Kamis, 21 Agustus 2014

Skripsi Syariah:ANALISIS TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA GUGAT CERAI MENJADI TALAK KHULU ‘ (Studi Kasus Terhadap Putusan PA Bawean Nomor.17/ Pdt.G/2007/PA.Bwn )


BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Penilaian itu bukan saja merupakan  satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturu nan, tetapi juga dapat dipandang sebagai  satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi  jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lain.
 Allah telah menciptakan laki - laki dan perempua n agar dapat berhubungan  satu sama lain, saling mencintai, menghasilkan keturunan dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah. Al - Qur’an surah Ar- Ru> m (30) ayat 21, Allah berfirman: Artinya:  “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteridari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih  dan sayang.  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar  terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir”   Departemen Agama RI.,  Al- Qur’an dan Terjemahannya,  Semarang:  CV. Toha Putra, 1989,  h. 644   Sesungguhnya pertalian nikah adalah   pertalian yang sesungguhnya dalam  kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan  antara kedua keluarga. 
Baiknya  pergaulan antara istri dan suami.  akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihak sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan . Dan  seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsu.
 Sabda Rasulullah: Artinya: “Hai pemuda-pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mampu serta  berkeinginan hendak menikah, hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya pernikahan itu dapat merundukkan pandangan mata terhadap orang yangtidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya  dari godaan syahwat, dan barangsiapa yang tidak mampu menikah,  hendaklah dia berpuasa, karena dengan puasa, hawa nafsu terhadap  perempuan akan berkurang”. (HR. Jama’ah Ahli H {adis|)  Al - Qur’an menggambarkan sifat yang luhur bagi ikatan yang dijalani oleh  dua orang insan yang berbeda jenis yakni ikatan dengan gambaran yang dikemukakan melalui beberapa ayat, antara lainayat 21 Surat An - Nisa>’. Dalam  ayat tersebut ikatan  perkawinan dinamakan de ngan ungkapan kata  Ash-Shan’ani, Terjemahan Subul al- Salam, Jilid III,  Surabaya: al- Ikhlas, 1995,  h. 393-394   satu ikatan janji yang kokoh. Sedangkan dalam ayat 187 surat al - Baqarah  dinyatakan bahwa jalinan suami istri bagaikan hubungan antara pakaian.
  Demikian juga halnya menurut Undang- undang No. 1 Tahun 1974 tentang  Perkawinan di definisikan dalam pasal  1- nya dengan mempergunakan istilah “ikatan lahir batin”. Arti dari kata ini adalah bahwa perkawinan disamping mem punyai nilai ikatan yang nyatanya formil, secara lahir dapat tampak juga  mempunyai ikatan batin yang dapat dirasakan terutama oleh orang yang bersangkutan dan ikatan batin ini tentunya merupakan inti dari perkawinan itu.
 Lebih lanjut diterangkan dalam penjelasan pasal 1 ini bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan kerohanian, sehingga bukan saja  unsur jasmani tetapi unsur batin berperan penting.
 Dari pengertian ini perkawinan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan ialah s aling mendapatkan hak dan kewajiban serta  bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong, karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung  adanya tu j uan atau  maksud mengharapkan kerid}aan Allah SWT.
  Tujuan perkawinan dalam hukum Islam adalah untuk memenuhi hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki - laki dan perempuan dalam rangka  mewujudkan satu keluarga yang bahagia dengan dasar cintadan kasih sayang,   Achmad Kuzari,  Nikah Sebagai Perikatan,  Jakarta:  PT. Ra ja Grafindo Persada, 1995,  h. 10-  Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Bogor: Kencana, 2003, h. 10   untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan - ketentuan yang telah diatur oleh syari’ah.
 Dari rumusan di atas, filosof Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinan kepada 5 (lima)  hal, seperti berikut: 1.  Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta  memperkembangkan suku - suku bangsa manusia.
 2.  Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.
 3.  Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
 4.  Membentuk dan  mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dan masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.
 5.  Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal  dan memperbesar rasa tanggung jawab.
  Sedangkan dalam  Pasal 3  Kompilasi Hukum Islam tujuan perkawinan dinyatakan sebagai berikut:  “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan  rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rah {mah ”.
  Seorang  laki - laki yang me njadi suami memperoleh bagian hak dalam keluarga, demikian juga seorang perempuan yang menjadi istri dalam satu perkawinan memperoleh berbagai hak pula. Disamping itu merekapun memikul   Soemiyati,  Hukum Perkawinan Islam  dan  Undang-Undang Perkawinan,  Yogyakarta:  Liberty, 1997, h.
  Kompilasi Hukum Islam, h. 11   pula kewajiban - kewajiban sebagai akibat dan mengikatkan diri dalam perk awinan  itu.
  Hak dan kewajiban suami istri itu ditegaskan dalam  Al - Qur’an surat AnNisa> ’ ayat 19: Artinya: “ Dan pergaulilah isterimu secara patut bila  tidak menyukai mereka,  (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
  Sedangkan hak dan kewajiban suami istri dalam Undang - undang  perkawinan diatur dalam Pasal 30- 34.
 Pasal 30, “ Suami  istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan  rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.
  M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta:  Bumi Aksara, 1999, h. 62 -   Departemen Agama RI., Al- Qur’an dan Terjemahnya, h. 119    Pasal 31, 1.  Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami  dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama da l am  masyarakat.
 2.  Masing- masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
 3.  Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
 Pasal 32, 1.  Suami istri harus mempu nyai tempat kediaman yang tetap.
 2.  Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.
 Pasal 33, “ Suami  istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,  setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain”.
 Pasal 34, 1.  Suami  wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
 2.  Istri wajib mengatur urusan rumah tangga yang sebaik- baikny a.
 3.  Jika  suami atau istri melalaikan kewajibannya masing - masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.
  Pada prinsipnya pergaulan suami istri itu hendaklah: 1.  Suami kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
  Undang-undang Perkawinandi Indonesia , Surabaya: Arkola, tt., h. 15 - 16   2.  Pergaulan yang makruf atau pergaulan yang baik serta saling menjaga rahasia  masing- masing.
 3.  Pergaulan yang sakinah atau pergaulan yang tenteram.
 4.  Pergaulan  yang diliputi rasa mawaddah atau cinta mencintai terutama dimasa  muda.
 5.  Pergaulan  yang disertai rah {mah, yaitu rasa santun menyantuni terutama pada  waktu tua men datang .
  Jika suami istri sama- sama menjalankan tanggung jawabnya masing masing, maka akan terwujudlah  kete ntraman  dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup  berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tunt unan agama, yaitu  sakinah  mawaddah warah{mah.
  Pada prinsipnya satu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan kebahagiaan yang kekal (abadi) bagi pasangan suami istri yang bersangkutan.
 Keluarga kekal yang bahagia itulah yang dituju.
  Dalam melaksanakan kehidupan suami istri tentu saja tidak selamanya berada dalam situasi yang damai dan tentram, tetapi kadang - kadang terjadi juga  salah paham antara suami istri atau salah satu pihak melalaikan kewajibannya,  tidak percaya mempercayai satu sama lain da n lain sebagainya.
  M. Idris Ramulyo, HukumPerkawinan Islam, h.
  Abd. Rahman Ghazaly, FiqhMunakahat, h.
  M. Idris Ramulyo, HukumPerkawinan Islam, h. 98    Dalam keadaan timbul ketegangan ini, kadang- kadang dapat diatasi, sehingga antara kedua belah pihak menjadi baik kembali, tetapi adakalanya kesalahpahaman  itu menjadi berlarut, tidak dapat didamaikan dan terus menerus  terjadi pertengkara n antara suami istri itu.
 Apabila terjadi kemelutyang dapat mengganggu kebahagiaan keluarga,  maka suami istri harus segera berusaha mengatasi dan menyelesaikannya dengan  sebaik - baiknya.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi