Senin, 25 Agustus 2014

Skripsi Syariah:INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER BADAN DAKWAH ISLAM (BDI) DALAM PENINGKATAN KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA SMA NEGERI 8 MALANG


BAB I  PENADAHULUAN  
A.  Latar Belakang  Pembangunan  nasional  dalam  bidang  pendidikan  dimaksudkan  untuk  mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia  yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan,  21  teknologi,  dan  seni  dalam  mewujudkan  masyarakat  yang  maju,  adil,  makmur,  dan beradab.
Sebagai  bangsa  yang  beragama,  kita  sebenarnya  memiliki  akar  yang  sangat  kuat  dalam  hal  moralitas  dan  etika.  Etika  yang  dikehendaki  adalah  berasaskan  akidah Islamiyah demi kebaikan masyarakat beragama  dan masyarakat bangsa  pada umumnya. Karena dasarnya adalah akidah, maka etika dan akhlak itu harus  diyakini  kebenarannya  dan  harus  pula  diamalkan.
  Karena  tingkah  laku  atau  akhlak  merupakan  wujud  dari  kepribadian  seseorang  apakah  perbuatannya  termasuk  akhlak  yang  baik  atau  buruk.  Untuk  itu,  peran  orang  tua,  guru,  dan  masyarakat  harus  bisa  membumikan  tentang  sosok  Nabi Muhammad  SAW  sebagai  tokoh  idola  bagi  kaum  remaja,  baik  dari  segi  akhlak,  kecerdasan,  penyampaikan  dakwahnya,  kerjasamanya,  dan  lain  sebagainya.  Karena  diutusnya  beliau  di  dunia  ini  untuk  menyempurnakan  tingkah  laku  manusia.

Sebagaimana sabda-Nya yang berbunyi”Aku  diutus  untuk  menyempurnakan  perangai  (budi  pekerti)  yang  mulia.”  (HR Ahmad)  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik  Indonesia  1945  secara  khusus  menekankan  pentingnya  pendidikan  bagi  peningkatan  keimanan  dan  akhlak.
Pasal 31 ayat (3) menyebutkan:   Hamdani Ihsan, A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam,(Bandung: CV Pustaka Setia,  2007), hal. 46  22  ”Pemerintah  mengusahakan  dan  menyelenggarakan  suatusistem  pendidikan  nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
 Era  globalisasi  memberikan  perubahan  besar  pada  tatanan  dunia  secara  menyeluruh dan perubahan itu dihadapi bersama sebagai suatu perubahan yang  wajar.  Sebab,  kesiapan  untuk  menghadapi  perubahan  itu  diperkirakan  akan  terjadi.  Manusia  dihadapkan  pada  peradaban  umat  manusia,  dan  juga  mereka  akan  dihadapkan  kepada  mala  petaka  sebagai  dampak  perkembangan  dan  kemajuan modernisasi dan perkembangan teknologi tersebut.
Dalam kondisi seperti itu, barangkali manusia akan  mengalami konflik batin  secara  besar-besaran.  Konflik  tersebut  sebagi  dampak  dari  tidak  seimbangnya  antara  kemampuan  iptek  yang  menghasilkan  kebudayaan materi  dengan  kekosongan  rohani.  Kegoncangan  batin  yang  diperkirakan  akan  melanda  umat  manusia  ini,  barangkali  akan  mempengaruhi  kehidupan psikologis  manusia.
Pada kondisi ini, manusia akan mencari penentram batin, antara lain agama. Hal  ini pula barangkali yang disebabkan munculnya ramalan futurulog bahwa di era  globalisasi agama akan mempengaruhi jiwa manusia.
 Sikap agama merupakan suatu keadaan yang ada dalam  diri seseorang yang  mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap  agama.  Sikap  agama  tersebut  oleh  adanya  konsistensi antara  kepercayaan  terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur  efektif  dan  perilaku  terhadap  agama  sebagai  unsur  psikomotorik.  Jadi  sikap   Sejarah Perjalanan UUD ’45 Dari Tahun 1945Sampai Sekarang (Surabaya: Karya Ilmu),  hal. 34   Prof, Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2003), hal. 195  23  agama  merupakan  integrasi  secara  kompleks  antara  pengetahuan  agama,  perasaan agama serta tindak agama dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan  bahwa sikap agama menyangkut atau berhubungan erat dengan gejala kejiwaan.
 Siswa  pada  tingkat  pendidikan  SMA  telah  memasuki  masa  remaja  yang  mana dikatakan oleh Abdullah Nashih Ulwan yang dikutip oleh Koesmarwanti  dan  Nugroho  Widiyantoro,  bahwa  masa  remaja  merupakan  masa  yang  penuh  tantangan,  yang  dengan  tantangan  itulah  mereka  akan mencapai  kedewasaan,  kematangan, dan kepribadian yang benar-benar tangguh. Hal ini terkait dengan  cara  mereka  memahami  tantangan.  Ada  diantar  mereka  yang  memahami  tantangan sekedar untuk menjadikan dirinya mampu meraih simbol status yang  akan  diperhitungkan  di  tengah  kelompoknya,  tanpa  disertai  pemahaman  tantangan  yang  sesuai  dengan  nilai  syar’i.  akhirnya,  mereka  menjadi  remaja  yang bersemangat tetapi bebas nilai. Hal ini sangatberbeda dengan mereka yang  memahami  tantangan  dengan  sesuatu  yang  bermakna  dan bermanfaat  bagi  sekitar  dan  sesama.  Remaja  seperti  inilah  yang  akan tampil  di  tengah-tengah  masyarakat dengan nilai yang berharga.
 Remaja  memiliki  kekuatan  dan  semangat.  Kekuatan  dan semangat  memungkinkan  mereka  menjadi  basis  operasional  dalam perjalanan  da’wah.
Energi yang melimpah dan semangat yang memancar dari dirinya menghasung  beban  dakwah  yang  senantiasa  berkembang.  Namun,  perlu  disadari  di  balik  kekuatan  dan  semangatnya,  remaja  memiliki  kepolosan.  Sifat  inilah  yang  memungkinkan  para  pemuda  menjadi  basis  kaderisasi  dalam  dakwah.  Mereka   Ibid., hal. 199   Koesmarwanti, Nugroho Widiyantoro, Da’wah Sekolah di Era Baru (Solo: Era Intermedia,  2002), hal. 22  24  mudah  dibentuk  dengan  internalisasi  nilai-nilai  agama  yang  akan  memotivasi  dan  mengarahkan  gerakannya.  Adapun  seruan  untuk  berdakwah  sebagaimana  firman Allah dalam Q. S. An-Nahl ayat 125:  “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang  baik  dan  bantahlah  mereka  dengan  cara  yang  baik.  Sesungguhnya  Tuhanmu  Dialah yang  lebih  mengetahui tentang  siapa yang  tersesat  dari  jalan-Nya  dan  Dialah  yang  lebih  mengetahui  orang-orang  yang  mendapat  petunjuk.” (An  Nahl: 125)  Pengaruh  pertama  yang  diterima  seorang  anak  dalam  hidupnya,  ialah  pengaruh  sosok-sosok  yang  berada  di  sekelilingnya.  Di  lingkungan  mereka,  adalah  ayah  dan  keluarganya.  Ketika  beranjak  besar  sedikit,  ia  mulai  bergaul  dengan anak-anak usia sebayanya atau yang lebih tuasedikit darinya. Lalu tiba  gilirannya,  ia  akan  bergaul  dan  mengenal  sosok  guru.  Pada  usia  seperti  ini,  lazimnya seorang dia anak belum bisa mempertimbangkan segala sesuatu yang  hendak  dikerjakannya.  Ia  melakukan  aktivitas  sesuai dengan  kemauan  fitrah  jiwanya.  Dan  sosok  baru  yang  membawa  pengaruh  hal  tersebut  dan  yang  dianggap sosok paling menonjol bagi dirinya dan juga bagi semua  anak ialah  sosok guru atau pengajar. Bagi anak-anak, yang ada di hadapan mereka hanyalah  seorang  guru.  Gurulah  yang  ia  kenal  mulai  dari  pagi sekali  hingga  siang  hari.
Gurulah  yang  mengajari  mereka.  Gurulah  yang  mengingatkan  apabila  mereka   Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit  Diponegoro, 2000), hal. 224  25  salah jalan. Gurulah yang menjadi imam sholat bagi mereka setelah tiba saatnya.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi