BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Nikah adalah salah
satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang
sempurna. Penilaian itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturu nan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara
satu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara
satu dengan yang lain.
Allah telah menciptakan laki - laki dan
perempua n agar dapat berhubungan satu
sama lain, saling mencintai, menghasilkan keturunan dan hidup berdampingan
secara damai dan sejahtera sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah.
Al - Qur’an surah Ar- Ru> m (30) ayat 21, Allah berfirman: Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteridari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda- tanda
bagi kaum yang berfikir” Departemen
Agama RI., Al- Qur’an dan
Terjemahannya, Semarang: CV. Toha Putra, 1989, h. 644 Sesungguhnya pertalian nikah adalah pertalian yang sesungguhnya dalam kehidupan manusia, bukan saja antara suami
istri dan keturunannya, melainkan antara
kedua keluarga.
Baiknya pergaulan antara istri dan suami. akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua
keluarga dari kedua belah pihak sehingga mereka menjadi satu dalam segala
urusan . Dan seseorang akan terpelihara
dari kebinasaan hawa nafsu.
Sabda Rasulullah: Artinya: “Hai pemuda-pemuda,
barangsiapa diantara kamu yang mampu serta berkeinginan hendak menikah, hendaklah dia
menikah, karena sesungguhnya pernikahan itu dapat merundukkan pandangan mata terhadap
orang yangtidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat, dan barangsiapa yang
tidak mampu menikah, hendaklah dia
berpuasa, karena dengan puasa, hawa nafsu terhadap perempuan akan berkurang”. (HR. Jama’ah Ahli H
{adis|) Al - Qur’an menggambarkan sifat
yang luhur bagi ikatan yang dijalani oleh dua orang insan yang berbeda jenis yakni
ikatan dengan gambaran yang dikemukakan melalui beberapa ayat, antara lainayat
21 Surat An - Nisa>’. Dalam ayat
tersebut ikatan perkawinan dinamakan de
ngan ungkapan kata Ash-Shan’ani,
Terjemahan Subul al- Salam, Jilid III,
Surabaya: al- Ikhlas, 1995, h.
393-394 satu ikatan janji yang kokoh.
Sedangkan dalam ayat 187 surat al - Baqarah dinyatakan bahwa jalinan suami istri bagaikan
hubungan antara pakaian.
Demikian
juga halnya menurut Undang- undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di definisikan dalam pasal 1- nya dengan mempergunakan istilah “ikatan
lahir batin”. Arti dari kata ini adalah bahwa perkawinan disamping mem punyai
nilai ikatan yang nyatanya formil, secara lahir dapat tampak juga mempunyai ikatan batin yang dapat dirasakan
terutama oleh orang yang bersangkutan dan ikatan batin ini tentunya merupakan
inti dari perkawinan itu.
Lebih lanjut diterangkan dalam penjelasan
pasal 1 ini bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan
kerohanian, sehingga bukan saja unsur
jasmani tetapi unsur batin berperan penting.
Dari pengertian ini perkawinan mengandung
aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan ialah s aling mendapatkan hak dan
kewajiban serta bertujuan mengadakan
hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong, karena perkawinan termasuk
pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung adanya tu j uan atau maksud mengharapkan kerid}aan Allah SWT.
Tujuan
perkawinan dalam hukum Islam adalah untuk memenuhi hajat tabiat kemanusiaan,
berhubungan antara laki - laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan satu keluarga yang bahagia dengan
dasar cintadan kasih sayang, Achmad
Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta:
PT. Ra ja Grafindo Persada, 1995,
h. 10- Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh
Munakahat, Bogor: Kencana, 2003, h. 10 untuk
memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan -
ketentuan yang telah diatur oleh syari’ah.
Dari rumusan di atas, filosof Islam Imam
Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada 5 (lima) hal, seperti berikut: 1. Memperoleh keturunan yang sah yang akan
melangsungkan keturunan serta memperkembangkan
suku - suku bangsa manusia.
2.
Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.
3.
Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
4.
Membentuk dan mengatur rumah
tangga yang menjadi basis pertama dan masyarakat yang besar di atas dasar
kecintaan dan kasih sayang.
5.
Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab.
Sedangkan
dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tujuan perkawinan dinyatakan
sebagai berikut: “Perkawinan bertujuan
untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, wa rah {mah ”.
Seorang laki - laki yang me njadi suami memperoleh
bagian hak dalam keluarga, demikian juga seorang perempuan yang menjadi istri
dalam satu perkawinan memperoleh berbagai hak pula. Disamping itu merekapun
memikul Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan
Undang-Undang Perkawinan,
Yogyakarta: Liberty, 1997, h.
Kompilasi
Hukum Islam, h. 11 pula kewajiban -
kewajiban sebagai akibat dan mengikatkan diri dalam perk awinan itu.
Hak dan
kewajiban suami istri itu ditegaskan dalam
Al - Qur’an surat AnNisa> ’ ayat 19: Artinya: “ Dan pergaulilah
isterimu secara patut bila tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah)
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak”.
Sedangkan
hak dan kewajiban suami istri dalam Undang - undang perkawinan diatur dalam Pasal 30- 34.
Pasal 30, “ Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk
menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat”.
M.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 1999, h. 62 - Departemen
Agama RI., Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 119
Pasal 31, 1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang
dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama da l am masyarakat.
2.
Masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
3.
Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
Pasal 32, 1.
Suami istri harus mempu nyai tempat kediaman yang tetap.
2. Rumah
kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri
bersama.
Pasal 33, “ Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat
menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir batin yang satu kepada yang lain”.
Pasal 34, 1.
Suami wajib melindungi istrinya
dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
2.
Istri wajib mengatur urusan rumah tangga yang sebaik- baikny a.
3.
Jika suami atau istri melalaikan
kewajibannya masing - masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.
Pada
prinsipnya pergaulan suami istri itu hendaklah: 1. Suami kepala keluarga dan istri ibu rumah
tangga.
Undang-undang
Perkawinandi Indonesia , Surabaya: Arkola, tt., h. 15 - 16 2.
Pergaulan yang makruf atau pergaulan yang baik serta saling menjaga
rahasia masing- masing.
3.
Pergaulan yang sakinah atau pergaulan yang tenteram.
4.
Pergaulan yang diliputi rasa
mawaddah atau cinta mencintai terutama dimasa muda.
5.
Pergaulan yang disertai rah {mah,
yaitu rasa santun menyantuni terutama pada waktu tua men datang .
Jika
suami istri sama- sama menjalankan tanggung jawabnya masing masing, maka akan
terwujudlah kete ntraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah
kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tunt
unan agama, yaitu sakinah mawaddah warah{mah.
Pada
prinsipnya satu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan kebahagiaan
yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang bersangkutan.
Keluarga kekal yang bahagia itulah yang dituju.
Dalam
melaksanakan kehidupan suami istri tentu saja tidak selamanya berada dalam
situasi yang damai dan tentram, tetapi kadang - kadang terjadi juga salah paham antara suami istri atau salah satu
pihak melalaikan kewajibannya, tidak
percaya mempercayai satu sama lain da n lain sebagainya.
M.
Idris Ramulyo, HukumPerkawinan Islam, h.
Abd.
Rahman Ghazaly, FiqhMunakahat, h.
M.
Idris Ramulyo, HukumPerkawinan Islam, h. 98
Dalam keadaan timbul ketegangan
ini, kadang- kadang dapat diatasi, sehingga antara kedua belah pihak menjadi
baik kembali, tetapi adakalanya kesalahpahaman
itu menjadi berlarut, tidak dapat didamaikan dan terus menerus terjadi pertengkara n antara suami istri itu.
Apabila terjadi kemelutyang dapat mengganggu
kebahagiaan keluarga, maka suami istri
harus segera berusaha mengatasi dan menyelesaikannya dengan sebaik - baiknya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi