Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:FORMULASI PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT YANG IDEAL (Analisis Terhadap Urgensi Ketinggian Tempat Dan Penggunaan Waktu Ihtiyat Untuk Mengatasi Urgensi Ketinggian Tempat Dalam Formulasi Penentuan Awal Waktu Shalat)


 BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Persoalan  shalat  merupakan  persoalan  fundamental  dan  signifikan  dalam  Islam.  Dalam penetapan waktu shalat  ditemukan bahwa teks-teks yang dijadikan  landasan  bersifat  interpretatif.  Sebagai  implikasinya  muncul  perbedaan  dalam  menetapkan  awal  waktu  shalat.  Kelompok  pertama  berpandangan  bahwa  awal  waktu shalat ada tiga. Sementara itu, kelompok kedua menyebutkan bahwa awal  waktu shalat ada lima.
 Pendapat  pertama  banyak  diterima  oleh  golongan  Syiah.  Sedangkan  mayoritas  muslim  di  Indonesia,  lebih  memegangi  pendapat  yang  kedua,  berdasarkan pemahaman terhadap ayat-ayat sebagai berikut “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan  memuji  Tuhanmu,  sebelum  terbit  matahari  dan  sebelum  terbenamnya  dan  bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di  siang hari, supaya kamu merasa senang,  (QS. Thaha: 130)  Menurut  Muhammad  Jawad  Muqniyyah,  dalam  kitab  At-Tafsir  al-Kasif,  15: sebagaimana yang dikutip oleh  Susiknan Azhari,  Awal Waktu Salat Perspektif Syar’I dan Sains,  bisa diakses di www.ilmufalak.or.id   Departemen  Agama  Republik  Indonesia,  Al  Qur’an  dan  Terjemahannya,  Yayasan  Penyelenggara dan Penterjemah Tafsir Al Quran, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, hlm. 492   Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan  (dirikanlah  pula  shalat)  Subuh.  Sesungguhnya  shalat  Subuh  itu  disaksikan  (oleh malaikat). (QS. Al-Isra: 78 ”Dan  dirikanlah  sembahyang  itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan  pada  bahagian  permulaan  daripada  malam.  Sesungguhnya  perbuatanperbuatan  yang  baik  itu  menghapuskan  (dosa)  perbuatan-perbuatan  yang  buruk.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS. Al Hud: 114)  “Maka  bertasbihlah  kepada  Allah  diwaktu  kamu  berada  dipetang  hari  dan  waktu kamu berada diwaktu Subuh. Dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan  bumi dan diwaktu kamu berada pada petang hari dan diwaktu kamu berada  diwaktu Dzuhur. (QS. Ar Rum: 17-18)  Didukung oleh hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah r.a  Ibid, hlm.
 Ibid, hlm. 344-  Ibid, hlm. 643   Dari Jabir bin Abdullah r.a berkata telah datang kepada Nabi SAW. Jibril a.s  lalu  berkata  kepadanya  bangunlah,  lalu  bersembahyanglah  kemudian  Nabi  salat  Dzuhur  dikala matahari tergelincir. Kemudian ia datang lagi kepadanya  di waktu  Ashar  lalu  berkata,  bangunlah  lalu sembahyanglah,  kemudian Nabi  salat  Ashar  di  kala  bayang-bayang  sesuatu  sama  dengannya.  Kemudian  ia  datang lagi kepadanya di waktu  Maghrib  lalu berkata bangunlah , kemudian  Nabi  shalat  Maghrib  dikala  matahari  terbenam.  Kemudian  datang  lagi  kepadanya  di  waktu  Isya  lalu  berkata  :  bangunlah  dan  salatlah  kemudian  Nabi salat  Isya  dikala mega merah telah terbenam. Kemudian ia datang lagi  kepadanya di waktu fajar lalu berkata : bangun dan salatlah, kemudian Nabi  shalat fajar di kala fajar menyingsing, atau ia berkata: di waktu fajar besinar.
Kemudian  ia  datang  pula  esok  harinya  pada  waktu  Dzuhur  kemudian  ia  berkata padanya bangunlah lalu shalatlah kemudian Nabi salat  Dzuhur  dikala  bayang-bayang  suatu  sama  dengannya.  Kemudian  datang  lagi  kepadanya  di  waktu  Ashar  dan ia berkata : bangunlah dan shalatlah kemudian Nabi shalat  Ashar  dikala  bayang-bayang  matahari  dua  kali  sesuatu  itu.  Kemudian  ia  datang  lagi  kepadanya  di  waktu  Maghrib  dalam  waktu  yang  sama,  tidak  bergeser dari waktu  yang sudah. Kemudian ia datang lagi di waktu  Isya  di  kala  telah  lalu  separo  malam,  atau  ia  berkata  telah  hilang  sepertiga  malam,  kemudian Nabi shalat Isya. Kemudian ia datang lagi kepadanya di kala telah  bercahaya  benar  dan  ia  berkata  bangunlah  lalu  shalatlah,  kemudian  Nabi  shalat fajar, kemudian  Jibril berkata saat dua  waktu itu adalah waktu shalat.
(HR. Imam Ahmad, Nasai dan Thirmidzi)  Berdasarkan  pemahaman  terhadap  ayat-ayat  Al-quran  maupun  Hadis  tersebut,  ketentuan  waktu-waktu  shalat  dapat  dirincikan  sebagai  berikut:  (1)  Dzuhur,  Waktu  Dzuhur  dimulai  sejak  matahari  tergelincir,  yaitu  sesaat  setelah  matahari mencapai titik kulminasi  dalam peredaran hariannya, sampai tiba waktu   Muhammad Bin  Ali Bin Muhammad  Asy-Syaukani  ,  Nailul Authar,  Beirut-Libanon :  Dal al-Kitab, jilid I,, hlm   Program Hadis Kutubus Sittah, kitab abwab as-shalat, no 001   Ashar, (2)  Ashar, waktu  Ashar  dimulai saat panjang bayang-bayang suatu benda  sama  dengan  bendanya  ditambah  dengan  panjang  bayang-bayang  saat  matahari  berkulminasi  sampai  tibanya  waktu  Maghrib,  (3)  Maghrib,  waktu  Maghrib dimulai  sejak  matahari  terbenam  sampai  tiba  waktu  Isya,  (4)  Isya,  waktu  Isya  dimulai  sejak  hilang  mega  merah  sampai  separuh  malam  (ada  juga  yang  menyatakan  akhir  salat  Isya  adalah  terbit  fajar),  dan  (5)  Subuh,  waktu  Subuh dimulai sejak terbit fajar sampai terbit matahari.
Secara  syari,  dalam  menunaikan  kelima  waktu  shalat  tersebut,  kaum  muslimin  terikat  pada  waktu-waktu  yang  sudah  ditentukan  sebagaimana  Firman  Allah dalam surat An Nisa (4): 103, yaitu: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu  berdiri,  di  waktu  duduk  dan  di  waktu  berbaring.  Kemudian  apabila  kamu  telah  merasa  aman,  Maka  dirikanlah  shalat  itu  (sebagaimana  biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas  orang-orang yang beriman. (QS. An Nisa: 103)  Dari ayat ini, Az Zamakhsyariy berkomentar bahwa seseorang tidak boleh  mengakhirkan  waktu  dan  mendahulukan  waktu  shalat  seenaknya  baik  dalam  keadaan  aman  atau  takut.
 Penggunaan  lafaz  “Kaanat”  menujukkan  keMudawamah-an  (continuitas)  suatu  perkara,  maksudnya  ketetapan  waktu  shalat   Ibid, hlm.
 Lihat Az Zamakhsyariy, Tafsir Al Khasyaf, Beirut: Daar Al Fikr, 1997, juz I, hlm. 240   tak  akan  berubah  sebagaimana  dikatakan  oleh  Al  Husain  bin  Abu  Al  „Izz  Al  Hamadaniy.
 Dalam  Tafsir  Ibnu  Katsir  dijelaskan  bahwa,  Firman  Allah  Taala  “Sesungguhnya  shalat  itu  merupakan  kewajiban  yang  ditentukan  waktunya  bagi  kaum  mukmin”  yakni  difardhukan  dan  ditentukan  waktunya  seperti  ibadah  haji.
Maksudnya,  jika  waktu  shalat  pertama  habis  maka  shalat  yang  kedua  tidak  lagi  sebagai  waktu  shalat  pertama,  namun  ia  milik  waktu  shalat  berikutnya.  Oleh  karena itu, orang yang kehabisan waktu suatu shalat, kemudian melaksanakannya  diwaktu lain, maka sesungguhnya dia  telah melakukan dosa besar. Pendapat lain  mengatakan  “silih  berganti  jika  yang  satu  tenggelam,  maka  yang  lain  muncul”  artinya jika suatu waktu berlalu, maka muncul waktu yang lain.
Sedangkan dalam  Tafsir Manaar   mengungkap, sesungguhnya  shalat itu  telah  diatur  waktunya  oleh  Allah  SWT.   اًباتك   berarti  wajib  mua'kkad  yang  telah  ditetapkan  waktunya  dilauhil  mahfudz. berarti  sudah  ditentukan  batasanbatasan waktunya.
Dari beberapa tafsiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsekuensi  logis dari ayat tersebut adalah shalat tidak bisa dilakukan dalam sembarang waktu,  melainkan  harus  mengikuti  atau  berdasarkan  dalil-dalil  baik  dari  Al-Quran  maupun Al-Hadis.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi