BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan
sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia. tetapi
makanan dapat juga menjadi wahana bagi unsur
pengganggu kesehatan manusia. Secara umum bahaya yang timbul dari makanan
atau minuman sering disebut keracunan makanan, timbulnya dapat terjadi
melalui unsur - unsur kimia atau alami. Makanan yang dikonsumsi sehari hari
mempunyai resiko menjadi tidak aman karena kemungkinan dicemari bahan bahan
yang berbahaya seperti bahan kimia a tau benda- benda lain yang dapat meracuni atau merugikan kesehatan.
Undang- Undang No.7/1996 Tentang
Pangan, dalam Pasal 1 angka 1
menerangkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
yang dikonsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Kebutuhan masyarakat terhadap bahan makanan di
respon sangat baik di kalangan industri,
sehingga di pasar muncul berbagai jenis bahan makanan.
Kondisi yang demikian sangat
menguntungkan berbagai pihak. Bagi masyarakat (konsumen) dengan banyaknya produk makanan di
pasaran akan lebih mudah dan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, pasal 1 (1) praktis dalam memenuhi kebutuhan sehari -
hari. Di sisi lain dengan banyaknya industri
pangan maka akan menyerap banyak tenaga kerja dan tentu memberi keuntungan pada masyarakat sekitar tempat-
tempat industri.
Mengingat pentingnya masalah
keamanan pangan , maka pengetahuan dan kepedulian
(sikap dan perilaku) terhadap faktor- faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan dan pencemaran pangan
harus diperhatikan oleh masyarakat, baik
produsen maupun konsumen.
Menurut Undang- Undang No. 7 /
1996 Tentang Pangan yang dimaksud dengan
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia
dan benda- benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan manusia.
Pangan tercemar adalah panga n
yang rusak, sehingga tidak layak dikonsumsi manusia. Kriteria pangan tercemar
menurut pasal 21 Undang - Undang No. 7 /
1996 Tentang Pangan diantaranya : 1.
Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan kesehatan atau jiwa manusia.
2. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui
ambang batas maksimal yang ditetapkan.
3. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang
digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan.
4. Pangan yang mengandung bahan yang kotor,
busuk, tengik, terurai atau meng andung
bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga
menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia.
5. Pangan yang sudah kadaluwarsa Kondisi ekonomi yang tidak baik, akibat dari
krisis yang berkepanjangan membuat
kalangan i ndustri berupaya meraup keuntungan yang sebesar- besarnya Ibid. tanpa menghiraukan kualitas produknya,
Sehingga dapat membahayakan konsumen, padahal industri pangan memerlukan
kepercayaan yang tinggi mengingat hasilnya dikonsumsi oleh masyarakat.
Pada era globalisasi sekarang
ini, mestinya kalangan industri dituntut untuk memproduksi makanan yang sehat dan
berkualitas, apalagi bila hasil produknya untuk di ekspor. Pada masa sekarang,
konsumen terutama konsumen luar negeri
tentu menerapkan standar yang tinggi untuk produk pangan.
Pembangunan dan perkembangan
perekonomian umumnya dan khususnya di
bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan atau jasa yang dapat
dikonsumsi. Di samping itu globalisasi dan
perdagangan bebas yang didukung oleh Kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak
arus transaksi barang atau jasa melintasi
batas- batas wilayah suatu negara, sehingga barang - barang atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi
luar negeri maupun produksi dalam negeri.
Kondisi demikian pada satu pihak
mempunyai manfaat bagi konsumen karena
kebutuhan konsumen atas barang dan atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar
kebebasan untuk memilih aneka jenis dan ku
alitas barang - barang atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen,
tetapi di sisi lain kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan konsumen dan pelaku usaha menjadi
tidak seimbang, konsumen berada pada posisi yang lemah, konsume n menjadi obyek
aktivitas bisnis untuk meraup
keuntungan yang sebesar- besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara
penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.
Konsumen di Indonesia secara umum lemah sebab
tingkat kesadarannya masih rendah. Hal
ini disebabkan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu perlu pemberdayaan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah
mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku
usaha adalah mendapat keuntungan yang
semaksimal mungkin dengan modal yang
seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Piranti hukum yang melindungi
konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi
justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha semakin
sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi
persaingan melalui penyediaan barang dan atau jasa yang berkualitas.
Pembentukan piranti hukum dalam
rangka perlindungan konsumen penting guna menjamin kepastian hukum dan
kepastian hak- hak konsumen serta sekaligus
kepastian berusaha bagi pelaku usaha. Sebab dengan adanya instrumen hukum yang lengkap pelaku usaha juga mempuny
ai landasan dalam memproduksi dan atau
menjual produk barang dan atau jasa ke masyarakat. Pelaku usaha tidak Irfan Harisman, Perlindungan Hukum atas Hak
Konsumen Terhadap Penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow Sebagai Bahan Ta
mbahan Pada Makanan Olahan,Skripsi, h. 5 khawatir terhadap kemungkinan adanya klaim
atau protes dari konsumen bila pelaku
usaha dalam melakukan usahanya telah memenuhi ketentuan hukum kons umen.
Dalam hal itu, hakikat
perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan kepada kepentingan - kepentingan (hukum)
konsumen. Adapun kepentingan kepentingan konsumen menurut resolusi Perserikatan
Bangsa- Bangsa No. 39 / 248 tahun 1995
tentang “Guidelines forConsumer Protection”, sebagai berikut : a. Perlindungan konsumen dari bahaya - bahaya
terhadap kesehatan dan keamanannya.
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial
ekonomi konsumen.
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi
konsumen untuk memberikan kemampuan
mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan
pribadi.
d. Pendidikan konsumen.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi