BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu proses perdata, salah
satu tugas hakim
adalah untuk menyelidiki apakah
suatu hubungan hukum
yang menjadi dasar
gugatan benarbenar ada atau
tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat menginginkan
kemenangan dalam suatu
perkara. Apabila penggugat berhasil untuk
membuktikan dalil-dalilnya yang
menjadi dasar gugatanya,
maka gugatanya akan dikabulkan.
Tidak semua
dalil yang menjadi
dasar gugatan harus
dibuktikan kebenaranya,
sebab dalil-dalil yang
tidak disangkal, apalagi
diakui sepenuhnya olek pihak lawan, tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam
soal pembuktian tidak selalu pihak penggugat saja yang harus membuktikan
dalilnya. Hakim yang memeriksa perkara
itu yang akan
menentukan siapa diantara
pihak-pihak yang berperkara akan diwajibkan
unyuk memberikan bukti,
apakah itu pihak
penggugat atau sebaliknya, yaitu
pihak tergugat. Dengan perkara
lain hakim sendiri
yang menentukan pihak yang mana
akan memikul beban
pembuktian. Dimana soal menjatuhkan
beban pembuktian, hakim harus bertindak arif dan bijaksana, serta tidak boleh
berat sebelah semua
peristiwa dan keadaan
yang konkrit harus diperhatikan secara seksama olehnya.
Selain untuk hal yang diakui atau
setidak-tidaknya tidak disangkal, masih terdapat satu hal lagi yang tidak harus
dibuktikan, ialah berupa hal-hal yang telah diketahui oleh khalayak ramai,
hal yang disebut terakhir ini dalam
hukum acara perdata disebut fakta
notoir. Adalah sudah diketahui oleh khalayak ramai, sudah merupakan pengetahuan
umum, merupakan fakta notoir bahwa pada hari minggu semua kantor-kantor
pemerintah tutup, dan bahwa harga tanah di kota, terutama di Jakarta, lebih
mahal daripada harga
tanah di desa.
Fakta notoir merupakan hal atau
keadaan yang sudah diketahui pula sendiri oleh hakim.
Membuktikan
suatu peristiwa, mengenai
adanya suatu hubungan
hukum, adalah suatu cara
untuk meyakinkan hakim
akan kebenaran dalil-dalil
yang menjadi dasar gugat,
atau dalil-dalil yang
digunakan untuk menyangkal
tentang kebenaran
dalil-dalil yang di
kemukakan oleh pihak
lawan.
Berbeda
dengan azas yang terdapat
dalam hukum acara
pidana, dimana seorang
tidak bisa dipersalahkan telah
melakukan tindak pidana, kecuali apabila berdasarkan buktibukti yang sah hakim
memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa, dalam hukum acara perdata
untuk memenangkan seseorang,
tidak perlu adanya keyakinan hakim. Alat-alat bukti
yang sah, dan
berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim
akan mengambil keputusan
siapa yang menang
dan siapa yang kalah.
Dengan perkataan lain,
dalam hukum acara
perdata, cukup dengan kebenaran formil saja.
Pasal 163
HIR/Pasal 283 R.Bg
dan Pasal 1865
BW, menyatakan bahwa barang siapa
yang: Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara
Perdata Dalam Teori dan Praktek, ed. Revisi 10, Bandung: Mandar Maju, 2005, hlm.
Ibid, hlm.
Mukti
Arto, Praktek Perkara Perdata
Pada Pengadilan Agama, ed.
Revisi 6, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005 hlm.
Ibid, hlm - Mengaku mempunyai suatu hak, atau -
Mengemukakan suatu peristiwa ( keadaan ) untuk menguatkan haknya - Membantah
hak orang lain, maka ia harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.
Hakimlah yang menetapkan kapada siapa dibebankan
pembuktian. Pihak yang dibebankan wajib bukti mengandung resiko bahwa jika
tidak berhasil maka ia akan dikalahkan.
Baik penggugat maupun
tergugat dapat dibebankan pembuktian.
Pembuktian harus berisi
adanya peristiwa atau
hak yang menjadi sengketa dan
relevan dengan pokok
perkara, sehingga dikemukakan
adanya hubungan hukum antara
dua pihak.
Macam-macam Alat bukti dalam
perkara perdata ialah: Alat
bukti dalam praktek
perkara perdata menurut
pasal HIR/Pasal 284 R.Bg 1. Alat bukti surat 2. Alat
bukti saksi 3. Alat bukti persangkaan 4. Alat bukti pengakuan 5. Alat bukti
sumpah 6. Pemeriksaan ditempat (Pasal 153 HIR/Pasal 180 R.Bg) 7. Saksi Ahli
(Pasal 154 HIR/ Pasal 181 R.Bg) 8. Pembukuan (Pasal 167 HIR/ Pasal 296 R.Bg) 9.
Pengetahuan Hakim (Pasal 178 (1) HIR,UU-MA No.14/1985) Mukti Arto, op.cit, hlm Ibid, hlm.
Terhadap dokumen elektronik kiranya dapat
dilakukan analogi mengingat kelemahan
KUHPerdata tersebut, dalam
menjalankan tugasnya penyidik
harus dengan cerdik menggunakan
definisi dokumen elektronik
yang dapat diterima sebagai alat bukti. Pada dasarnya
dalam praktik peradilan, hakim sudah menerima dokumen elektronik sebagai alat
bukti, meskipun hal ini mungkin dilakukan tanpa sadar. Dalam kasus-kasus pidana
yang berhubungan dengan perbankan umumnya rekening Koran
atau dokumen apapun
yang berisikan data
nasabah berikut laporan
keuangannya dihadirkan sebagai alat bukti surat.
Padahal yang dimaksud dengan
rekening koran sebenarnya adalah cetakan (print out) laporan keuangan nasabah
yang dalam bentuk aslinya berupa dokumen elektronik (file komputer).
Prosedur sistem perbankan modern saat ini
seluruhnya menggunakan komputer sebagai petugas yang secara otomatis mendebit
rekening nasabah (misalnya pengambilan
lewat ATM atau pengambilan melalui
cek dan giro), atau
secara otomatis menambahkan
bunga atas dana
nasabah. Seluruh proses ini
dicatat oleh komputer
dan disimpan dalam
bentuk file. Dengan demikian seluruh
proses pembuktian kasus-kasus
perbankan dalam kaitannya dengan dana nasabah sangatlah
mustahil didasarkan pada dokumen yang aslinya berbentuk kertas. Kalaupun ada
dokumen berbentuk kertas
maka itu hanyalah cetakan file
komputer pada bank
yang bersangkutan. Dengan
diterimanya rekening koran tersebut sebagai alat bukti surat maka hal
ini dapat menjadi dasar bagi penyidik untuk menggunakan cetakan file komputer
sebagai alat bukti surat.
Doktrin tentang hal ini juga
diberikan oleh Subekti. Menurut Subekti pembuktian Supratomo Heru, Hukum dan Komputer. Bandung:
Alumni,1996.hlm adalah upaya meyakinkan
hakim akan hubungan hukum yang sebenarnya antara para pihak dalam perkara,
dalam hal ini antara bukti-bukti dengan tindak pidana yang didakwakan.
Dalam
mengkonstruksikan hubungan hukum
ini, masing-masing pihak menggunakan alat bukti untuk
membuktikan dalil-dalilnya dan meyakinkan hakim akan kebenaran
dalil-dalil yang dikemukakan.
Untuk itu hakim
patut menerima dalil-dalil para
pihak (jaksa ataupun
terdakwa) tanpa harus
dikungkung oleh batasan alat-alat
bukti sepanjang dalil
tersebut memenuhi prinsip-prinsip logika.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi