Rabu, 27 Agustus 2014

Skripsi Syariah:KONSEP HARGA LELANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM


 BAB I PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri  dalam  memenuhi  kebutuhan  untuk  mempertahankan  hidupnya.  Oleh  sebab  itu,  sudah  seharusnya  manusia  saling  tolong  menolong.  Disadari  atau  tidak,  dalam  hidup  bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya.  Hal ini disebabkan  karena  pada  suatu  saat  seseorang  memiliki  sesuatu  yang  dibutuhkan  orang  lain,  sedangkan  orang  lain  membutuhkan  sesuatu  yang  dimiliki  seseorang  tersebut,  sehingga  terjadilah hubungan saling memberi dan menerima.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman ” Dan  tolong  menolonglah  kamu  dalam  kebajikan  dan  taqwa,  dan  janganlah  tolong  menolonglah  dalam  berbuat  dosa dan  kebajikan,  dan  bertaqwalah  kamu  kepada  Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. Al -Maidah : 2)  Sebagaimana  perekonomian  sebagai  salah  satu  sakaguru  kehidupan  negara.
Perekonomian  negara  yang  kokoh  juga  akan  mampu  menjamin  kesejahteraan  rakyat.
Untuk  itu  Allah  memberi  inspirasi  kepada  mereka  untuk  mengadakan  penukaran  dan  semua  yang  kiranya  bermanfaat  dengan  jalan  jual  beli  dan  semua  cara  penghitungan,  sehingga  hidup  manusia  dapat  berdiri  dengan  lurus  dan  mekanisme  hidup  ini  bekerja  dengan baik dan produktif.

 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim Dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok), Kudus:  Menara Kudus, hlm.106   Dengan  berkembangnya  teknologi  telah  mendorong  masyarakat  untuk  mengadakan  spesialisasi  produksi.  Dalam  tingkatan  ini  orang  tidak  lagi  memproduksi  untuk dirinya sendiri, melainkan mereka memproduksi untuk pasar. Dalam hal ini muncul  peranan jual beli atau perdagangan.
 Jual beli  secara umum  adalah suatu perjanjian, dengan perjanjian itu kedua belah  pihak mengatakan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang  lain membayar harga  yang telah dijanjikan. Perdagangan atau jual beli dapat dilakukan  dengan langsung dan dapat pula dengan lelang. Cara jual beli dengan sistem lelang dalam  fiqih disebut Muzayyadah.
 Muzayyadah adalah salah satu jenis jual beli di mana penjual menawarkan barang  dagangannya  di  tengah-tengah  keramaian,  lalu  para  pembeli  saling  menawar  dengan  harga yang lebih tinggi sampai pada harga yang paling tinggi dari salah satu pembeli, lalu  terjadilah akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual.
 Lelang masa kini tidak hanya terjadi pada lembaga informal saja, lembaga formal  juga  banyak  yang  melaksanakan  proses  lelang.  Khususnya  lembaga  yang  mempunyai  produk gadai seperti pada Lembaga Keuangan yaitu Pegadaian Syariah.
Dalam  Pegadaian  Syariah  sistem  lelang  berlaku  bagi  nasabah,  apabila  nasabah  tersebut tidak mampu membayar utangnya setelah jatuh tempo.  Penjualan barang gadai  setelah  jatuh  tempo  adalah  sah.  Hal  itu,  sesuai  dengan  maksud  dari  pengertian  hakikat  gadai itu sendiri,  yakni sebagai keperca yaan dari suatu utang untuk dipenuhi harganya,  bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya dari orang yang berpiutang. Karena   A. M. Syaefuddin,  Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi,  Jakarta    :  Dirjen Lembaga Islam Depag RI,  1997, hlm.
 Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al -Ilmiyah, 1995, hlm.
 Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri,  Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib Al-Arba’ah  Juz. II  , Beirut Libanon, 1992,  hlm. 257    itu,  barang  gadai  dapat  dijual  untuk  membayar  utang,  dengan  cara  mewakilkan  penjualannya kepada orang yang adil dan terpercaya.
Jual  beli  sistem  lelang  merupakan  suatu  sarana  yang  sangat  tepat  untuk  menampung para pembeli untuk mendapatkan barang yang telah diinginkannya. Sehingga  benar-benar apa yang telah diinginkannya telah tercapai. Jual beli dengan sistem lelang  juga  harus  mempunyai  sistem  menajemen  yang  professional  dalam  menjalankan  tugas  dan  perannya  di  masyarakat.  Sehingga  pelelangan  yang  terjadi  merupakan  pelelangan  yang berbasis keadilan, yaitu harga yang digunakan harus adil.
Islam  mengartikan  harga  sebagai  harga  yang  adil  yaitu  harga  yang  diserahkan  pada  keseimbangan  pasar.
 Harga  diserahkan  kepada  hukum  pasar  untuk  memainkan  perannya secara wajar, sesuai dengan penawaran dan permintaan yang ada.
 Kesalahan dalam  penentuan  harga  dapat menimbulkan berbagai  konsekuensi  dan  dampaknya  berjangkauan  jauh.  Tindakan  penetapan  harga  yang  melanggar  etika  dapat  menyebabkan  para  pelaku  usaha  tidak  disukai  oleh  para  pembeli,  bahkan  para  pembeli  dapat  melakukan suatu reaksi yang dapat menjatuhkan nama baik pelaku  usaha. Apabila  kewenangan  harga  tidak  berada  pada  pelaku  usaha  melainkan  berada  pada  kebijakan  pemerintah, maka penentuan harga  yang  tidak diinginkan oleh para pembeli (dalam hal  ini  sebagian  masyarakat)  bisa  mengakibatkan  suatu  reaksi  penolakan  oleh  banyak orang/kalangan.
 Tetapi,  seringkali  harga  pasar  yang  tercipta  dianggap  tidak  sesuai  dengan  kebijakan dan keadaan perekonomian  secara keseluruhan. Dalam dunia nyata mekanisme   http://hargyangadill.blogspot.com/2011/02/definisi-harga-menurut-islam.html  diakses  pada  30  -03-2012 pukul 14.35.
 Yusuf Qardawi, Halal Haram Dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2003, hlm.
 http://www.daneprairie.com. Diakses pada 26-03- 2012 pukul 20.30    pasar  terkadang  tidak  dapat  berjalan  dengan  baik  karena  adanya  berbagai  faktor  yang  mendistorsinya.
Sebagaimana  jual  beli  dalam  kasus  lelang,  dalam  pematokan  harga  banyak  triktrik kotor berupa komplotan lelang  (auction ring)  dan komplotan penawar  (bidder’s ring) yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga  rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri di antara mereka.
 Pasar  lelang  (auction  market)  sendiri  didefinisikan  sebagai  suatu  pasar  terorganisir,  dimana  harga  menyesuaikan  diri  terus  menerus  terhadap  penawaran  dan  permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli  cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut,  pelaksanaan  lelang  dapat  menggunakan  persyaratan  tertentu  seperti  si  penjual  dapat  menolak  tawaran  yang  dianggapnya  terlalu  rendah  yaitu  dengan  memakai  batas  harga  terendah/cadangan (reservation price) atau harga bantingan (upset price).
'� 7 s a �_ a '>  ditiadakan.  Timbul  masalah,  bagaimana  seandainya  harta  wakaf  tersebut  sudah  tidak  bermanfaat  lagi,  ia  akan  menjadi  lebih  bermanfaat  lagi  apabila harta tersebut diubah peruntukannya.
Menurut  pendapat  Sayyid  Sabiq,  seperti  dikutip  oleh  Rahmadi  Usman dalam  buku  Hukum  Perwakafan  di  Indonesia,  bahwa  apabila  wakaf  telah  terjadi maka tidak boleh dijual, dihibahkan dan diperlakukan dengan sesuatu  yang  menghilangkan  kewakafannya.  Bila  orang  yang  berwakaf  mati,  maka  wakaf  tidak  diwariskan.  Sebab  yang  demikian  inilah  yang  dikehendaki  oleh  wakaf dan karena ucapan Rasulullah SAW, seperti yang disebut dalam hadits Artinya : “Dari  Ibnu Umar  ra. berkata,  Umar telah menguasai tanah di  Khaibar,  kemudian  ia  datang  kepada  Nabi  SAW  guna  meminta  instruksi  sehubungan tanah tersebut. Ia berkata: “Ya Rasulullah, aku telah memperoleh  sebidang  tanah  di  Khaibar,  yang  aku  tidak  menyenanginya  seperti  padanya,  apa  yang engkau perintahkan kepadaku dengannya?”  Beliau bersabda: “Jika  kamu  menginginkan,  tahanlah  aslinya  dan  sadaqahkan  hasilnya.  Maka  bersadaqahlah „Umar, tanah tersebut tidak bisa dijual,  dihibahkan, dan tidak  diwariskan.  Ia  mensadaqahkannya  kepada  orang-orang  fakir,  budak-budak,  pejuang di jalan Allah, ibnu sabil dan tamu-tamu. Tidak berdosa orang yang  mengelolanya memakan dari hasil tanah tersebut dengan cara yang maruf dan  memakannya tanpa maksud memperkaya diri”. (HR. Bukhari dan Muslim).


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi