Selasa, 19 Agustus 2014

Skripsi Syariah:KEPEMIMPINAN DALAM PARTAI DEMOKRAT PERSPEKTIF POLITIK ISLAM


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ada berbagai jenis teori atau pendekatan yang muncul untuk mengetahui fenomena  kepemimpinan. Teori-teori  tersebut  berbeda  dari  sudut  pandang  dan perspektifnya  dalam  mengamati  kepemimpinan.  Jika  kita  memandang  seorang pemimpin  berdasarkan  karakteristik  sifat-sifat  yang  dimilikinya,  maka  kita cendrung  menggunakan  pendekatan  teori  sifat tersebut.  Jika  kita  memandang seorang  pemimpin  berdasarkan prilaku-prilaku  yang  dimunculkan,  maka  kita cenderung  melihat  fenomena  kepemimpinan  dari  pendekatan  teori  prilaku,  dan seterusnya.
  Diskursus  kepemimpinan  di Indonesia tidak  pernah  usang diperbincangkan, baik dikalangan  akademisi maupun praktisi,  baik tingkat regional maupun  nasional. Sejarah  telah  memberikan  banyak  bukti  bahwa peristiwa-peristiwa yang  terjadi  di  belahan  bumi  ini banyak  dipengaruhi  oleh persoalan  kepemimpinan.
  Baik  peristiwa  tersebut  berdampak  positif  ataupun negatif.
  . Harbani Pasolong, Kepemimpinan Birokrasi, h.
  . Y. W. Sunindhia, dan Widiyanti Ninik, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, h.
  Permasalahan  kepemimpinan  adalah  permasalahan  masa  depan  bangsa.
 Krisis multi dimensi  yang  melanda negara Indonesia, khususnya  krisis kepemimpinan, meniscayakan  pentingnya  mendiskusikan  secara  terus -menerus persoalan kepemimpinanuntuk mencari solusi jangka panjang.
 Proses  kepemimpinan  pada prinsipnya merupakan  gejala  sosial,  karena berlangsung  dalam  interaksi  antar  manusia  sebagai  makhluk  sosial.

 Kepemimpinan tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan situasi sosio politik yang  terbentuk  dan  sedang  berlangsung  di lingkungan  suatu  masyarakat.  Oleh karena situasi sosio politik itu selalu berkembang dan dapat berubah-ubah, maka proses  kepemimpinan  tidak  mungkin  dilakukan  sebagai  kegiatan  rutin  yang diulang-ulang.
  Sampai detik ini sejumlah masalah masih mengidap di tubuh bangsa ini.
 salah satufaktor penyebabnyaditengarai akibat dari sistem kepemimpinan yang tidak jelas. Dunia  mengakui  kedaulatan  dan  kebesaran  bangsa  Indonesia, walaupun dibidang politik,  hukum, dan  keamanan,  bangsa ini  masih rapuh.
 Rumah bangsa ini seakan-akan tidak punya pagar, kapal-kapal asing bebas keluar masuk menjarah ikan di perut laut pedalaman. Bahkan negara tetangga tanpa rasa takut memindahkan patok-patok batas negara. Sementara, budaya koruptif begitu akut dan sistemik di seluruh struktururusan publik.
  . M. Dalyono., Kepemimpinan Menurut Islam, h. 141-142.
  Di  sektor Kesra,  sejumlah borok  bangsa  masih  belum  hilang, angka kemiskinan  tinggi, pendidikan  dan  kesehatan  mahal, anak-anak  busung  lapar belum  hilang  dari  angka  statistik. Dan  untuk  urusan  bencana, begitu  lambat penanganannya.  Ini  adalah wujud  minimnya  rasa  empati  negara terhadap kesengsaraan rakyatnya. Belum lagi konflik horizontal, baik yang bermotif SARA ataupun ekonomi. Ini  pertanda pemimpin negara  tidak  hadir  di  saat  rakyat membutuhkan  sebagai  lembaga  yang  memiliki  otoritas  mengatur  ketertiban.
 Semua persoalan di atasbermuara pada persoalan kepemimpinan. Banyak wacana yang kemudian muncul, kenapa masalah-masalah yang membelit bangsa ini jadi bertumpuk dan tidak pernah diselesaikan. Sebab, pemimpin bangsa pada umunya hanya  sibuk  membangun  benteng  kekuasaan  dengan  permainan  citra.  Semua masalah  bangsa  diselesaikan  dengan  retorika,  iklan  di  media  massa,  atau setidaknya dengan kata “akan” lewat statemen di forum kenegaraan. Dengan kata “akan” itu seolah-olah masalah telah terselesaikan, padahal tidak.
  Di  negara Indonesia, kita  tahu  bahwa  sistem  politik  menganut  sistem kepartaian  dalam  seleksi  kepemimpinan.  Di  dalam  sistem  politik Indonesia ini, peran  politik  rakyat  diaktualisasikan  melalui  perwujudan  partai-partai  politik, sehingga  pemilu  di Indonesia adalah  pemilihan  partai  politik  yang  dianggap mampu  menyuarakan  aspirasi  politiknya oleh  rakyat.  Sistem  politik  yang demikian ini menjadikan rakyat mempunyai kepatuhan yang tanpa kontrol kritis terhadap partai poitik. Rakyat dalam konstitusi cukup berhenti pada pelimpahan  . http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/masalah-pemimpin-dan-  wewenang  pada  lembaga  kepartaian,  tanpa  adanya kontrol  berkelanjutan  secara langsung,  apakah  aspirasi  mereka  dapat  disalurkan atau  tidak,  bahkan  tidak  ada mekanisme kontrol  yang  diciptakan  sehingga  dapat  memudahkan  bagi  rakyat untuk  mengontrol  terhadap  prilaku elit  politiknya, yang  kemudian tidak memungkinkan  bagi  mereka  melakukan praktek-praktek nipotisme  dalam mengambil  kebijakan  publik. Lemahnya  manajemen  dalam  suatu  lembaga  atau parpol akan berakibat pada proses aplikasinya, seperti terjadinya ketidak adilan.
 Dalam hal ini Allah berfirman dalam al-Qur’a>n:: 152 ( “Berlakulah adil walaupun terhadap kerabat.” (al-An’a>m: 152)  Kondisi  sistemik  yang  demikian  tidak  disikapi  secara  kritis  oleh kebanyakan  partai-partai  politik  yang  ada,  melainkan kondisi  ini  justru dimanfaatkan, untuk menggaet pendukung emosional  membuta  dari  massa partainya  demi  meraih  kekuasaan.  Popularitas  tokoh sering  dijadikan  sebagai tunggangan  politik  dengan  memakai  dalil-dalil  agama (politisasi  agama). Hal demikian  juga  menunjukkan  bahwa proses demokratisasi di  Indonesia tidak bejalan. Demokrasi tidak  lebih  hanya  sebagai  kedok  untuk  mempertahankan status quo, dan dijadikan slogan untuk mempengaruhi massa.
 Kondisi  seperti  ini,  diakui  atau  tidak, sangat menghambat  terhadap kedewasaan  rakyat dalam  berpolitik. Rakyat  dalam menyuarakan aspirasi  . DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemah,h.
  politiknya lebih dipengaruhi oleh emosi ketokohan, agama, serta etnis, ketimbang mempertimbangkan  pilihannya yang  rasional terhadap platform sebuah  partai, idealita dan program dari partai terhadap masa depan bangsademi keadilan dan kesejahteraan bersama.
 Disisi  lain,  di  tengah-tengah ketidakberdayaan  bangsa  ini  menangani berbagai persoalan pelik seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, disintegrasi, kelaparan, dan  keterbelakangan,  para  elit partai  politik  justru  terus  sibuk bermanuver dan saling telikung berebut kekuasaan atau pengaruh.
  Dalam  kondisi  demikian,  akhirnya  dibutuhkan  pemimpin  partai  politik alternatif, pemimpin  yang mampu  mengakomudir  seluruh  kepentingan  rakyat yang plural ini, mempunyai komitmen yang kuat untuk mengabdi kepada bangsa, dan memiliki  dedikasi  yang  tinggi  untuk membangun  bangsa Indonesia lebih bermartabat, sehingga mampu  berkompetisi  dengan  negara-negara  lain yang secara sosio politik,  sosio ekonomi  dan  budaya  lebih  maju, bukan hanya memanfaatkan kekuasaannyauntuk kepentingan pribadi atau kelompok.
 Dengan demikian, seharusnya, ideologi sebuah  partai menjadi salah satu kunci dasar untuk  membentuk  pola  kepemimipinan  generasinya dalam  bingkai kekuasaan.  Sebagai  contoh  sekaligus  obyek  dalam  penelitian  ini  adalah  pola kepemimipinan Partai  Demokrat yang dalam  doktrin  perjuangannya  menganut paham nasionalis  religius,  yang  dirancang  sesuai  dengan  sosio  kultur  ke Indonesiaan.
  . http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/masalah-pemimpin-dan-  Sudah  banyak partai politik  yang  dalam  platform perjuangannya mengedepankan aspek moral dan kecintaannya terhadap negara kesatuan republik Indonesia, Namun dalam realitasnya masihbanyak pemimpin partai yangsering melakukan tindakan-tindakan amoral  bahkan  melanggar  hukum,  baik  hukum negara  maupun  hukum  agama.  Seperti  prilaku  korupsi yang  sering  terjadi  di lembaga legislatifdan lembaga-lembaga kenegaraan yang lain.
 Melihat  realitas  keragaman  pemeluk  agama di Indonesia, religiusitas merupakan suatu yang niscaya, Maka dari itu, perlu adanya penyadaran terhadap masyarakat akan  sikap  toleransi  terhadap  perbedaan,  karena  diskriminatif terhadap  seseorang  yang  beda  agama  adalah  bertentangan  dengan  prinsip keindonesiaan.Kondisi ini tentunya membutuhkan pemimpin yang bijak dan peka terhadap problem bangsa yang plural ini, sehingga mampu mengakomudir semua kepentingan  bangsa  tanpa  adanya  diskriminasi  terhadap  suatu  golongan  yang dianggap berbeda dalam pandangan politiknyamaupun dalam hal lain.
  Dalam  konteks  ini,  walaupun Indonesia merupakan negara  yang  sangat beragam dalam banyak hal, seperti bahasa, budaya, agama dan sebagainya, akan tetapi hal tersebut tidak berarti menghalangi kita untuk bersatu dalam membangun bangsa.  Sudah menjadi  fakta  sejarah  di  Indonesia,  dari  keragaman  tersebut lahirlah solidaritas nasional atau dengan istilah lain lahirlah jiwa-jiwa nasionalis, yang mampu menumpas penjajahan. Dengan kesadaran bersama tersebut, setiap penjajahan,  ketidakadilan,  penindasan,  apapun  bentuknya dapat ditumpas, yang  . http://gpajaksel.tblog.com/post/  pada  akhirnya mampu  melahirkan negara  berdaulat  yakni NKRI.
  Ada yang berpendapatbahwa nasionalisme di  Indonesia lahir pada abad ke-20, saat kaum terpelajar mulai menyadari pentingnya kesadaran bersama untuk melepaskan diri dari  belenggu  penjajahan.  Perasaan  senasib  yang  meluas  telah  menyatukan kepentingan kedaerahan dan kesukuan menjadi kepentingan nasional yang harus diperjuangkan.
  Keberadaan  partai  politik  tidak  bisa  dilepaskan  dari  kehidupan  setiap negara demokrasi. Partai politik dianggap sebagai salah satu institusi yang mampu mengakomodir aspirasi rakyat serta dapat dijadikan alat kontrol bagi kebijakankebijakan  pemerintah.  Di  negara-negara  yang  menganut  paham  demokrasi, gagasan  mengenai partisipasi  rakyat  mempunyai  dasar  ideologis  bahwa  rakyat berhak menentukan figur yang  akan  menjadi  pemimpin  yang  nantinya dapat menentukan kebijakan umum (public policy).
 Persolaannya  kemudian  adalah, sejauh  mana  peran  dan  fungsi  partai politik dalam  membangun  peradaban  bangsa?. Pada  idealnya  partai politik memiliki  beberapa fungsi; Pertama,  Sebagai  sarana  sosialisasi  politik,  yaitu proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Kedua, Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu proses penyampaian informasi mengenai politik  dari  pemerintah  kepada  masyarakat  dan  dari  masyarakat  kepada 8.http://www.demokrat.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1032&Itemid= 85AD/ART Partai Demokrat Bab IX Pasal 56.
 9. Yuddy Chrisnandi., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional, h.
  pemerintah. Ketiga,  Sebagai  sarana  rekruitmen  politik,  yaitu  seleksi  dan pengangkatan  seseorang  atau  sekelompok  orang  untuk  melaksanakan  sejumlah peran  dalam  sistem  politik  pada  umumnya  dan  pemerintahan  pada  khususnya.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi