BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berdirinya PT. Bank Muamalat Tbk. pada tahun
1992 merupakan tanda lahirnya Perbankkan
Syari’ah diIndonesia. Hadirnya Perbankkan Syari’ah tersebut banyak dinantikan oleh masyarakat
Indonesia yang mayoritas muslim, karena
mereka menginginkan cara hidup yang berlandaskan nilai-nilai syari’ah dalam transaksi keuangan / ekonominya
juga(supaya terhindar dari riba, gharar, maisir dan sebagainya).
Secara konseptual fungsi bank adalah sebagai
lembaga intermediasi yaitu untuk
menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam pemberdayaan sektor riil. Sistem keuangan
syari’ah memang sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman serta sudah menjadi kewajiban sejarahnya untuk lahir dan tumbuh menjadi sistem ekonomi
keuangan alternatif-solutif. Karena keuangan
syari’ah dapat memberikan kontribusi positif dalam memobilisasi dana investasi dalam memacu aktifitas ekonomi
masyarakat sehingga membantu menumbuhkan
perekonomian negara.
Dalam Undang-Undang Perbankkan dinyatakan
secara tegas, bahwa pembinaan dan
pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Berkaitan
Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 29 ayat 1.
dengan
Perbankan Islam, tugas pokok Bank Indonesia adalah membuat aturanaturan
strategis dan teknis yang berupa norma-norma hukum yang diberlakukan terhadap seluruh stakeholderuntuk mendukung perkembangan
Bank Islam.
Bentuk pengawasan BI bisa berupa aspek
administratif, aspek keuangan dan aspek
pengawasan syari’ah.
Aspek
administratif antara lain tentang perubahan
kegiatan usaha dan pembukaan kantor cabang syari’ah dan pendirian bank yang berdasarkan prinsip syari’ah.
Sedangkan dalam aspek keuangan adalah BI
memiliki wewenang untuk menetapkan batas maksimum pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah yang harus di
patuhi oleh Bank Islam. Untuk pengawasan
syari’ah, BI menyerahkan kewenangan tersebut kepada Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang ada dalam
bank-bank tersebut. DPS pada masingmasing bank syari’ah bertanggung jawab
terhadap Dewan Syari’ah Nasional (DSN).
DSN adalah satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan,
produk dan jasa keuangan syari’ah, serta
mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syari’ah di Indonesia.
Sesuai dengan Undang - Undang Perbankkan
Syari’ah pasal 1 ayat 7, bank merupakan
unit bisnis yang menjalankan aktifitas usaha juga, dimana setiap aktifitas usaha selalu dihadapkan dengan
risiko dan return dengan tingkat Wirdyaningsih, dkk. Bank dan Asuransi Dalam
Islam di Indonesia, hal.90 Afnil Guza,
UU Perbankkan Syari’ah No.21 Tahun 2008 dan Surat Berharga Syari’ah Negara No.19 Tahun 2008, hal.3 kompleksitas yang beragam dan melekat pada
kegiatan usahanya.
Risiko
dalam konteks perbankkan merupakan suatu
kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan
(anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan
permodalan bank. Seperti risiko yang
berkaitan dengan produk-produk pembiayaan (mudharabah, musyarokah dan
sebagainya) yang diakibatkan karenaketidakjujuran nasabah, dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) pegawai yang kurang
kuantitatif dan kualitatif yang
berpengaruh pada iklim kerja operasional Perbankkan Syari’ah dan risiko yang di akibatkan oleh keadaanekonomi makro
seperti krisis global pada saat ini.
Risiko-risiko tersebut tidak dapat dihindari
atau dihilangkan sepenuhnya, tetapi
dapat dikendalikan dan dikelola agar risiko tersebut bisa berkurang. Oleh karena itu, sebagaimana lembaga perbankkan
pada umumnya, bank syari’ah juga membutuhkan
serangkaian prosedur dan metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantaudan
mengendalikan risiko yang akan timbul
dari kegiatan usaha tersebut dengan
tingkat risiko yang wajar secara terarah,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memperoleh keuntungan yang optimal.
Jika
dikaitkan dengan perkembangan bank syari’ah beberapa tahun ini hasilnya cukup menggembirakan. Tercatat pula
perkembangan likuiditas Perbankkan
Syari’ah yang meningkat. Namun seiring dengan itu bank syari’ah Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, hal.357 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih
dan Keuangan, hal.255 masih sulit untuk
menghindari posisi yangmismatched, yaitu ketidaksesuaian jangka waktu antara penerimaan dan penyaluran
dana, yang jika risiko tersebut tidak
segera ditanggulangi maka berpotensi menimbulkan masalah yang lebih besar dan struktural.
Di kalangan perbankkan, sejak dahulu selalu
timbul pertentangan kepentingan
(conflict of interest) antara liquiditi dan profitabilitas, artinya jika bank memperbesar likuiditasnya dengan menjaga
cadangan kas, maka bank tidak dapat
memakai dana tersebut untuk mendapatkan
profit secara optimal, sedangkan untuk
mendapatkan profit yang optimal maka bank akan memakai/memanfaatkan kas agar tersalurkan ke
pembiayaan sepenuhnya.
Karena
jika uang yang mengendap/idle funddibank terlalu banyak dan lama, lambat laun bank akan mengalami collapskarena
harus memenuhi kewajibannya kepada para
nasabah dan juga untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya seharihari, sehingga
bank wajib untuk menyalurkan uang tersebut agar mendapat keuntungan yang nantinya akan dibagi antar
pihak bank dan nasabah.
Namun jika bank mempunyai kelebihan cadangan
likuiditas dan untuk meningkatkan
profitabilitasnya, cadangan tersebut seluruhnya disalurkan ke sektor riil maka bank juga akanmenghadapi
posisi yang sulit/mismatched, yaitu ketidaksesuaian
jangka waktu antara penerimaan imbalan dari pembiayaan yang disalurkan dengan kewajiban yang harus
dilaksanakan kepada nasabah seharihari, misalnya deposito yang sudah jatuh
tempo, pengambilan dana besar-besaran Muchdarsyah
Sinungan, Manajemen Dana Bank, Hal.75 oleh
nasabah yang secara tiba-tiba, permintaan nasabah terhadap pinjaman dan sebagainya.
Menurut Adiwarman Azwar Karim, direktur utama
Karim Bussines Consulting(KBC) bahwa : “Bank syari’ah lebih membutuhkan likuiditas
dibandingkan dengan bank konvensional,
karena tingkat Financing to Deposit Ratio(FDR) bank syari’ah sekarang mencapai 113%, sedangkan
bank konvensional Loan to Deposit
Ratio(LDR) hanya 50% dan sisanya dimainkan pada surat berharga, sehingga jika ada nasabah yang ingin
menarik depositonya bank syari’ah akan
mengalami kesulitan likuiditas”.
Meskipun
disisi lain bank syari’ahsecara tidak langsung berarti sudah dikenal masyarakat luas, karena banyak yang
menggunakan produk pembiayaannya untuk
investasi ke sektorriil hingga jumlahnya mencapai 113% melebihi batas rasio penyaluran pembiayaan,
yang memang secara prinsip Islam mengajarkan
kepada kita untuk saling peduli terhadap yang lain. Namun dengan tingkat FDR yang tinggi tersebut juga akan
membuat kekhawatiran tersendiri karena
13% asset bank jugaikut masuk untuk dana investasi pembiayaan riil, Sehingga jika terjadi kredit macet makabank
akan lebih kesulitan juga untuk memenuhi
likuiditasnya kepada nasabah.
Selama ini sarana untuk menempatkan kelebihan
likuiditas diPerbankkan Syari’ah sudah ada
yakni instrumen diPasar Uang Antarbank Syari’ah (PUAS) dengan piranti Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syari’ah
(SIMA) dan instrumen yang terbitkan oleh Bank Indonesia adalah Http://www.inilah.com/2008/, Ketatnya Likuiditas
Menghantam Sektor Finansial, oleh:E2.
Sertifikat
Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI), dengan akad wadi’ah/titipan yang besaran imbalannnya / bonus sekitar 3% - 4%
yang tidak dijanjikan di depan.
Namun
bagi bank-bank syari’ah instrumen ini dirasa tidak menguntungkan karena imbalannya cukup kecil,
sedangkan dalam bank konvensional
tingkat bunga sekitar 8%. Hal ini membuat keadaan bank syari’ah jadi tidak kondusif, sehingga bank
syari’ahlebih banyak memilih untuk investasi langsung ke pembiayaan sektor riil dengan
tingkat keuntungan yang mungkin lebih
besar dari pada harus menitipkan cadangan likuiditasnya ke instrumen Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI).
Kini bank syari’ah memiliki alternatif
tambahan dalam pengelolaan dana investasinya.
Bank Indonesia telah menerbitkan instrumen
Sertifikat Bank Indonesia
Syari’ah (SBIS), Instrumen khusus Perbankkan Syari’ah ini menggantikan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia
(SWBI) yang selama ini berlaku
sebagaimana Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syari’ah (SBIS).
Pasar
Uang Antarbank Syari’ah (PUAS) dengan menggunakan piranti SIMA adalah sebagai sarana investasi bagi bank
yang kelebihan cadangan likuiditas untuk
mendapatkan keuntungan dan dilain pihak untuk mendapatkan dana jangka pendek bagi bank syari’ah yang
mengalami kekurangan dana baik dalam
bentuk rupiah ataupun valuta asing. Instrumen ini secara resmi diatur Http://Www.agustianto.niriah.com/2008/04,
Mengapa SBI Syari’ah?, oleh: Agustianto.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi