhihar.   Sedangkan  jika  perceraian  atas  inisiatif  dari  pihak  isteri  dapat  terjadi  dengan  khulu’  dan  khiyar  (hak pilih antara meneruskan atau mengakhiri perkawinannya dengan  jalan  fasakh).  Jika  perceraian  di  luar  kehendak  suami-isteri  dapat  terjadi  karena kehendak hukum dan kematian. Dengan demikian, sebab berakhirnya  perkawinan secara garis besar  dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sebab  talak  dan sebab fasakh yang masing-masing mempunyai akibat hukum yang  berbeda.
Mengenai  macam-macam  penyebab  terjadinya  fasakh  dengan  jalan  khiyar  para ulama’ berbeda pendapat. Hal ini dikarenakan tidak adanya nash  tegas yang membatasi macam-macam penyebab putusnya perkawinan dengan  jalan  fasakh  yang  berarti  merusak  atau  melepaskan  tali  ikatan  perkawinan.
 Fasakh  dapat  terjadi  karena  terdapat  hal-hal  yang  membatalkan  akad  nikah.
 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,  1995, hlm.
 Al-Hamdani,  Risalah  Nikah,  Alih  Bahasa,  Drs.  Agus  Salim,  Jakarta:  Pustaka  Amani, 1989, hlm. 50.
 Baik  yang  terjadi  karena  suatu  hal  yang  baru  di  alami  sesudah  akad  nikah  maupun setelah perkawinan berlangsung.
 Persoalan di atas  merupakan bagian yang dapat dianggap bisa dijadikan  alasan  putusnya  perkawinan.  Artinya  seorang  suami  dapat  mengajukan  gugatan perceraian karena isteri selingkuh dengan laki-laki lain dan keduanya  telah keluar dari agama Islam (murtad). Sebagaimana alasan perceraian yang  terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116  huruf h “peralihan agama  (murtad)  yang  menyebabkan  terjadinya  ketidakrukunan  dalam  rumah  tangga”.
 Dalam  berkas  putusan  perkara  No.0542/Pdt.G/2011/PA.Sm  tentang  Murtad  Sebagai  Alasan  Fasakh  Nikah,  bahwa  sejak  bulan  Januari  2010  ketentraman rumah tangga  suami dan  isteri  mulai goyah. Sebab antara suami  dan  isteri  sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan  isteri selingkuh  dengan  laki-laki  lain,  suami  sudah  menasihati  isterinya  namun  tidak  berhasil,  kemudian  laki-laki  tersebut  dan  isteri  pergi  meninggalkan  suaminya  hingga sekarang tidak pulang, selain itu sejak bulan Januari 2009  suami  dan  isteri  telah memeluk agama Katholik hingga sekarang hal tersebut  dikuatkan dengan keterangan 2 orang saksi di persidangan bahwa penggugat  dan  tergugat  setiap  hari  Minggu  pergi  ke  gereja,  maka  telah  terbukti  penggugat dan tergugat keluar dari agama Islam (murtad).
 Azhar Basyir,  M.A.  Hukum Perkawinan Islam,  Yogyakarta: Bagian Penerbitan  Fak. Hukum UII, 1990, hlm.77.
 Depag,  Kompilasi  Hukum  Islam  di  Indonesia,  Jakarta:  Direktorat  Pembinaan  Badan Peradilan Agama, 1999/2000, hlm. 56-57.
 Untuk  itu  dalam  salah  satu  putusan  Pengadilan  Agama  Semarang tentang murtad sebagai alasan fasakh nikah, dianggap telah memenuhi syarat  diperbolehkannya seorang isteri melakukan gugatan perceraian.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi