Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN FILSAFAT HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI TINDAK PIDANA MENGEDARKAN PANGAN YANG TERCEMAR MENURUT PASAL 21 JO PASAL 56 (d) UU NO. 7/1996 TENTANG PANGAN


 BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah Makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. tetapi makanan dapat juga menjadi wahana bagi  unsur pengganggu kesehatan manusia. Secara umum bahaya yang timbul dari  makanan  atau minuman sering disebut keracunan makanan, timbulnya dapat terjadi melalui unsur - unsur kimia atau alami. Makanan yang dikonsumsi sehari hari mempunyai resiko menjadi tidak aman karena kemungkinan dicemari bahan bahan yang berbahaya seperti bahan kimia a tau benda- benda lain yang dapat  meracuni atau merugikan kesehatan.
Undang- Undang No.7/1996 Tentang Pangan, dalam Pasal 1 angka  1 menerangkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari  sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah,  yang  diperuntukkan sebagai makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia,  termasuk bahan tambahan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
 Kebutuhan masyarakat terhadap bahan makanan di respon sangat baik di  kalangan industri, sehingga di pasar muncul berbagai jenis bahan makanan.

Kondisi yang demikian sangat menguntungkan berbagai pihak. Bagi masyarakat  (konsumen) dengan banyaknya produk makanan di pasaran akan lebih mudah dan   Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, pasal 1 (1)   praktis dalam memenuhi kebutuhan sehari - hari. Di sisi lain dengan banyaknya  industri pangan maka akan menyerap banyak tenaga kerja dan tentu memberi  keuntungan pada masyarakat sekitar tempat- tempat industri.
Mengingat pentingnya masalah keamanan pangan , maka pengetahuan dan  kepedulian (sikap dan perilaku) terhadap faktor- faktor yang dapat menyebabkan  terjadinya keracunan dan pencemaran pangan harus diperhatikan oleh masyarakat,  baik produsen maupun konsumen.
Menurut Undang- Undang No. 7 / 1996 Tentang  Pangan yang dimaksud dengan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,  kimia dan benda- benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan manusia.
Pangan tercemar adalah panga n yang rusak, sehingga tidak layak dikonsumsi manusia. Kriteria pangan tercemar menurut pasal 21 Undang - Undang  No. 7 / 1996 Tentang Pangan diantaranya : 1.  Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat  merugikan kesehatan atau jiwa manusia.
2.  Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas  maksimal yang ditetapkan.
3.  Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan.
4.  Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai  atau meng andung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia.
5.  Pangan yang sudah kadaluwarsa  Kondisi ekonomi yang tidak baik, akibat dari krisis yang berkepanjangan  membuat kalangan i ndustri berupaya meraup keuntungan yang sebesar- besarnya   Ibid.    tanpa menghiraukan kualitas produknya, Sehingga dapat membahayakan konsumen, padahal industri pangan memerlukan kepercayaan yang tinggi mengingat hasilnya dikonsumsi oleh masyarakat.
Pada era globalisasi sekarang ini, mestinya kalangan industri dituntut  untuk memproduksi makanan yang sehat dan berkualitas, apalagi bila hasil produknya untuk di ekspor. Pada masa sekarang, konsumen terutama konsumen  luar negeri tentu menerapkan standar yang tinggi untuk produk pangan.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya  di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai  variasi barang dan atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu globalisasi  dan perdagangan bebas yang didukung oleh Kemajuan teknologi telekomunikasi  dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang atau jasa  melintasi batas- batas wilayah suatu negara, sehingga barang - barang atau jasa  yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar  negeri maupun produksi dalam  negeri.
Kondisi demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen  karena kebutuhan konsumen atas barang dan atau jasa yang diinginkan dapat  terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan  ku alitas barang - barang atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen, tetapi di sisi lain kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan  kedudukan konsumen dan pelaku usaha menjadi tidak seimbang, konsumen berada pada posisi yang lemah, konsume n menjadi obyek aktivitas bisnis untuk   meraup keuntungan yang sebesar- besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
 Konsumen di Indonesia secara umum lemah sebab tingkat kesadarannya  masih rendah. Hal ini disebabkan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena  itu perlu pemberdayaan konsumen. Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak  mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah  mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin  dengan modal yang seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan  kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha semakin sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.
Pembentukan piranti hukum dalam rangka perlindungan konsumen penting guna menjamin kepastian hukum dan kepastian hak- hak konsumen serta  sekaligus kepastian berusaha bagi pelaku usaha. Sebab dengan adanya instrumen  hukum yang lengkap pelaku usaha juga mempuny ai landasan dalam memproduksi  dan atau menjual produk barang dan atau jasa ke masyarakat. Pelaku usaha tidak   Irfan Harisman, Perlindungan Hukum atas Hak Konsumen Terhadap Penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow Sebagai Bahan Ta mbahan Pada Makanan Olahan,Skripsi, h. 5   khawatir terhadap kemungkinan adanya klaim atau protes dari konsumen bila  pelaku usaha dalam melakukan usahanya telah memenuhi ketentuan hukum kons umen.
Dalam hal itu, hakikat perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan  kepada kepentingan - kepentingan (hukum) konsumen. Adapun kepentingan kepentingan konsumen menurut resolusi Perserikatan Bangsa- Bangsa No. 39 /  248 tahun 1995 tentang “Guidelines forConsumer Protection”, sebagai berikut : a.  Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya.
b.  Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.
c.  Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan  mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi.
d.  Pendidikan konsumen.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi