Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:IMPLEMENTASI MANAJEMEN KESISWAAN DALAM MENINGKATKATKAN SPIRITUAL QUOTIENT SISWA DI SMPN 2 TUREN MALANG


 BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang  Untuk  mencapai  tujuan  pendidikan  yang  berkualitas  diperlukan  manajemen  pendidikan  yang  dapat  memobilisasi  segala  sumber  daya  pendidikan.  Manajemen  pendidikan  itu  terkait  dengan  manajemen  peserta  didik  yang  isinya  merupakan  pengelolaan  dan  juga  pelaksanaannya.  Fakta-fakta  dilapangan  ditemukan  sistem  pengelolaan  anak  didik  masih  menggunakan  cara-cara  konvensional  dan  lebih  menekankan pengembangan kecerdasan dalam arti yang sempit dan kurang memberi  perhatian  kepada  pengembangan  bakat  kreatif  peserta didik.  Padahal  Kreativitas  disamping  bermanfaat  untuk  pengembangan  diri  anak  didik  juga  merupakan  kebutuhan  akan  perwujudan  diri  sebagai  salah  satu  kebutuhan  paling  tinggi  bagi  manusia.
Kreativitas  adalah  proses  merasakan  dan  mengamati  adanya  masalah,  membuat  dugaan  tentang  kekurangan,  menilai  dan  meguji  dugaan  atau  hipotesis,  kemudian mengubahnya dan mengujinya lagi sampai pada akhirnya menyampaikan  hasilnya.  Dengan  adanya  kreativitas  yang  diimplementasikan  dalam  sistem  pembelajaran,  peserta  didik  nantinya  diharapkan  dapat  menemukan  ide-ide  yang  berbeda  dalam  memecahkan  masalah  yang  dihadapi  sehingga  ide-ide  kaya  yang  progresif pada nantinya dapat bersaing dalam kompetisi global yang selalu berubah.

Manajemen  Kesiswaan  adalah  penataan  dan  pengaturan  terhadap  kegiatan  yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta  didik  tersebut  dari  suatu  sekolah.  Manajemen  Kesiswaan  bukan  hanya  berbentuk  pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara  operasional  dapat  membantu  upaya  pertumbuhan  dan  perkembangan  peserta  didik  melalui  proses  pendidikan  di  sekolah.
  Pembinaan  kesiswaan  sebagai  implementasi  permendiknas nomor 39 tahun 2008 tentang pembinaan kesiswaan.
Siswa  merupakan  masukan  mentah  (raw  input)  dalam  manajemen  sekolah.
Ketercapaian  tujuan  pendidikan  dimanifestasikan  dalam  perubahan  pribadi  siswa  dengan segala aspeknya. Oleh karena itu, sebenarnyasemua sumber dana dan daya  pada akhirnya bermuara pada kepentingan siswa itu.
 Pada dasarnya siswa merupakan  pusat utama dalam konsepsi persekolahan, dan kesiswaan itu sendiri juga menempati  posisi  strategis  dalam  administrasi  pendidikan  pada tingkat  sekolah.  Apapun  yang  dilakukan sekolah, program apapun yang dirancang sekolah, ujung-ujungnya adalah  untuk kepentingan siswa itu sendiri.
Peran kepala sekolah, guru, dan tenaga profesional yang lain harus menyadari  bahwa titik pusat tujuan sekolah adalah menyediakanprogram pendidikan yang telah  direncanakan untuk memenuhi kebutuhan kemasyarakatan serta kepentingan individu   E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah(Bandung: Remaja Rosdakarya,2005) hlm   Engkoswara. Dasar-dasar Administrasi Pendidikan. (Jakarta : Dirjen Dikti, Depdikbud, 1987) hlm  26  para  siswa.  Para  siswa  merupakan  klien  utama  yang  harus  dilayani,  oleh  sebab  itu  para siswa harus dilibatkan secara aktif dan tetap,tidak hanya didalam proses belajar  mengajar,  melainkan  juga  di  dalam  kegiatan  sekolah. Pembinaan  atau  manajemen  aktivitas  siswa  diartikan  sebagai  usaha  diartikan  sebagai  usaha  atau  kegiatan  memberikan   bimbingan,  arahan,  pemantapan,  peningkatan,  arahan  terhadap  pola  pikir,  sikap  mental,  perilaku  serta  minat,  bakat,  melalui  program  ekstrakurikuler  dalam mendukung keberhasilan program kurikuler.
Pembinaan  kesiswaan  merupakan  bagian  integral  dari  kebijakan  pendidikan  dan  berjalan  searah  dengan  program  kurikuler  pada  siswa  yang  ditekankan  kepada  kemampuan  intelektual  yang  mengacu  kepada  kemampuan berpikir  rasional,  sistemik,  analitik,  dan  metodis.  Sedang  program  pembinaan  kesiswaan  melalui  ekstrakurikuler, para siswa juga dibina kearah mantapnya pemahaman, kesetiaan dan  pengalaman  nilai-nilai  keimanan  dan  ketaqwaan  terhadap  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  watak  dan  kepribadian  bangsa,  berbudi  pekerti  luhur,  kesadaran  berbangsa  dan  bernegara,  keterampilan  dan  kemandirian,  olah  raga  dan  kesehatan,  serta  persepsi,  apresiasi, dan kreasi seni.
 Manusia  adalah  makhluk  yang  tidak  dapat  hidup  hanya bergantung  pada  kekuatannya sendiri. Oleh karena itu manusia disebut dengan makhluk sosial artinya  unsur kebersamaan dan bermasyarakat harus ada dan tertanam pada setiap individu.
Dalam  upaya  pembentukanya  unsur  kebersamaan  dan  membangun  relasi  yang  baik   Marno dan Triyo Supriyatno,Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam,(Malang: Refika  Aditama,2008)hlm 91-92  muncul sebagai ungkapan keberhasilan dalam membangun relasi dengan diri sendiri.
Keistimewaan  manusia  dibandingkan  dengan  manusia  yang  lain  adalah  pada  sisi  keunikanya  yang  tersusun  dari  wujud  materialnya,  manusia  tampak  sebagai  yang  terlihat oleh panca indra sehingga yang dapat dibedakan antara satu dengan yang lain  dari  wujud  rupanya.  Apapun  aspek  immaterialnya  adalah  mengemban  misi  hidup  yang  sangat  mulia  yang  dimiliki  oleh  mahluk  lain  sehingga  manusia  mampu  melakukan hubungan spiritual.
Begitu beragam dan istimewa manusia, dan begitu banyak pula sisi-sisi lain  yang belum terkuak. System budaya dan pendidikan di Indonesia selama ini belum  begitu  memperhatikan  jenis-jenis  kecerdasan  selain  IQ,  padahal  manusia  pada  dasarnya selalu bersifat terbuka untuk cerdas sesuai dengan pilihan dan lingkunganya.
Mereka  berpikir  dan  berimajenasi  merasa  dan  memaknai  sesuatu  realitas  dan  tindakanya dengan cara yang tidak mungkin semuanya  sama. Awal abad ke-20 , IQ  sangat  berkembang.  Kecerdasan  intelektual  atau  rasional  adalah  kecerdasan  yang  digunakan untuk memecahkan masalah logika atau strategis. Pada tahun 1990 Daniel  Golemon mempopulerkan adanya kecerdasan Emosional (EQ). EQ memberi kita rasa  empati,  cinta,  motivasi,  dan  kemampuan  untuk  menanggapi  kesedihan  dn  kegembiraan secara tepat.
  Pada akhir abad ke-20, gambaran untuk kecerdasan manusia dapat dilengkapi  dengan  perbincangan  mengenai  kecerdasan  Spiritual  Quotient (SQ).  SQ  adalah  kecerdasan  untuk  menghadapi  dan  memecahkan  persoalan  makna  dan  nilai  yaitu   Reni Akbar Hawadi, Akselerasi, (Jakarta: PT Grahasindo Perkara,2004) hlm 204  kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks hidup makna  yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai  bahwa tindakan atau jalan hidup  seseorang lebih bermakna dengan yang lain. Spiritual Quotientadalah landasan yang  diperlukan  untuk  memfungsikan  IQ  dan  EQ  secara  efektif.  Dalam  usaha  mengembangkan  SQ  dalam  dunia  pendidikan,  maka  kesempatan  terbuka  lebar,  karena secara alamiah setiap manusia memiliki potensi tersebut.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi