Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah:IMPLEMENTASI METODE COOPERATIVE LEARNING DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VII MTS NEGERI LAWANG MALANG


 BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah  Manusia  adalah  makhluk  individual,  berbeda  satu  dengan  yang  lain. Karena sifanya  yang individual maka manusia  yang satu membutuhkan  manusia  yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus  menjadi makhluk sosial, makhluk yang membutuh interaksi dengan makhluk  disekitarnya. Pembelajaran dengan model pengelompokan atau dalam bahasa  ilmiahnya  Cooperative  learning  merupakan  pembelajaran  yang  secara  sadar  dan  sengaja  menciptakan  interaksi  yang  saling  mengasihi  antara  satu  siswa  dengan sesama siswa yang lainnya.
Sebagai manusia  yang  mengharapkan kesempurnaan dalam hidup  maka  salah  satunya  kita  saling  membantu  satu  dengan  yang  lainnya.
Cooperative learning  berasal dari kata  cooperative  yang artinya mengerjakan  sesuatu  secara  bersama-sama  dengan  saling  membantu  satu  sama  lainnya  sebagai satu kelompok atau satu tim.
 Pendidikan  di  Indonesia  dewasa  ini,  kalau  kita  perhatikan  lebih  banyak pada pembelajaran yang bersifat kompetitif dan induvidualitis. Bahkan  proses belajar yang seperti itupun kerap terjadi dalam fenomena pendidikan di  Indonesia.  Akan  tetapi,  bukan  berarti  belajar  secara  kompetitif  dan  individualitif  merupakan  belajar  yang  buruk.  Jika  disusun  dan  ditata  sebaik   Isjoni,  Cooperative  Learning  :  Efektifitas  Pembelajaran  Kelompok 
(Bandung  :  Alfabeta, 2009), hal. 15   mungkin akan menjadi  belajar  yang sangat efektif. Dalam buku “Mendesain  Model  Pembelajaran  Inovatif  Progresif”,  menyatakan  bahwa  belajar  secara  individualities dan kompetitif jika disusun dengan baik, maka belajar tersebut  akan  efektif  dan  merupakan  cara  memotivasi  siswa  untuk  melakukan  yang  terbaik.  Meskipun  demikian,  terdapat  beberapa  kelemahan  pada  belajar  kompetitif dan individualitif seperti kompetisi siswa yang kadang tidak sehat.
Untuk  menghindari  hal-hal  tersebut  dan  agar  siswa  dapat  membantu  siswa  yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan keluarnya adalah dengan belajar  kooperatif.
 Di  Indonesia  adalah  Negara  dengan  kuantitas  penduduknya  beragama  Islam.  Yang  seharusnya  pendidikan  agama  Islam  menjadi  sebuah  primadona  bagi  masyarakat  Indonesia.  Seperti  orang  tua,  peserta  didik,  dan  lain-lain.  Dan  yang  seharusnya  pendidikan  agama  Islam  menjadi  sebuah  momok  pendidikan  yang  penting.  Karena  dalam  pendidikan  agama  Islam,  banyak sekali uraian-uraian yang berhaluan atas berdasarkan al-Quan dan alHadist yang menjadi pegangan hidup seorang muslim sampai liang kubur dan  akan  mendapatkan  syafaatnya  sampai  kapan  pun.  Akan  tetapi,  daya  tarik  masyarakat  Indonesia  sedikit  sekali  untuk  memasukkan  penerus  keturunan  hidupnya ke lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Kurang  tertariknya  masyarakat  untuk  memilih  lenbaga-lembaga  pendidikan Islam sebenarnya bukan karena terjadi pergeseran nilai atau ikatan  keagamaannya  yang  mulai  pudar,  melainkan  karena  sebagai  besar  kurang   Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif  (Jakarta: kencana, 2009),  hal.
 menjajikan  masa  depan  dan  kurang  responsive  terhadap  tuntunan  dan  permintaan  saat  ini  maupun  mendatang.  Padahal,  paling  tidak  ada  tiga  hal  yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan,  yaitu  nilai  (agama),  status  social  dan  cita-cita.  Masyarakat  yang  terpelajar  akan  semakin  beragam  pertimbangannya  dalam  memilih  pendidikan  bagi  anak-anaknya. Hal ini berbeda dengan kondisi tempo dulu yang masih serba  terbatas  dan  terbelakang.  Tempo  dulu,  pendidikan  lebih  merupakan  model  untuk  pembentukan  maupun  pewarisan  nilai-nilai  keagamaan  dan  tradisi  masyarakat.  Artinya,  kalau  anaknya  sudah  mempunyai  sikap  positif  dalam  beragama  dan  dalam  memelihara  tradisi  masyarakatnya,  maka  pendidikan  dinilai  sudah  menjalankan  misinya.  Tentang  seberapa  jauh  persoalan  keterkaitan  dengan  kepentingan  ekonomi,  ketenagakerjaan  dan  sebagainya  merupakan  persoalan  yang  kedua.  Akan  tetapi,  bagi  masyarakat  yang  sudah  semakin  terdidik  dan  terbuka,  pada  umunya  lebih  rasional,  pragmatis,  dan  berfikir jangka panjang dan karenanya pula, ketiga aspek tersebut (nilai, status  social,  cita-cita)  dijadikan  pertimbangan  secara  bersama-sama,  bahkan  dua  pertimbangan terakhir (status social dan cita-cita) cenderung lebih dominan.
 Menuju pendidikan Islam pertama adalah niscaya bahwa kehadiran  lembaga pendidikan Islam yang berkualitas dalam berbagai jenis dan jenjang  pendidikan itu sesungguhnya sangat diharapkan oleh berbagai pihak, terutama  umat  Islam.  Bahkan  kini  terasa  sebagai  kebutuhan  yang  sangat  mendesak  terutama bagi kalangan muslim kelas menengah ke atas yang secara kuantitatif   Malik Fajar,  Quo Vadis Pendidikan Islam “Pengembangan Pendidikan Islam Yang  Menjajikan Masa Depan” (Malang : UIN-Malang Press, 2006), hal. 11-12   terus  meningkat  belakangan  ini.  Fenomena  social  yang  sangat  menarik  ini  mestinya bisa dijadikan tema sentral kalangan pengelola lembaga pendidikan  Islam melakukan pembaharuan dan pengembangan.
 Pendidikan  agama  Islam  merupakan  kebutuhan  manusia,  karena  sebagai  makhluk  paedagogis,  manusia  dilahirkan  dengan  membawa  potensi  dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, serta  pendukung dan pemegang kebudayaan.
 Salah  satu  pesan  dalam  pendidikan  agama  Islam  adalah  menjadikan  pendidikan  agama  Islam  sebagai  mata  pelajaran  yang  dapat  memacu siswa rajin dan pintar serta kreatif dan inovatif.
 Karena dalam logika  al-Quran  manusia  memiliki  segala  kelebihan  yang  potensial  dan  mereka  harus  mengarahkan  diri  mereka  sendiri  untuk  menerapkan  kecenderungankecenderungan baik itu dalam perintis tindakan.
 Karena agama Islam selain  mengajarkan  norma-norma,  agama  juga  mendorong  manusia  berfikir  dan  bertindak  kretif.  Allah  SWT  selalu  mendorong  manusia  untuk  berfikir.
 Sebagaimana firman Allah SWT  Ibid., hal.
 Abdul  Majid  dan  Dian  Andani,  Pendidikan  Agama  Islam  Kompetensi  Konsep  dan  Implementasi Kurikulum 2004 (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal.
 Muhaimin,  Arah  Baru  Pendidikan  Islam,  Pemberdayaan  Kurikulum  Hingga  Refidinasi Islamisasi Pengetahuan (Bandung : Yayasan Nuansa Cendekia, 2003), hal.
 Rifaat  Syauqi  Nawawi,  dkk,  Metodologi  Psikologi  Islam  (Yogyakarta  :  Pustaka  Pelajar, 2002), hal.
 Fuad  Nashori  dan  Diana  Mucharam,  Mengembangkan  Kreatifitas  dalam  Perspektif  Psikologi Islam (Yogyakarta : Menara Kudus, 2002), hal. 27   Artinya : “Demikianlah  Allah  menerangkan  ayat-ayat-Nya  kepadamu  supaya  kamu  berfikir.” (Q.S. Al-Baqoroh : 219).
 Menengok dari firman Allah SWT diatas bahwasanya manusia di  Bumi ini banyak sekali permasalah-permasalahan yang mana hanya ada satu  kunci  untuk  membukanya  yaitu  berfikir  untuk  memecahkan  suatu  masalah.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi