BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang
sangat urgen untuk mengembangkan potensi
dan pribadi seseorang agar dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Pada umumnya pendidikan
diselenggarakan untuk memenuhi tuntutan
masyarakat. Oleh karenaitu, setelah lulus diharapkan anak dapat membantu mengembangkan masyarakat atau
ikut serta ambil bagian dalam memenuhi
kebutuhan demi kesejahteraaan masyarakat. Hal ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
Sistem Pendididkan Nasional Nomor 2 tahun 1989 yang berbunyi : “Pendidikan Nasional bertujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Terkait dengan pelaksanaan pendidikan saat
ini, banyak kritik yang mengatakan
adanya kelemahan serta kekurangan yang ada dalam pelaksanaan serta keberadaan pendidikan agama Islam.
Menurut Muchtar Buchori (1992).
“kegagalan pendidikan agama Islam
disebabkan karena praktik pendidikannya
hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari Tim Penyusun Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta : Grasindo, 1991), hal. 10 20 pertumbuhan
kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni
kemauan dan tekad untuk mengamalkan
nilai-nilai ajaran agama Islam”.
Akibatnya terjadi kesenjangan
antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis danpraxis dalam kehidupan nilai agama.
Muchtar Buchori juga menyatakan,
kegiatan pendidikan yang berlangsung selama ini lebih banyak bersikap mandiri, kurang berinteraksi dengan
kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya,
sehingga kurang efektif untuk penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks. Demikian juga dinyatakan oleh
Soedjatmoko (1992).
”pendidikan agama harus berusaha
berinteraksi dan bersinkronisasi dengan pendidikan
non-agama. Pendidikan agama tidak boleh dan tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus berjalan
bersama dan bekerja sama dengan program-program
pendidikan non-agama kalau ingin mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat”.
Di dalam prosesnya, keberadaan
peserta didik banyak dipengaruhi oleh keberadaan
guru. Dimana guru sebagai salah satu sumber ilmu juga dituntut kemampuannya untuk dapat mentransfer ilmunya
kepada para peserta didiknya dengan
menggunakan berbagai ilmu atau pun metode serta alat yang dapat membantu tercapainya suatu kegiatan
pembelajaran, yang dalam hal ini salah
satunya adalah adanya penerapan strategi yang beraneka macam serta cocok dan tepat untuk diterapkan kepada
peserta didik.
Adapun tujuan adanya strategi
menurut Abu Ahmadi adalah pertama; agar para pendidik dan calon pendidik mampu
melaksanakan dan, serta mengatasi
program dan permasalahan pendidikan dan pengajaran, kedua; agar Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi
Belajar Mengajar(Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 5 21 para
pendidik dan calon pendidik memiliki wawasan yang utuh, lancar, terarah, sistematis, dan efektif.
Salah satu prinsip dalam
melaksanakan pendidikan adalah siswa secara aktif mengambil bagian dalam kegiatan yang
dilaksanakan. Untuk dapat melaksanakan
suatu kegiatan pertama-tama harus ada pendorong untuk mewujudkan kegiatan itu, atau dengan kata
lain, untuk dapat melakukan sesuatu
harus ada motivasi. Sebagaimana dijelaskan A. Tabrani Rusyan dan kawan-kawan bahwa : 1.
Motivasi memberi semangat terhadap peserta didik dalam kegiatankegiatan
belajarnya.
2. Motivasi-motivasi perbuatan merupakan pemilih
dari tipe kegiatankegiatan untuk melakukannya.
3. Motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku.
Sebenarnya kegiatan atau tingkah laku individu
bukanlah kegiatan yang terjadi begitu
saja, akan tetapi ada faktor yang mendorongnya dan selalu ada sasaran yang akan dicapai sebagai tujuan.
Faktor pendorong itu adalah motif yang
bertujuan untuk memenuhi atau mempertahankan situasi dan kondisi tertentu. Dengan demikian setiap kegiatan
individu selalu ada yang mendorongnya
(motif) dan memiliki sasaran yang dicapai (tujuan). “Motif diartikan sebagai daya seseorang untuk
melakukan sesuatu.” A.
ThabraniRusyan Atang Kusnidar, Zasinal Arifin, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Remaja Karya, 1989), hal.
96 Sardirman A.M, Interaksi dan
Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rajawali Pers, 1987), hal.73 22
Dari uraian tersebut, dapat ditegaskan
bahwa motif adalah suatu dorongan yang
ada pada manusia yang menyebabkan dia bertindak atau bertingkah laku, sedangkan motivasi adalah keseluruhan daya
penggerak di dalam diri manusia yang
menimbulkan kegiatan atau aktivitas. Dalam hubungannnya dengan belajar maka aktivitas yang dimaksud adalah
belajar.
Motivasi belajar adalah faktor
praktis, peranannya adalah menumbuhkan gairah
belajar, merasa senang dan semangat untuk belajar. A. Tabrani Rusyan mengutip pendapat Crow dan Crow untuk
memperjelas pentingnya motivasi dalam
belajar sebagai berikut :“Belajar harus diberi motivasi dengan berbagai cara sehingga minat yang dipentingkan dalam
belajar itu di bangun dan minat yang
telah ada pada diri anak”.
Dalam pengelolaan pendidikan tidak akan
terlepas dari adanya rencana pengajaran
yang termasuk di dalamnya adanya strategi. Terkait dengan strategi ini erat kaitannya dengan materi
pelajaran, karena berhasil tidaknya kegiatan
pembelajaran pendidikan banyak di pengaruhi oleh bagaimana strategi pengajaran tersebut diterapkan, di
mana seorang guru menyampaikan materi
pelajaran kepada siswa dan dituntut untuk bisa menerima materi pelajaran dari guru. Dalam hal ini keberadaan
guru dituntut untuk bisa memvariasikan
strategi dalam mengajar; seperti metode yang dipakai, penggunaan alat peraga serta adanya evaluasi,
agar tujuan pendidikan dapat terealisasikan
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dari sini tampak jelas bahwa strategi pengajaran merupakan
prosedur yang sangat penting A. Tabrani Rusyan, dkk. Op.cit, hal. 121 23 untuk
tercapainya pendidikan, karena merupakan salah satu unit yang tidak dapat dipisahkan dari unit-unit pendidikan
yang lain.
Pengelolaan kelas yang baik akan
melahirkan interaksi belajar mengajar yang
baik pula. Tujuan pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Hanya sayangnya
pengelolaan kelas yang baik tidak selamanya
dapat dipertahankan, disebabkan pada kondisi tertentu ada gangguan yang tidak di kehendaki datang dengan
tiba-tiba. Suatu gangguan yang datang
dengan tiba-tiba dan di luar kemampuan guru adalah kendala spontanitas dalam pengelolaan kelas.Dengan
hadirnya kendala spontanitas suasana
kelas biasanya terganggu yang ditandai dengan pecahnya konsentrasi anak didik.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi