BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang bertujuan
menghantarkan manusia kepada kesejahteraan
dunia dan kesejahteraan akhirat, lahir juga batin, maka Islam telah mengatur sedemikian rupa tentang perilaku
kehidupan manusia agar tidak terlepas
dari pola hidup yang Islami, dimana telah termaktub di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dalam masalah muamalah, manusia
berhubungan antara yang satu dengan yang
lain saling berinteraksi maupun dalam lapangan ekonomi sosial kemasyarakatan yang tidak lepas dari
aturan-aturan agama Islam yang telah diatur
di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Islam dirancang sebagai rahmat
untuk seluruh umat, untuk menjadikan kehidupan
lebih sejahtera dan lebih bernilai, tidak miskin dan tidak menderita.
Allah telah menentukan rezeki yang tak terkira
bagi para hamba-Nya yang benarbenar mau bekerja dan tetap berusaha guna
memenuhi kebutuhan hidup seharihari, baik berupa materi maupun non materi. Sebagaimana
firman Allah surat AlMaidah ayat 6: Muhammad
Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik ,(Jakarta:Gema Insani
Press,Cet I,2001), 12.
( Artinya: ”Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur..
Maka dari itu sebagai muslim yang baik adalah
mereka yang memperhatikan dunia dan
akhirat secara seimbang. Bukanlah muslim yang baik jika hanya mementingkan urusan akhirat tanpa
memperhatikan urusan dunianya, ataupun
sebaliknya mementingkan urusan dunia tetapi tanpa mementingkan urusan akhirat.
Dalam dunia usaha, Islam telah memberikan
prinsip-prinsip dan etika sebagai acuan,
referensi, dan merupakan kerangka bekerja untuk hidup bermuamalah, khususnya di bidang perekonomian.
Al-Qur’an dan As-Sunnah juga mengisyaratkan
bahwa manusia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menjalankan kegiatan ekonominya dengan
sebaik-baiknya. Maka dari itu diperlukan
kerjasama untuk mencapai kemajuan dan tujuan hidup agar manusia senantiasa saling tolong-menolong antar
sesamanya, sebagaimana dijelaskan dalam
Al-Qur’an Departement Agama RI,Al-Qur’an dan
Terjemahannya,(Surabaya:Mahkota,1990), 159.
Ibid,12.
3 Artinya: ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”. (Al-Maidah : 2) Maka dari
ayat tesebut dapat disimpulkan bahwa Islam tidak pernah membatasi segala bentuk perikatan antar sesama
manusia selama hal yang dilakukan
tidaklah melanggar dari koridor maupun ketentuan syariah. Dan prinsip keadilan dan kesejajaran antar sesama manusia
wajib diperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Perdagangan maupun perniagaan
dalam Islam tidaklah terlepas dari unsur
nilai-nilai moral yang Islami, sehingga dalam menjalankan transaksi perdagangan memiliki acuan untuk bermuamalah
berdasarkan prinsip dan etika dalam
ekonomi Islam. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an: ِ ﻃﺎ
َ ﺒْﻟﺎ ِ
ﺑ ْ ﻢُ
ﻜَ ﻨ ْ ـﻴ
َ ـﺑ ْ
ﻢُ ﻜَﻟا َ ( Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka diantara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(An-Nisa’: 29).
Manusia sebagai makhluk sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain juga
mempunyai banyak kebutuhan. Kebutuhan tersebut digolongkan menjadi 3 golongan yaitu kebutuhan primer, kebutuhan
sekunder, dan kebutuhan tersier.
Departement Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahanya,(Surabaya:Mahkota,1990), 157.
Ibid, 122.
4 Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan
manusia semakin hari semakin bervariasi.
Barang yang semula bukanlah menjadi kebutuhan utama menjadi semakin terasa penting seperti Televisi,
komputer, maupun telepon genggam.
Hal tersebut bersifat sekunder bagimanusia.
Seperti uraian diatas bertitik tolak
kepada sesuatu yang dapat menghilangkan kesempitan manusia, meringankan beban yang menyulitkan mereka,dan
memudahkan jalan-jalan untuk muamalahdan
mubadalah(tukar-menukar) bagi mereka.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat
terlepas dari kebutuhannya berkomunikasi
dengan sesamanya. Dengan kata lain, untuk bertahan hidup, selalu timbul suatu kebutuhan untuk berinteraksi
dengan manusia yang lain.
Jadi, ketika
membicarakan kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan manusia yang lain, manusia juga tidak dapat kontak
sosial dan komunikasi.
Pesatnya pembangunan di segala
bidang mendorong meningkatnya mobilitas
gerak manusia yang cepat dan dinamis sehingga meminta penyampaian informasi yang serba cepat dan dinamis pula.
Atas kebutuhan berinteraksi
tersebut, berbagai macam teknologi komunikasipun
dikembangkan, maka telepon pun menjadi alat komunikasi yang sering digunakan untuk melakukan interaksi
secara tidak langsung. Kebutuhan ini Abdul
Wahab Khalaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam :(Ilmu Ushul Fiqh
,(Jakarta:Rajawali,Cet.3, 1993), 337.
Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu
Pengantar,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,Cet.23,1996), 124.
5 maka telepon pun berinovasi dalam rupatelepon
genggam yang dapat dibawa kemanapun oleh
si pengguna.
Adanya kebutuhan atas telepon
selular membuat jaringan telekomunikasipun
diadakan oleh para pelaku usaha penyedia jasa telekomunikasi. Perusahaan dalam bidang
telekomunikasi yang sering muncul sampai
saat ini adalah mulai dari Telkomsel, Indosat, Xl Axiata dan lain sebagainya.
Dengan semakin banyaknya pelaku usaha
penyelenggara jaringan komunikasi
membuat semakin ketat persaingan usaha antar penyelenggara atau operator komunikasi tersebut. Banyaknya pelaku
usaha dalam bidang ini mempunyai manfaat
bagi konsumen karena kebutuhan konsumen terhadap jasa telekomunikasi yang diinginkan akan terpenuhi
dan semakin lebarnya kebebasan konsumen
memilih berbagai jenis kualitas pelayanan jasa yang diinginkan oleh konsumen.
Akan tetapi disisi lain, fenomena
seperti ini dapat mengakibatkan kedudukan
pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang sehingga posisi konsumen berada pada kondisi yang lemah. Konsumen
menjadi obyek atifitas untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui berbagai promosi, cara penjualan serta penetapan
perjanjian standar yang merugikan. Salah satu faktor utamanya adalah kurangnya tingkat
kesadaran konsumen akan haknya http://id.m.wikipedia.org/jaringan_telepon_di_Indonesia,
Diakses 15 Desember 2012 6 masih rendah. Terlebih banyaknya para pelaku
usaha yang banyak menggunakan prinsip
ekonomi, yaitu bagaimana mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip yang
seperti ini sangat potensial merugikan
kepentingan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kondisi konsumen di Indonesia secaraumum masih
rentan terhadap pelanggaran-pelanggaran
hak dan selalu berada di posisi yang dirugikan. Karena konsumen perlu dilindungi kedudukanya yang
tidak seimbang dengan para pelaku usaha.
Seringkali konsumen tidak berdaya menghadapi posisi yang lebih kuat dari pelaku usaha.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi