BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hukum
Islam merupakan perintah dari Allah SWT, yang ditaati oleh seluruh umat
Islam dan harus
dilaksanakan oleh setiap
muslim, agar kehidupan manusia
menjadi aman, tertib dan selamat baik di dunia maupun di akhirat. Manifestasi
dari tujuan ini
adalah melaksanakan seluruh
perintahperintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
Hukum pidana Islam atau fikih jinayah
merupakan bagian dari syariat Islam yang
berlaku sejak Nabi
Muhammad SAW menjadi Rasul. Oleh karenanya, pada
zaman Rasulullah dan khulafaur rasyidin, hukum
pidana Islam berlaku sebagai hukum publik, yaitu hukum yang diatur dan
diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri, yang pada
masa itu dirangkap oleh Rasulullah
sendiri dan kemudian
diganti oleh khulafaur rasyidin.
Hukum pidana sebagaimana
dirumuskan oleh Mustofa Abdullah dan Ruben
Ahmad yang dikutib
oleh Ahmad Wardi
Muslih dalam bukunya Pengantar dan Asas Hukum
Pidana Islam adalah hukum
mengenai delik yang diancam
dengan hukuman pidana,
atau dengan perkataan
lain, hukum Ahmad Wardi Muslih, Pengantar dan Asas Hukum
Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2004, hlm. 10.
pidana
adalah serangkaian peraturan
yang mengatur masalah
tindak pidana dan hukumannya.
Setiap
bentuk hukum pidana Islam selalu
berorientasi pada kemaslahatan manusia,
yang oleh para fuqaha disebut sebagai jarimah, yaitu perbuatan yang oleh syara’
dilarang dan akan diancam dengan hukuman had atau ta’zir bagi pelakunya.
Salah
satu faktor yang
sangat penting dalam
menjamin, melindungi dan menjaga
kemaslahatan bagi masyarakat,
serta mewujudkan suatu keadilan, Hukum
pidana Islam menetapkan
sejumlah aturan-aturan, baik berupa perintah
maupun larangan. Aturan
itu disertai dengan ancaman hukuman duniawi
manakala hukum itu
dilanggar. Seperti halnya
Islam memberi hukuman berat pada pelaku tindak pidana atas
perbuatan-perbuatan yang
dilanggarnya. Hukuman duniawi
ini tiada lain
hanyalah semata-mata untuk memelihara
keamanan dan ketertiban
masyarakat, disamping itu hukuman tersebut juga
untuk mendidik akhlak
dan memperbaiki jiwa
para pelaku tindak pidana.
Agama Islam
melindungi setiap kemaslahatan
yang berhubungan dengan kehidupan
manusia dan hak
milik individu manusia, di antaranya yaitu berupa
harta benda, sehingga
kepemilikannya dijamin
keamanannya.
Dengan demikian, islam tidak
menghalalkan seseorang merampas
dan mengambil hak milik
orang lain dengan
alasan apapun. Islam
telah mengharamkan tindakan mencuri,
korupsi, riba, menipu,
mengurangi Ibid, hlm.
Ibid, timbangan,
dan sebagainya. Islam menganggap segala perbuatan mengambil hak milik orang
lain dengan delik kejahatan sebagai perbuatan yang haram.
Di sini
perbuatan di atas dalam
dunia hukum dikategorikan
sebagai perbuatan tindak pidana, adapun dalam hukum pidana Islam disebut
dengan jinayah. Setiap tindak
pidana pasti memiliki
sanksi hukum, seperti
halnya dalam tindak pidana pencurian yang disertai kekerasan yang
mengakibatkan kematian.
Menurut
hukum pidana Islam
kejahatan tersebut masuk
dalam jarimah hirabah, dimana perbuatan tersebut dapat digolongkan
kepada tindak pidana pencurian khusus, tetapi bukan dalam arti hakiki,
melainkan dalam arti majazi.
Secara hakiki tindak pidana
pencurian adalah pengambilan harta milik orang lain secara
diam-diam, sedangkan tindak
pidana pencurian dengan kekerasan adalah pengambilan harta
milik orang lain secara terang-terangan disertai kekerasan. Hanya saja dalam
pencurian ini juga terdapat unsur diamdiam
atau sembunyi-sembunyi, jika dinisbahkan kepada penguasa
atau petugas keamanan. itu
sebabnya jarimah hirabah
diistilahkan dengan pencurian berat
(sariqah kubra), untuk dapat membedakan dengan pencurian ringan (sariqah
sughra).
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT yang
berbunyi : Abdur Rohman, I,,Doi, Tindak
Pidana Dalam Syari’at Islam , Hudud dan Kewarisan, Jakarta: PT Radja Grafindo,
2003, hlm. 131.
Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i
al-Islami, Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, tt, hlm : 68.
Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam,
Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm : 93.
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang
yang memerangi Allah dan Rasul-nya
dan membuat kerusakan
dimuka bumi, hanyalah mereka
dibunuh atau disalib,
atau dipotong tangan
dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian
itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka didunia, dan
diakhirat mereka memperoleh
siksaan yang besar. (Al-Maidah : 33)” Dari ayat tersebut di atas unsur yang
terdapat pada Jarimah hirabah adalah keluarnya seseorang ataupun sekelompok
orang dengan maksud untuk mengambil
harta orang lain
dengan terang-terangan dan
dengan cara kekerasan.
Adapun dalam hukum pidana
positif, pencurian adalah suatu tindakan yang menyimpang yaitu mengambil barang
orang lain dengan cara melawan hukum. Dengan
demikian, perampokan juga
dapat dikatakan sebagai pencurian atas suatu
barang. Namun substansi yang
ada dalam perampokan sama dengan
pencurian, adapun perbedaan keduanya
ada pada teknis dilapangan. Perampokan
adalah tindakan pencurian
yang berlangsung saat diketahui sang
korban, sedangkan pencurian
adalah seseorang atau sekelompok orang
mengambil harta orang
lain dengan diam-diam
dan saat tidak diketahui sang
korban.
Disini bisa dicontohkan apabila terdapat kasus
pencurian murni kemudian
terdapat juga tindak
pidana pembunuhan di http://
www.asiamaya.com/konsultasi_hukum/pidana/perkara_pidana.htm. diakses pada tanggal
13 januari 2012 pukul : 19.07 WIB.
dalamnya, maka
sanksi pidana yang
dijatuhkan dapat berupa
sanksi maksimal, karena telah
memenuhi unsur dalam
pasal 365 KUHP sebagaimana berbunyi di bawah ini : Ayat
(1) ”Diancam dengan pidana penjara
paling lama Sembilan
tahun pencurian yang didahului,
disertai atau diikuti
dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, terhadap orang
dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian atau
dalam hal tertangkap tangan,
untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap
menguasai barang yang dicuri
si-fo� a i �� �қ bri;mso-bidi-font-family:Calibri'> : 34) Di dalam
surat mengandung maksud
untuk memberi pengajaran kepada istri yang dikuatirkan
pembangkangannya. Maka
mula-mula diberi nasehat, bila
nasehat tidak bermanfaat baru
diperbolehkan memukul mereka dengan
pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain
dan seterusnya.
Apabila istri tidak menurut atau
taat kepada suami (nusyuz), tentunya sesuatu
yang baik untuk
ditaati maka suami
boleh melakukan pemukulan akan tetapi tidak boleh keras atau
meninggalkan bekas pada luka tersebut, akan
tetapi karena suami
kesal dan menyinggung
perasaan suami hingga dibuat marah sehingga terjadi pemukulan atau
penganiayaan terhadap istri.
Pada kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suami terhadap
istrinya akan dikenai
pasal 351 ayat (1) tentang penganiayaan yang berbunyi sebagai berikut : “Jika mengakibatkan
mati, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun”.
akan
tetapi kasus tersebut
sampai menghilangkan nyawa
sehingga dikenai Pasal 338 tentang kejahatan menghilangkan nyawa yang berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa
merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan,
dengan pidana penjara
paling lama lima
belas tahun” .
Moeljatno, op. cit., hlm. 125.
Ibid., hlm. 122.
Jika kekerasan terhadap istri kemudian
mengkibatkan kematian seperti kasus yang
diteliti oleh penulis
yakni kekerasan rumah
tangga yang mengakibatkan
kematian. Kasus ini
berawal dari percekcokan
yang dilakukan oleh suami istri
kemudian berpisah selama kurang lebih 5 bulan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi