BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Persoalan
salat adalah persoalan fundamental dan signifikan dalam Islam.
Dalam menunaikan kewajiban salat,
kaum muslimin terikat pada waktu-waktu yang sudah ditentukan. Sesungguhnya
salat ini adalah kewajiban yang ditentukan waktu-waktunya atas orang-orang yang
beriman. Dan dalam Islam salat merupakan kedudukan yang sangat agung karena
salat merupaka tiang agama.
Konsekuensi logis dari surat An-Nisa’ ayat 103
adalah bahwa salat lima waktu tidak bisa dilakukan dengan sembarang waktu, akan
tetapi harus mengikuti waktu-waktu yang telah ditentukan berdasarkan Al-Qur’an
dan Al-Hadis.
Namun dalam realita banyak masyarakat dalam
beribadah terutama salat masih terpaku dengan pendapat para ulama’, sedangkan
para ulama’ juga masih banyak perbedaan pendapatan tentang waktu salat.
Dalam berbagai ayat Al Qur’an
disebutkan bahwa perintah salat itu sebenarnya telah diwahyukan sejak lama oleh
para Nabi dan Rasul sebagai ibadah utama untuk berkomunikasi dengan Allah.
Namun pada umumnya, para ulama’ sepakat bahwa perintah shalat 5 waktu adalah
mu’jizat Rasulullah sepulang dari sebuah perjalanan yang fenomenal yakni Isra’
Mi’raj.
Salat yang diwajibkan sehari
semalam ada lima waktu. Mengenai waktu pelaksanaannya, Allah sudah memberikan
isyarat tentang waktu-waktu tersebut Sa’id
Bin Ali Bin Wahf Al-Qahthani, Ensiklopedi Salat, Di Terjemahkan Oleh Abdul Ghafar,
Dari Mafhum Wa Fadha-il Wa Addah Wa Anwa¶Wa Ahkam Wa Kaifiyyah Fii Dhau-il Kitab
Was Sunnah, Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i, Cet II, 2008, hlm Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan
Praktek, Yogyakarta : Lazuardi, 2001, hlm.
dalam firmannya, karena jika ibadah salat
misalnya harus di laksanakan sesuai dengan ketentuan waktunya tersebut.
Secara syar’i, kaum muslimin
terikat pada waktu-waktu yang sudah ditentukan sebagaimana Firman Allah dalam
surat an Nisa’ Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah
di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu
Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman. (QS. An Nisa’: 103) Dari
ketentuan yang termuat dalam Al-Qur’an dan Hadis dipahami bahwa ketentuan salat
tersebut berkaitan dengan posisi matahari pada bola langit. Karena itu dalam
penentuan awal waktu salat adalah posisi matahari, tinggi h, atau jarak zenith
(Bu¶du Assumti) , Zm = 90 – h. Fenomena
(morning twilight), matahari terbit (Sunset), dan akhir senja berkaitan dengan
jarak zenith matahari.
Dalam permasalahan salat para ulama’ fiqh
memberikan batasan-batasan waktu salat dengan berbagai cara atau metode untuk
menentukan waktuwaktu salat tersebut. Ada sebagian mereka menentukan waktu
salat adalah dengan menggunakan cara melihat langsung pada tanda-tanda alam sebagaimana
secara tekstual tertuang dalam Hadis-Hadis Nabi tersebut, seperti menggunakan
alat bantu tongkat istiwa¶atau miqyas atau
Departemen Agama RI, Al-Qur¶an Dan Terjemahnya, Bandung : Jumanatul Ali
Art (JArt), 2005, hlm.
Jarak zenit (Bu¶du Aassumti)yaitu jarak dari
zenit sampai suati benda langit ketika berkulminasi sepanjang lingkaran
meridian dalam astronomi dikenal dengan istilah zenith distance, lihat dalam
muhyidin khazin, kamus ilmu falak, yogyakarta: Buana Pustaka, 2005, hlm.
Suksinan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Dalam Khazanah Islam Dan Sains
Modern, Yogyakarta : Suara Muhammdiyah, 2007, hlm hemispherium. Ini adalah metode yang
digunakan oleh “madzhab” rukyah dalam persoalan penentuan waktu-waktu salat.
Sehingga waktu-waktu salat yang ditentukan disebut dengan al-Auqat al-Mar¶iyyah
atau al-Waqtu al-Mar¶y.
Sedangkan sebagian yang lain mempunyai
pemahaman secara kontekstual.
Awal dan akhir waktu salat
ditentukan berdasarkan posisi matahari dilihat dari suatu tempat di bumi,
sehingga metode atau cara yang dipakai adalah hisab (menghitung waktu salat).
Hakikat hisab waktu salat adalah menghitung kapan matahari akan menempati
posisi-posisi seperti tersebut dalam nash-nash waktu salat itu. Pemahaman
inilah yang dipakai oleh “madzhab” hisab dalam persoalan penentuan waktu salat.
Dengan cara hisab inilah, nantinya lahir jadwal waktu salat abadi atau jadwal salat sepanjang masa. Walaupun di
dalam masjid tersebut juga terdapat jadwal waktu salat abadi yang biasa dipakai
sebagai pedoman di saat cuaca tidak mendukung (mendung) yang memberikan simbol
adanya “madzhab” hisab.
Dalil yang dijadikan landasan dalam menentukan
waktu salat lima waktu bersifat interpretatif. sehingga implikasinya muncul
pebedaan dalam menetapkan waktu salat. Salat yang diwajibkan kepada kita sehari
semalam ada lima waktu.
Mengenai waktu pelaksanaannya,
Allah hanya memberikan isyarat, antara lain terlihat pada al-Quran yang
berbunyi : ( Ahmad Izzudin, Fiqh Hisab
Rukyah di Indonesia, Jogyakarta : Logung Pustaka, 2003,hlm.
Yaitu jadwal waktu salat yang biasa ada di
masjid-masjid dan sebagai pedoman oleh masyarakat secara umum Ahmad Izzudin, Op Cit, hlm.
Artinya : “Dirikanlah salat sejak matahari
tergelincir sampai gelap malam, dan (dirikanlah pula salat) subuh…” (QS.
Al-Isra’ : 78) Al-Qur’an telah
menjelaskan tentang waktu-waktu beribadah, seperti salat misalnya dalam
al-Qur’an dan Hadis telah dijelaskan tentang waktu salat diantaranya : 1. Waktu Zuhur : dimulai sejak matahari tergelincir
yaitu sesaat setelah matahari mencapai titik kulminasi dalam peredaran
hariannya sampai tibanya waktu salat Asar.
2. Waktu Asar : dimulai saat
panjang bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang bayang-bayang pada saat
matahari berkulminasi sampai tiba waktu Maghrib.
3. Waktu Maghrib : dimulai sejak
matahari terbenam sampai tibanya waktu Isya’.
4. Waktu Isya’ : dimulai akhitnya
waktu maghrib hingga hilang mega merah sampai separuh malam dan akhir salat
Isya’ adalah terbitnya fajar.
5. Waktu Shubuh : dimulai sejak
terbit fajar sampai terbitnya matahari.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi