Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM MENERBITKAN SURAT PERINTAH PENGHENTIAN PENUNTUTAN (SP3) BERDASARKAN UU NO. 16 TAHUN 2004 DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (Studi Implementasi di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur)


 BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Dalam suatu sistem terdapat ciri - ciri tertentu yaitu terdapatnya  elemen elemen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan  organisasi yang teratur dan terintegerasi . Adapun dalam sistem hukum ,terdapat    tiga elemen dasar yang melingkupi , yang pertama, substansi  hukum, yakni berupa  norma- norma hukum atau peraturan perundang - undangan , kedua, struktur hukum,  yakni lembaga atau badan penggerak substansi hukum, misalnya kejaksaan, kepolisian , dan l ainnya. Ketiga, budaya hukum yakni daya  dukung dan perilaku  hukum seluruh komponen  masyarakat.
 Sebagai  salah satu  institusi  penegakan hukum yang juga merupakan komponen dari salah satu elemen sistem hukum tersebut, kejaksaan mempunyai  posisi sentral dan p eranan yang strategis di dalam suatu negara hukum, termasuk  juga Indonesia. Menempati posisi sentral dan peranan yang strategis ini karena  berada di poros dan menj adi filter antara proses penyi dikan dan proses pemeriksaan di persidangan, disamping sebagai  pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan.

 Titik Triwulan Tutik,  Pengantar Ilmu Hukum, hal. 252    Namun, eksistensi dan  apresiasi  kejaksaan  republik Indonesia  tidak boleh  terlepas dari segala sesuatu yang melingkupi diri dan dharma baktinya berdasarkan atas Catur Asana (empat landasan) yang essensial, yaitu landasan idiil yakni Pancasila, landasan konstitusional yakni UUD 1945, landasan struktural yakni UU pokok kejaksaan, serta landasan operasional yakni perundang - undangan lainnya agar supaya pengembangan tugas- tugas dan wewenangnya merupakan pengamalan Pancasila, tidak bertentangan dengan isi  dan  jiwa UUD 1945, serta konsisten terhadap penegakan hukum, ketentraman dan  ketertiban umum serta tugas Pemerintah lainnya, terutama di bidang penuntutan  perkara dan pelaksanaan putusan pengadilan.
 UU No. 16 tahun  2004 tentang  Kejaksaan  Republik Indonesia sebagai landasan struktur aldan piranti pengikat bagi eksistensi kejaksaan saat ini, memberikan rumusan secara global perihal tugas dan wewenangnya. Termak tub  dalam pasal 30 setidaknya - tidaknya ada 7 aspek tugas dan  wewenang. Dalam  bukunya  “ Proses Penanganan Perkara Pidana”,  Laden Marpaung mengemukakan perihal esensi kejaksaan : “ Kejaksaan itu adalah suatu alat Pemerintah yang bertindak sebagai penuntut  umum dalam suatu perkara pidana terhadap si pelanggar hukum pidana. Sebagai  demikian itu ia mempertaruhkan kepentingan masyarakat. Ialah yang mempertimbangkan apakah kepentingan umum mengharuskan supaya perbuatan  yang dapat dihukum itu harus dituntut atau tidak. Kepadanya pulalah semata mata diserahkan penuntutan perbuatan yang dapat dihukum” .
  Djoko Prakoso, Pemecahan Perkara Pidana (Splitsing), hal.
 Laden Marpaung, Proses Penanganan Pidana Bagian Kedua , hal. 172    Demikian  pula  dalam  K itab Undang - Undang  Hukum Acara Pidana (K UHAP), pada pasal 14 berikut pasal 137 jo 84 ayat (1) KUHAP memberikan  kejelasan mengenai kewenangan penuntut umum,  d iantaranya yang utama, pertama membuat surat dakwaa n  ( letter of accusation), kedua, melakukan penuntutan ( to carry out accusation), ketiga menutup perkara demi kepentingan  hukum, keempat mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan Undang - Undang Dasar.
 Dalam  melakukan tugasnya, jaksa penuntut umum bertindak untuk dan atas  nama negara. Hal ini sebagaimana tertuang dalam UU No. 16tahun  2004 pasal 8  ayat (2).Selain itu, sebagai alat penegak hukum,   bukan hanya semata mata bertolak pada kekuasaan dan  kewenangan yang ada padanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tapi juga wajib melayani kebutuhan hukum individu dan  kepentingan masyarakat/negara sebagai satu kesatuan secara serasi dan seimbang.
Kejaksaan harus berani mengambil langkah - langkah secara t egas kepada setiap  pelanggar hukum dan melindungi setiap orang dari tindakan pelanggar hukum.
Lantas yang menjadi polemik di satu sisi bertindak untuk dan atas nama  negara juga demi kepentingan masyarakat merupakan pengabdian luhur kejaksaan  demi bangsa,  n amun disisi lain acapkali langkah kejaksaan dalam menghadapi  beberapa kasus mensyaratkan penganaktirian kepentingan masyarakat tetap dengan untuk dan mengatasnamakan negara.
 H.M.A. Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, hal. 216   Satu kewenangan penting yang beberapa waktu lalu tersorot media adalah  penerbitan   Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3).  Surat yang seharusnya  merupakan surat ketetapan untuk  menghentikan penuntutan yang di terbitkan  ketika penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara setelah di lakukan penel itian ternyata tidak cukup  alat bukti untuk membuktikan bahwa terdakwa  telah melaku kan tindak pidana  seolah tidak hanya demi kepentingan hukum, tapi  telah merembet menjadi semacam kartu sakti demi kepentingan tertentu agar lolos  dari jeratan hukum.
Untuk penjelasan secara ilmiah mengenai  Sura t Perintah Penghentian Penuntutan  (SP3) dan bagaimana implementasinya di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, penulis akan menjabarkan dalam bab- bab selanjutnya. Sehingga dapat  diketahui sejauh mana kewenangan menerbitkan  Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3)  oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur khususnya, diterapkan secara sadar huk um.
B.  Rumusan Masalah Dari deskripsi fenomena di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan  sebagai berikut : 1.  Bagaimanakah implementasi kewenangan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam m enerbitkan  Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3)  berdasarkan  UU No. 16tahun  2004 ?   2.  Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap implementasi kewenangan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menerbitkan  Surat Perintah Penghentian  Penuntutan (SP3)tersebut ? C.   Kajian Pustaka Dalam permasalahan mengenai tugas  dan wewenang kejaksaan secara umum telah bany ak  dibahas oleh pemikir hukum Indonesia.Hanya saja pembahasan mereka terlalu global sehingga cenderung tidak rinci dalam mengklasifikasikan tugas dan wewenangnya.Dalam skripsi sebelumnya oleh Fitri yaAuliaRahmah ,  juga  telah di bahas me ngenai kejaksaan namun beliau menitikberatkan pada kewenangan kejaksaan dalam melakukan eksaminasi perkara.
Dalam hal ini, penulis berupaya  menspesifikkan  pembahasan hanya berkaitan dengan wewenang kejaksaan dalam menerbitkan  Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) serta sejauh mana Kejaksaan Tinggi Jawa Timur  sebagai obyek penelitian menerapkannya sesuai UU No. 16tahun  2004.
Selain itu, guna mencari benang  m erah pada hukum Islam, penulis akan  menga nalisis bagaimana implementasi  kewenang an Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menerbitkan  Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) dalam  tinjauan hukum Islam.
 D.  Tujuan Penelitian Adapun beberapa tinjauan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1.  Untuk mengetahui sejauh mana implementasi kewenangan yang diberikan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dalam menerbitkan  Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3 ).


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi