BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan
yang dalam pelaksanaannya melahirkan
suatu konsep pemindahan
pengalaman kepada anak
didik serta mengembangkannya itu kemudian menempati
tempat khusus dalam
proses belajar-mengajar.
Berdasarkan fungsi
dan tanggungjawab tersebut,
maka sebagaimana yang tercantum dalam
UU No. 20 Tahun 2003
tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa: ”Tujuan
Pendidikan Nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha
Esa,
berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab” Berdasarkan hal
tersebut berarti kurikulum
sekolah diharapkan mampu mengantarkan
peserta didik untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Sedangkan untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional,
tidak akan sampai
ke arah tersebut tanpa didukung oleh kepemimpinan
kepala madrasah yang efektif dan
berkualitas.
Kepemimpinan yang efektif
merupakan realisasi perpaduan bakat dan pengalaman kepemimpinan
dalam situasi yang
berubah-ubah, karena berlangsung
melalui interaksi antar sesama
manusia. Maka begitu pentingnya kepemimpinan itu dalam kehidupan manusia, Rasulullah SAW bersabda: Undang-undang
Repubik Indonesia No.20
Thn 2003 tentang
Sisdiknas (Bandung: Citra Umbara),
hlm. 6.
“aku pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: Kamu
semua adalah pemimpin
dan kamu semua
bertanggung jawab atas rakyat
yang dipimpinnya, (Muttafaqun „Alaih).
Dalam
hadits tersebut memberikan
interpretasi tentang kepemimpinan, bahwa manusia dituntut untuk
mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.
Dalam memanfaatkan
kepemimpinan ini, potensi
akan bertumbuh dan berkembang
dengan baik apabila dikembangkan dengan niat baik dan i’tikad yang baik pula.
Kepemimpinan dan
pemimpin dibutuhkan untuk
mengefisienkan setiap langkah
atau kegiatan yang
berarti. Dan hanya
pemimpin-pemimpin yang bersedia mengakui bakat-bakat, kapasitas,
inisiatif dan kemauan baik dari para pengikutnya (rakyat, anak
buah, individu dan
kelompok-kelompok individu yang di pimpin) untuk berinisiatif dan bekerja
sama secara kooperatif, hanya pemimpin sedemikian
inilah yang mampu
menjamin kesejahteraan lahir
dan batin masyarakat luas.
Kepala madrasah sebagai pemimpin lembaga pendidikan dengan
berbagai fungsi dan
perannya, adalah orang
yang bertanggungjawab atas
segala aktifitasnya, maju
atau mundur, baik
atau jelek kualitas
pendidikan yang Imam Nawawi, op.cit., hlm. 512.
dipimpinnya.
Maka keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala madrasah.
Dalam
memimpin lembaga pendidikan,
seorang pemimpin kepala madrasah harus
mampu mendukung pendidikannya
baik dari segi
mata pelajaran maupun di luar jam
mata pelajaran.
Berbagai reformasi
dalam bidang pendidikan,
diantaranya adalah dengan diluncurkannya Peraturan Mendiknas No. 22
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah
dan Peraturan Mendiknas
No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Untuk mengatur
pelaksanaan peraturan tersebut
pemerintah mengeluarkan pula Peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006.
Ketiga
peraturan tersebut memuat
beberapa hal penting
diantaranya bahwa satuan
pendidikan dasar dan
menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah, yang kemudian dipopulerkan dengan istilah
KTSP. Di dalam KTSP, struktur kurikulum
yang dikembangkan mencakup
tiga komponen yaitu:
(1) mata pelajaran; (2) muatan lokal dan (3)
pengembangan diri.
Komponen
pengembangan diri merupakan
komponen yang relatif
baru dan berlaku untuk
dikembangkan pada semua jenjang pendidikan. Pendidikan formal tidak
lengkap apabila di
dalamnya kurang memperhatikan
tentang pengembangan diri
siswa. Kegiatan pengembangan diri
bukanlah bagian dari Marno, Islam by
Management and Leadership (Lintas Pustaka, 2007), hlm. 54.
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009),
hlm. 413.
Ibid..
pelajaran
yang harus diasuh
oleh guru, tetapi
bisa juga difasilitasi
oleh konselor, atau
tenaga kependidikan yang
dapat dilakukan dalam
bentuk kegiatan ekstra
kurikuler.
Pelaksanaan
kegiatan pengembangan diri
juga berbeda dengan
pelaksanaan dengan kegiatan
belajar mengajar pada
mata pelajaran. Kegiatan
pengembangan diri lebih
banyak dilakukan di
luar jam reguler.
Dengan adanya kegiatan
pengembangan diri, siswa akan disibukkan
dengan kegiatan yang sifatnya lebih
ekspresif, bukan hanya terkekang dengan aktifitas dalam kelas.
Kegiatan pengembangan
diri juga harus
disampaikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerah masing-masing.
Berbagai jenis pengembangan diri salah
satunya dapat dilakukan
melalui kegiatan BK
dan kegiatan ekstra kurikuler. Melalui
kegiatan ini, bakat
dan minat siswa
dapat tersalurkan, karena
kegiatan ini merupakan
media penyaluran bakat
dan minat siswa.
Kegiatan BK
merupakan sarana untuk
menyediakan data tentang
kebutuhan bakat dan minat siswa. Data tersebut merupakan dasar dalam
penyelenggaraan kegiatan pengembangan
diri. Adapun kegiatan
ekstra kurikuler merupakan media dalam menyalurkan bakat dan minat
tersebut.
Namun, pada
kenyataanya saat ini
kegiatan pengembangan diri
kurang mendapatkan dukungan,
baik dari pihak
sekolah maupun orang
tua siswa.
Kegiatan pengembangan diri hanya
dianggap sebagai kegiatan penunjang dan bukan
sebagai kegiatan pokok/utama yang harus dipelajari oleh siswa. Hal itu E.
Mulyasa, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP)
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 283.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi