BAB I PENADAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan
nasional dalam bidang
pendidikan dimaksudkan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia
serta menguasai ilmu pengetahuan, 21 teknologi,
dan seni dalam mewujudkan
masyarakat yang maju,
adil, makmur, dan beradab.
Sebagai bangsa
yang beragama, kita
sebenarnya memiliki akar
yang sangat kuat
dalam hal moralitas
dan etika. Etika
yang dikehendaki adalah
berasaskan akidah Islamiyah demi
kebaikan masyarakat beragama dan
masyarakat bangsa pada umumnya. Karena
dasarnya adalah akidah, maka etika dan akhlak itu harus diyakini
kebenarannya dan harus
pula diamalkan.
Karena
tingkah laku atau akhlak merupakan
wujud dari kepribadian
seseorang apakah perbuatannya termasuk
akhlak yang baik
atau buruk. Untuk
itu, peran orang
tua, guru, dan masyarakat harus
bisa membumikan tentang
sosok Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh
idola bagi kaum
remaja, baik dari
segi akhlak, kecerdasan, penyampaikan
dakwahnya, kerjasamanya, dan
lain sebagainya. Karena diutusnya
beliau di dunia
ini untuk menyempurnakan tingkah
laku manusia.
Sebagaimana sabda-Nya yang
berbunyi”Aku diutus untuk
menyempurnakan perangai (budi
pekerti) yang mulia.” (HR Ahmad) Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 secara
khusus menekankan pentingnya
pendidikan bagi peningkatan
keimanan dan akhlak.
Pasal 31 ayat (3) menyebutkan: Hamdani Ihsan, A. Fuad Ihsan, Filsafat
Pendidikan Islam,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hal. 46 22 ”Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan suatusistem
pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang”.
Era
globalisasi memberikan perubahan
besar pada tatanan
dunia secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama
sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab,
kesiapan untuk menghadapi
perubahan itu diperkirakan
akan terjadi. Manusia
dihadapkan pada peradaban
umat manusia, dan
juga mereka akan dihadapkan kepada
mala petaka sebagai
dampak perkembangan dan kemajuan
modernisasi dan perkembangan teknologi tersebut.
Dalam kondisi seperti itu,
barangkali manusia akan mengalami
konflik batin secara besar-besaran. Konflik
tersebut sebagi dampak
dari tidak seimbangnya antara
kemampuan iptek yang
menghasilkan kebudayaan materi dengan kekosongan
rohani. Kegoncangan batin
yang diperkirakan akan
melanda umat manusia
ini, barangkali akan
mempengaruhi kehidupan psikologis manusia.
Pada kondisi ini, manusia akan
mencari penentram batin, antara lain agama. Hal ini pula barangkali yang disebabkan munculnya
ramalan futurulog bahwa di era globalisasi
agama akan mempengaruhi jiwa manusia.
Sikap agama merupakan suatu keadaan yang ada
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai
dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap
agama tersebut oleh
adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif,
perasaan terhadap agama sebagai unsur efektif dan
perilaku terhadap agama
sebagai unsur psikomotorik.
Jadi sikap Sejarah Perjalanan UUD ’45 Dari Tahun
1945Sampai Sekarang (Surabaya: Karya Ilmu), hal. 34 Prof, Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hal. 195 23 agama merupakan
integrasi secara kompleks
antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak agama dalam diri
seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa
sikap agama menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.
Siswa
pada tingkat pendidikan
SMA telah memasuki
masa remaja yang mana
dikatakan oleh Abdullah Nashih Ulwan yang dikutip oleh Koesmarwanti dan
Nugroho Widiyantoro, bahwa
masa remaja merupakan
masa yang penuh tantangan, yang
dengan tantangan itulah
mereka akan mencapai kedewasaan, kematangan, dan kepribadian yang benar-benar
tangguh. Hal ini terkait dengan cara mereka
memahami tantangan. Ada
diantar mereka yang
memahami tantangan sekedar untuk
menjadikan dirinya mampu meraih simbol status yang akan
diperhitungkan di tengah
kelompoknya, tanpa disertai
pemahaman tantangan yang
sesuai dengan nilai
syar’i. akhirnya, mereka
menjadi remaja yang bersemangat tetapi bebas nilai. Hal ini
sangatberbeda dengan mereka yang memahami tantangan
dengan sesuatu yang
bermakna dan bermanfaat bagi sekitar dan
sesama. Remaja seperti
inilah yang akan tampil
di tengah-tengah masyarakat dengan nilai yang berharga.
Remaja
memiliki kekuatan dan
semangat. Kekuatan dan semangat memungkinkan
mereka menjadi basis
operasional dalam perjalanan da’wah.
Energi yang melimpah dan semangat
yang memancar dari dirinya menghasung beban dakwah
yang senantiasa berkembang.
Namun, perlu disadari
di balik kekuatan
dan semangatnya, remaja
memiliki kepolosan. Sifat
inilah yang memungkinkan
para pemuda menjadi
basis kaderisasi dalam
dakwah. Mereka Ibid., hal. 199 Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Da’wah
Sekolah di Era Baru (Solo: Era Intermedia, 2002), hal. 22 24 mudah dibentuk
dengan internalisasi nilai-nilai
agama yang akan
memotivasi dan mengarahkan
gerakannya. Adapun seruan
untuk berdakwah sebagaimana firman Allah dalam Q. S. An-Nahl ayat 125: “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan
cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya
dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (An Nahl: 125)
Pengaruh pertama yang
diterima seorang anak
dalam hidupnya, ialah pengaruh sosok-sosok
yang berada di
sekelilingnya. Di lingkungan
mereka, adalah ayah
dan keluarganya. Ketika
beranjak besar sedikit,
ia mulai bergaul dengan anak-anak usia sebayanya atau yang
lebih tuasedikit darinya. Lalu tiba gilirannya, ia
akan bergaul dan
mengenal sosok guru.
Pada usia seperti
ini, lazimnya seorang dia anak
belum bisa mempertimbangkan segala sesuatu yang hendak
dikerjakannya. Ia melakukan
aktivitas sesuai dengan kemauan
fitrah jiwanya. Dan
sosok baru yang
membawa pengaruh hal
tersebut dan yang dianggap
sosok paling menonjol bagi dirinya dan juga bagi semua anak ialah sosok guru atau pengajar. Bagi anak-anak, yang
ada di hadapan mereka hanyalah seorang guru.
Gurulah yang ia
kenal mulai dari
pagi sekali hingga siang
hari.
Gurulah yang
mengajari mereka. Gurulah
yang mengingatkan apabila
mereka Departemen Agama RI,
Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), hal. 224 25 salah
jalan. Gurulah yang menjadi imam sholat bagi mereka setelah tiba saatnya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi