BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia
adalah makhluk individual,
berbeda satu dengan
yang lain. Karena sifanya yang individual maka manusia yang satu membutuhkan manusia
yang lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang membutuh
interaksi dengan makhluk disekitarnya.
Pembelajaran dengan model pengelompokan atau dalam bahasa ilmiahnya
Cooperative learning merupakan
pembelajaran yang secara
sadar dan sengaja
menciptakan interaksi yang
saling mengasihi antara
satu siswa dengan sesama siswa yang lainnya.
Sebagai manusia yang
mengharapkan kesempurnaan dalam hidup maka
salah satunya kita
saling membantu satu
dengan yang lainnya.
Cooperative learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara
bersama-sama dengan saling
membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok
atau satu tim.
Pendidikan
di Indonesia dewasa
ini, kalau kita
perhatikan lebih banyak pada pembelajaran yang bersifat
kompetitif dan induvidualitis. Bahkan proses
belajar yang seperti itupun kerap terjadi dalam fenomena pendidikan di Indonesia.
Akan tetapi, bukan
berarti belajar secara
kompetitif dan individualitif
merupakan belajar yang
buruk. Jika disusun
dan ditata sebaik Isjoni,
Cooperative Learning :
Efektifitas Pembelajaran Kelompok
(Bandung : Alfabeta, 2009), hal. 15 mungkin akan menjadi belajar
yang sangat efektif. Dalam buku “Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif Progresif”,
menyatakan bahwa belajar
secara individualities dan
kompetitif jika disusun dengan baik, maka belajar tersebut akan
efektif dan merupakan
cara memotivasi siswa
untuk melakukan yang terbaik. Meskipun
demikian, terdapat beberapa
kelemahan pada belajar kompetitif dan individualitif seperti
kompetisi siswa yang kadang tidak sehat.
Untuk menghindari
hal-hal tersebut dan
agar siswa dapat
membantu siswa yang lain untuk mencapai sukses, maka jalan
keluarnya adalah dengan belajar kooperatif.
Di
Indonesia adalah Negara
dengan kuantitas penduduknya beragama
Islam. Yang seharusnya
pendidikan agama Islam
menjadi sebuah primadona
bagi masyarakat Indonesia.
Seperti orang tua,
peserta didik, dan lain-lain. Dan
yang seharusnya pendidikan
agama Islam menjadi
sebuah momok pendidikan
yang penting. Karena
dalam pendidikan agama
Islam, banyak sekali
uraian-uraian yang berhaluan atas berdasarkan al-Qu‟an dan
alHadist yang menjadi pegangan hidup seorang muslim sampai liang kubur dan akan
mendapatkan syafa‟atnya sampai kapan
pun. Akan tetapi,
daya tarik masyarakat
Indonesia sedikit sekali
untuk memasukkan penerus
keturunan hidupnya ke
lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Kurang tertariknya
masyarakat untuk memilih
lenbaga-lembaga pendidikan Islam
sebenarnya bukan karena terjadi pergeseran nilai atau ikatan keagamaannya
yang mulai pudar,
melainkan karena sebagai
besar kurang Trianto, Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif Progresif (Jakarta: kencana,
2009), hal.
menjajikan
masa depan dan kurang
responsive terhadap tuntunan
dan permintaan saat
ini maupun mendatang.
Padahal, paling tidak
ada tiga hal yang
menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan, yaitu
nilai (agama), status
social dan cita-cita.
Masyarakat yang terpelajar akan
semakin beragam pertimbangannya dalam
memilih pendidikan bagi anak-anaknya.
Hal ini berbeda dengan kondisi tempo dulu yang masih serba terbatas
dan terbelakang. Tempo
dulu, pendidikan lebih
merupakan model untuk
pembentukan maupun pewarisan
nilai-nilai keagamaan dan
tradisi masyarakat. Artinya,
kalau anaknya sudah
mempunyai sikap positif
dalam beragama dan
dalam memelihara tradisi
masyarakatnya, maka pendidikan dinilai
sudah menjalankan misinya.
Tentang seberapa jauh
persoalan keterkaitan dengan
kepentingan ekonomi, ketenagakerjaan dan
sebagainya merupakan persoalan
yang kedua. Akan
tetapi, bagi masyarakat
yang sudah semakin
terdidik dan terbuka,
pada umunya lebih
rasional, pragmatis, dan berfikir
jangka panjang dan karenanya pula, ketiga aspek tersebut (nilai, status social,
cita-cita) dijadikan pertimbangan
secara bersama-sama, bahkan
dua pertimbangan terakhir (status
social dan cita-cita) cenderung lebih dominan.
Menuju pendidikan Islam pertama adalah niscaya
bahwa kehadiran lembaga pendidikan Islam
yang berkualitas dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan itu sesungguhnya sangat diharapkan oleh
berbagai pihak, terutama umat Islam.
Bahkan kini terasa
sebagai kebutuhan yang
sangat mendesak terutama bagi kalangan muslim kelas menengah
ke atas yang secara kuantitatif Malik
Fajar, Quo Vadis Pendidikan Islam
“Pengembangan Pendidikan Islam Yang Menjajikan
Masa Depan” (Malang : UIN-Malang Press, 2006), hal. 11-12 terus
meningkat belakangan ini.
Fenomena social yang
sangat menarik ini mestinya
bisa dijadikan tema sentral kalangan pengelola lembaga pendidikan Islam melakukan pembaharuan dan pengembangan.
Pendidikan
agama Islam merupakan
kebutuhan manusia, karena sebagai
makhluk paedagogis, manusia
dilahirkan dengan membawa
potensi dapat dididik dan
mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, serta pendukung dan pemegang kebudayaan.
Salah
satu pesan dalam
pendidikan agama Islam
adalah menjadikan pendidikan
agama Islam sebagai
mata pelajaran yang
dapat memacu siswa rajin dan
pintar serta kreatif dan inovatif.
Karena dalam logika al-Qur‟an manusia
memiliki segala kelebihan
yang potensial dan
mereka harus mengarahkan
diri mereka sendiri
untuk menerapkan kecenderungankecenderungan baik itu dalam
perintis tindakan.
Karena agama Islam selain mengajarkan
norma-norma, agama juga
mendorong manusia berfikir
dan bertindak kretif.
Allah SWT selalu
mendorong manusia untuk
berfikir.
Sebagaimana firman Allah SWT Ibid., hal.
Abdul
Majid dan Dian
Andani, Pendidikan Agama
Islam Kompetensi Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal.
Muhaimin,
Arah Baru Pendidikan
Islam, Pemberdayaan Kurikulum Hingga Refidinasi
Islamisasi Pengetahuan (Bandung : Yayasan Nuansa Cendekia, 2003), hal.
Rifaat
Syauqi Nawawi, dkk,
Metodologi Psikologi Islam
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002), hal.
Fuad
Nashori dan Diana
Mucharam, Mengembangkan Kreatifitas
dalam Perspektif Psikologi Islam (Yogyakarta : Menara Kudus,
2002), hal. 27 Artinya : “Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu
supaya kamu berfikir.” (Q.S. Al-Baqoroh : 219).
Menengok dari firman Allah SWT diatas
bahwasanya manusia di Bumi ini banyak
sekali permasalah-permasalahan yang mana hanya ada satu kunci
untuk membukanya yaitu
berfikir untuk memecahkan
suatu masalah.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi