Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah:IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN DI MAN KRATON PASURUAN


BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah Pendidikan  memiliki  peranan  yang  sangat  esensial  dalam  kaitannya  mencetak  kader  bangsa  yang  cerdas,  berkualitas  baik  dalam  segi  ilmu  pengetahuan,  keterampilan,  teknologi  dan  sebagainya.  Maka  sebab  itu,  adanya  pendidikan  yang  merupakan  lembaga  formal  penyelenggaraan  pendidikan  itu  sendiri  memiliki  tanggungjawab  besar  dalam  memberikan  perubahan  yang  layak  bagi  anak  didiknya  demi  menyongsong  kehidupan  masa depan yang lebih layak. Pendidikan juga memberikan kontribusi yang  sangat  besar  terhadap  kemajuan  suatu  bangsa  serta  sebagai  wahana  dalam  menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak  bangsa.  Adanya  masyarakat  yang  cerdas  dan  berkualitas  akan  membentuk  kemandirian secara progresif serta  merupakan investasi besar untuk berjuang  menghadapi krisis dan dunia global.
Adapun keinginan pemerintah yang telah digariskan dalam haluan negara  agar  pengelolaan  pendidikan  diarahkan  pada  desentralisasi,  menurut  partisipasi masyarakat secara aktif untuk  merealisasikan otonomi daerah. Hal  itu  juga  perlu  adanya  kesiapan  sekolah  sebagai  ujung  tombak  pelaksanaan  operasional  pendidikan  pada  garis  bawah.  Sistem  pendidikan  yang  mengakomodasi seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah  kabupaten  kota  sebagai  penerima  wewenang  otonomi.  Pendidikan  yang  selama  ini  terkelola  oleh  pusat  harus  diganti  mengikuti  irama  yang  sedang  berkembang. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik ditingkat makro akan  memberi  imbas  terhadap  otonomi  sekolah  sebagai  subsistem  pendidikan  nasional.

Usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan sebenarnya terus  diupayakan  melalui  perbaikan  dan  penambahan  sarana  dan  prasarana  pendidikan,  peningkatan  alokasi  dana  pendidikan,  perbaikan  dan  penyempurnaan  kurikulum,  pembinaan  tenaga  pengajar  dan  tenaga  kependidikan  yang  lain  melalui  penataran,  diklat,  seminar,  workshop  serta  peningkatan kesejahteraan para tenaga pengajar. Semua upaya tersebut telah  dilakukan, namun tidak menghasilkan mutu yang optimal sebagaimana yang  diharapakan. Sedangkan menurut Sallis dalam Husaini Usman, menyebutkan: Sebagian besar rendahnya mutu disebabkan oleh buruknya manajemen dan  kebijakan  pendidikan.  Warga  sekolah  hanyalah  pelaksana  belaka  dari  kebijakan  yang  telah  ditetapkan  atasannya.  Pendapat  Salli s  tersebut  mendukung  pendapat  Juran,  salah  seorang  begawan  mutu  dunia.  Juran  berpendapat  bahwa  masalah  mutu  85%  ditentukan  oleh  manajemennnya,  sisanya oleh faktor lain  Usaha  untuk  mewujudkan  adanya  peningkatan  mutu  pendidikan  tersebut  mungkin  bisa  terwujud  jika  sekolah  dengan  segala  potensi  yang  dimiliki  diberi  kewenangan  untuk  mengatur,  mengelola  dan  mengembangkannya.
Pengelolaan dan pengembangan tersebut tentunya harus  disesuaikan dengan  kondisi  lingkungan  dan  kebutuhan  peserta  didiknya.  Pernyataan  tersebut  melandasi  upaya  pemberian  otonomi  yang  luas  kepala  sekolah  agar  secara   Husaini  Usman,  Manajemen  Teori:  Praktek  dan  Riset  Pendidikan  (Jakarta:  Bumi  Aksara, 2006), hlm. 496  efektif  dan  dinamis  dapat  mengupayakan  peningkatan  mutu  pendidikan  melalui  pengelolaan  sumber  daya  yang  dimiliki  sekolah.  Mutu  pendidikan  sebagai  salah  satu  sarana  pembangunan  nasional,  bahkan  bisa  dikatakan  bahwa masa depan bangsa terletak pada kondisi atau keberadaan pendidikan  yang berkualitas di masa kini. Sedangkan pendidikan yang berkualitas  hanya  akan  muncul  jika  terdapat  sekolah  yang  berkualitas.  Maka  dari  itu  upaya  peningkatan mutu sekolah merupakan titik strategis dalam usaha menciptakan  pendidikan  yang  berkualitas.  Peningkatan  mutu  pendidikan  harus  dilaksanakan  dengan  memberdayakan  serta  melibatkan  semua  unsur  pendidikan  yang  ada  dilembaga  pendidikan.  Dalam  peningkatan  mutu  pendidikan  sekolah  mengharuskan  seluruh  komponen  sekolah  bekerja  sama  dengan berbagai pihak yang memiliki keterkaitan, misalnya: orang tua siswa,  para  tokoh  masyarakat,  dan  tenaga  profesional  untuk  mengevaluasi  keefektifan  adanya  kebijakan  sekolah,  program,  pelaksanaan  serta  mutu  kelulusannya.
Lahirnya  Undang-Undang  No.22  tahun  1999  tentang  Pemerintah  Daerah  yang  menyebutkan  adanya  penyerahan  wewenang  oleh  pemerintah  pusat  yaitu Otonomi Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia  dan  Undang-Undang  No.25  tentang  Perimbangan  Keuangan  Pusat  dan  Daerah.  Undang-undang  tersebut  membawa  konsekuensi  terhadap  bidangbidang  kewenangan  daerah  sehingga  lebih  otonom,  termasuk  di  bidang  pendidikan.  Pengelolaan  khusus  di  bidang  pendidikan  inilah  yang  melatar  belakangi adanya penerapan MBS pada setiap lembaga pendidikan. Dengan  adanya  penerapan  demokrasi  pendidikan  ini  ke  dalam  kerangka  manajemen  berbasis  sekolah,  maka  masing-masing  lembaga  pendidikan  di  tantang  dan  diharapkan  dengan  berbagai  masalah  dan  juga  tuntutan  seiring  dengan  perkembangan  di  segala  bidang.  Maka  dari  itu  sekolah  diberikan  otonomi  yang lebih besar dalam kewenangannya untuk mengelola dengan menerapkan  keputusan  partisipatif  dalam  meningkatkan  mutu  pendidikan  berdasarkan  kebijakan pendidikan nasional. Syamsul Hadi menyebutkan: Demokrasi  pendidikan  di  sekolah  mengarah  kepada  pemberdayaan  dan  kemandirian  sekolah  serta adanya  pembudayaan  yang  tinggi  dari  potensi  masyarakat  dan  orang  tua,  baik  melalui  perencanaan  target  mutu,  pendanaan,  monitoring,  masukan  serta  pembimbingan  demi mewujudkan  mutu pendidikan yang optimal  Komitmen  pemerintah  dalam  kaitannya  dengan  peningkatan  kualitas  pendidikan  hendaknya  tidak  berubah  dalam  kondisi  apapun,  dalam  artian  pemerintah  harus  tetap  konsisten  untuk  meningkatkan  kuantitas  maupun  kualitas pendidikan.
MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan  masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditunjukkan  dengan  pernyataan  politik  dalam  Garis-Garis  Besar  Haluan  Negara  tahun  1993.  Hal  tersebut  diharapkan  bisa  dijadikan  landasan  dalam  pembangunan  pendidikan  di  Indonesia  yang  berkualitas  dan  berkelanjutan,  baik  secara  makro, meso, maupun mikro. Adapun kerangka makro erat kaitannya dengan  upaya politik yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat kepada   Syamsul  Hadi,  Peran  Kepala  Sekolah  dalam  Implementasi  Manajemen  Berbasis  Sekolah  Studi  Kasus  di  SDN  Kebondalem  Mojokerto  (Tesis,  Pasca  Sarjana  UM,  Manajemen  Pendidikan, 2008), hlm. 9  daerah,  aspek  mesonya  berkaitan  dengan  kebijakan  daerah  tingkat  provinsi  sampai tingkat kabupaten, sedangkan aspek mikro melibatkan selur uh sektor  dan  lembaga  pendidikan  yang  paling  bawah,  tetapi  terdepan  dalam  pelaksanannya, yaitu sekolah.
 Adanya  pemberian  otonom  merupakan  salah  satu  bukti  kepedulian  pemerintah  terhadap  gejala-gejala  yang  muncul  di  masyarakat  sekaligus  upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum yang menuntut pendekatan  manajemen  yang  lebih  kondusif  di  sekolah  supaya  bisa  mengakomodasi  seluruh  keinginan  dan  memberdayakan  berbagai  komponen  masyarakat  secara  efektif,  guna  memberikan  dukungan  atas  kemajuan  dan  sistem  yang  ada di sekolah. Dalam rana inilah MBS  tampil sebagai alternatif paradigma  baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan suatu konsep  yang  menawarkan  otonom  kepada  sekolah  untuk  menentukan  kebijakan  sekolah  dalam  rangka  meningkatkan  mutu,  efisien  dan  pemerataan  pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta  menjalin  kerjasama  yang  erat  antara  sekolah,  masyarakat  dan  pemerintah.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi