BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu sistem
terdapat ciri - ciri tertentu yaitu terdapatnya
elemen elemen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam
keutuhan organisasi yang teratur dan
terintegerasi . Adapun dalam sistem hukum ,terdapat tiga
elemen dasar yang melingkupi , yang pertama, substansi hukum, yakni berupa norma- norma hukum atau peraturan perundang -
undangan , kedua, struktur hukum, yakni
lembaga atau badan penggerak substansi hukum, misalnya kejaksaan, kepolisian ,
dan l ainnya. Ketiga, budaya hukum yakni daya
dukung dan perilaku hukum seluruh
komponen masyarakat.
Sebagai
salah satu institusi penegakan hukum yang juga merupakan komponen
dari salah satu elemen sistem hukum tersebut, kejaksaan mempunyai posisi sentral dan p eranan yang strategis di
dalam suatu negara hukum, termasuk juga
Indonesia. Menempati posisi sentral dan peranan yang strategis ini karena berada di poros dan menj adi filter antara
proses penyi dikan dan proses pemeriksaan di persidangan, disamping
sebagai pelaksana penetapan dan keputusan
pengadilan.
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, hal. 252 Namun,
eksistensi dan apresiasi kejaksaan
republik Indonesia tidak boleh terlepas dari segala sesuatu yang melingkupi
diri dan dharma baktinya berdasarkan atas Catur Asana (empat landasan) yang
essensial, yaitu landasan idiil yakni Pancasila, landasan konstitusional yakni
UUD 1945, landasan struktural yakni UU pokok kejaksaan, serta landasan
operasional yakni perundang - undangan lainnya agar supaya pengembangan tugas-
tugas dan wewenangnya merupakan pengamalan Pancasila, tidak bertentangan dengan
isi dan
jiwa UUD 1945, serta konsisten terhadap penegakan hukum, ketentraman dan
ketertiban umum serta tugas Pemerintah
lainnya, terutama di bidang penuntutan perkara
dan pelaksanaan putusan pengadilan.
UU No. 16 tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia
sebagai landasan struktur aldan piranti pengikat bagi eksistensi kejaksaan saat
ini, memberikan rumusan secara global perihal tugas dan wewenangnya. Termak tub
dalam pasal 30 setidaknya - tidaknya ada
7 aspek tugas dan wewenang. Dalam bukunya
“ Proses Penanganan Perkara Pidana”,
Laden Marpaung mengemukakan perihal esensi kejaksaan : “ Kejaksaan itu
adalah suatu alat Pemerintah yang bertindak sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap si
pelanggar hukum pidana. Sebagai demikian
itu ia mempertaruhkan kepentingan masyarakat. Ialah yang mempertimbangkan
apakah kepentingan umum mengharuskan supaya perbuatan yang dapat dihukum itu harus dituntut atau
tidak. Kepadanya pulalah semata mata diserahkan penuntutan perbuatan yang dapat
dihukum” .
Djoko Prakoso, Pemecahan Perkara Pidana (Splitsing), hal.
Laden Marpaung, Proses Penanganan Pidana
Bagian Kedua , hal. 172 Demikian
pula dalam K itab Undang - Undang Hukum Acara Pidana (K UHAP), pada pasal 14
berikut pasal 137 jo 84 ayat (1) KUHAP memberikan kejelasan mengenai kewenangan penuntut
umum, d iantaranya yang utama, pertama
membuat surat dakwaa n ( letter of
accusation), kedua, melakukan penuntutan ( to carry out accusation), ketiga
menutup perkara demi kepentingan hukum,
keempat mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penuntut umum menurut ketentuan Undang - Undang Dasar.
Dalam
melakukan tugasnya, jaksa penuntut umum bertindak untuk dan atas nama negara. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam UU No. 16tahun 2004 pasal 8 ayat (2).Selain itu, sebagai alat penegak
hukum, bukan hanya semata mata bertolak
pada kekuasaan dan kewenangan yang ada
padanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tapi juga wajib melayani
kebutuhan hukum individu dan kepentingan
masyarakat/negara sebagai satu kesatuan secara serasi dan seimbang.
Kejaksaan harus berani mengambil
langkah - langkah secara t egas kepada setiap pelanggar hukum dan melindungi setiap orang
dari tindakan pelanggar hukum.
Lantas yang menjadi polemik di
satu sisi bertindak untuk dan atas nama negara
juga demi kepentingan masyarakat merupakan pengabdian luhur kejaksaan demi bangsa,
n amun disisi lain acapkali langkah kejaksaan dalam menghadapi beberapa kasus mensyaratkan penganaktirian
kepentingan masyarakat tetap dengan untuk dan mengatasnamakan negara.
H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik
Hukum, hal. 216 Satu kewenangan penting
yang beberapa waktu lalu tersorot media adalah penerbitan
Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3). Surat yang seharusnya merupakan surat ketetapan untuk menghentikan penuntutan yang di terbitkan ketika penuntut umum berpendapat bahwa berkas
perkara setelah di lakukan penel itian ternyata tidak cukup alat bukti untuk membuktikan bahwa terdakwa telah melaku kan tindak pidana seolah tidak hanya demi kepentingan hukum,
tapi telah merembet menjadi semacam
kartu sakti demi kepentingan tertentu agar lolos dari jeratan hukum.
Untuk penjelasan secara ilmiah
mengenai Sura t Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) dan bagaimana implementasinya di
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, penulis akan menjabarkan dalam bab- bab
selanjutnya. Sehingga dapat diketahui
sejauh mana kewenangan menerbitkan Surat
Perintah Penghentian Penuntutan (SP3)
oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur khususnya, diterapkan secara sadar huk
um.
B. Rumusan Masalah Dari deskripsi fenomena di
atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah implementasi kewenangan
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam m enerbitkan
Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) berdasarkan UU No. 16tahun
2004 ? 2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap
implementasi kewenangan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3)tersebut ? C. Kajian Pustaka Dalam permasalahan mengenai
tugas dan wewenang kejaksaan secara umum
telah bany ak dibahas oleh pemikir hukum
Indonesia.Hanya saja pembahasan mereka terlalu global sehingga cenderung tidak
rinci dalam mengklasifikasikan tugas dan wewenangnya.Dalam skripsi sebelumnya
oleh Fitri yaAuliaRahmah , juga telah di bahas me ngenai kejaksaan namun
beliau menitikberatkan pada kewenangan kejaksaan dalam melakukan eksaminasi perkara.
Dalam hal ini, penulis
berupaya menspesifikkan pembahasan hanya berkaitan dengan wewenang
kejaksaan dalam menerbitkan Surat
Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) serta sejauh mana Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur sebagai obyek penelitian
menerapkannya sesuai UU No. 16tahun 2004.
Selain itu, guna mencari
benang m erah pada hukum Islam, penulis
akan menga nalisis bagaimana
implementasi kewenang an Kejaksaan
Tinggi Jawa Timur dalam menerbitkan
Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) dalam tinjauan hukum Islam.
D.
Tujuan Penelitian Adapun beberapa tinjauan yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui
sejauh mana implementasi kewenangan yang diberikan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur dalam menerbitkan Surat Perintah Penghentian
Penuntutan (SP3 ).
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi