BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pondok Pesantren
(Ponpes) adalah salah
satu lembaga pendidikan Islam
tertua di Indonesia,
keberadaan dan perannya
dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa telah diakui
oleh masyarakat. Dalam
perkembangannya Pondok Pesantren
berfungsi sebagai pusat
bimbingan dan pengajaran
ilmuilmu agama Islam (tafaqquh fi
al din) yang telah banyak melahirkan
ulama, tokoh masyarakat
dan mubaligh. Seiring
dengan laju pembangunan
dan tuntutan zaman serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Ponpes telah
melakukan berbagai inovasi
untuk meningkatkan peran
dan sekaligus memberdayakan
potensinya bagi kemaslahatan
lingkungannya. Salah satu bentuk adaptasi
nyata yang telah
dilaksanakan adalah pendirian
koperasi di lingkungan
Ponpes dan dikenal
dengan sebutan koperasi
pondok pesantren (Kopontren).
Keberadaan gerakan
koperasi di kalangan
pesantren sebenarnya bukanlah
cerita baru, sebab
pendiri koperasi pertama
di bumi Nusantara adalah Patih Wiriatmadja, seorang muslim yang
sadar dan menggunakan dana masjid untuk
menggerakan usaha simpan
pinjam dalam menolong
jama’ah yang membutuhkan
dana. Tumbuhnya gerakan
koperasi di kalangan
santri merupakan salah
satu bentuk perwujudan
dari konsep ta‟awun (saling menolong),
ukhuwah (persaudaraan), tholabul
ilmi (menuntut ilmu)
dan berbagai aspek ajaran Islam
lainnya.
Koperasi adalah suatu bentuk kerjasama dalam
lapangan perekonomian.
Kerjasama ini
diadakan oleh orang-orang
yang memiliki kesamaan
jenis kebutuhan hidup
mereka. Orang-orang ini
bersama-sama mengusahakan kebutuhan
sehari-sehari, yang mereka
butuhkan. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan adanya
kerjasama yang akan
berlangsung terus, oleh
sebab itu dibentuklah suatu perkumpulan sebagai bentuk
kerjasama itu.
Bentuk kerjasama tersebut untuk mewujudkan
pembangunan Nasional yang dilakukan
oleh bangsa Indonesia
itu sendiri. Pembangunan
tersebut merupakan bentuk
pembangunan manusia seutuhnya
yang dilakukan bersama-sama
bertujuan untuk mewujudkan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pemerintah secara
tegas menetapkan bahwa
dalam rangka pembangunan nasional dewasa ini, koperasi harus menjadi
tulang punggung dan wadah bagi perekonomian
rakyat.
Kebijaksanaan Pemerintah tersebut
sesuai dengan isi UUD 1945 pasal 33 ayat
1 yang menyatakan
bahwa perekonomian disusun
sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan.
Di dalam penjelasan
UUD 1945 tersebut diungkapkan bahwa membangun usaha
yang sesuai adalah koperasi.
Oleh
karena itu, peran
koperasi menjadi penting
berkaitan dengan pelaksanaan
tujuan di atas.
Koperasi harus tampil
sebagai organisasi yang Azra Azyumardi,
Pesantren, Kontinuitas dan
Perubahan, dalam Bilik-bilik
Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: paramadina,
1997, h. 1.
Pandji Anoraga dan Ninik Widiyanti, Dinamika
Koperasi, Jakarta: PT. Rineka cipta, 2007, h. 1.
Ibid, h. 9.
dapat mengumpulkan dan membentuk kekuatan
ekonomi bersama-sama agar dapat meningkatkan
kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya.
Ninik Widiyanti
berpendapat bahwa koperasi
bersifat terbuka untuk umum. Setiap
orang tanpa memandang
golongan, aliran, kepercayaan
atau agama orang itu, dapat
diterima sebagai anggota kope rasi. Koperasi memang merupakan salah satu wadah persatuan orang-orang yang miskin dan lemah ekonominya,
untuk bekerjasama memperbaiki nasib dan meningkatkan taraf hidup mereka.
Pernyataan
ini sesuai dengan
asas usaha koperasi
pondok pesantren yang
notabennya koperasi yang berlandaskan
syari’ah Islam yakni; berdasarkan
konsep gotong royong,
dan tidak dimonopoli
oleh salah satu orang pemilik
modal. Begitu pula
dalam hal keuntungan
yang diperoleh maupun
kerugian yang diderita
harus dibagi secara sama
rata dan proporsional.
Pada permulaanya
kita mengenal 3
(tiga) jenis bentuk
koperasi yang didasarkan pada bidang-bidang usahanya, yaitu
koperasi konsumsi, koperasi produksi,
dan koperasi kredit. Selanjutnya terjadi perkembangan usaha yang juga
memerlukan perkembangan struktur
organisasi, sehingga penjenisan koperasi
seperti di atas
terasa kurang tepat
dan perlu dikembangkan
pula.
Perkembangan usaha
koperasi berlangsung serba
cepat dan luas
mengikuti kemajuan ekonomi dan
tingkat kepentingan/ kebutuhan para anggotanya, ini Ninik Widiyanti, Koperasi dan Perekonomian
Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1989, h. 4.
berarti
bahwa usaha-usaha dan
pelayanan-pelayanannya telah meningkat, walaupun demikian
gerak organisasinya tetap
bertahan dengan kuat
pada sendi-sendi yang khas,
yaitu: Mengutamakan kesejahteraan para
anggotanya dengan gerakan cepat dan
tepat.
Sehubungan dengan perkembangan-perkembangan
seperti diatas maka untuk mengusahakan
pengelompokan yang lebih
jelas tentang fungsi-fungsi koperasi
menurut jenis dan
berbagai bidang usahanya,
orang-orang banyak tertarik
untuk membagi koperasi
sebagai berikut: Pertama
berdasarkan fungsi usahanya
(koperasi konsumsi, koperasi
produksi, koperasi kredit, koperasi jasa, dan lain-lain), Kedua berdasarkan kelompok orang-orang yang secara homogen mempunyai kelompok yang sama
(koperasi pegawai negeri, koperasi ABRI,
PEPABRI, koperasi nelayan,
koperasi petani, koperasi pelajar/
mahasiswa, koperasi pesantren,
dan lain-lain, Ketiga
berdasarkan jenis barang
yang diolah atau
dijadikan objek kegiatan
(koperasi kopra, koperasi
batik, koperasi garam
rakyat, koperasi tembakau,
koperasi perikanan/ peternakan,
dan lain-lain).
Selanjutnya untuk mendukung
terwujudnya iklim yang sehat (kondusif) dalam pengembangan
perkoperasian, pemerintah juga
telah mengeluarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang
pelarangan monopoli dan praktek persaingan yang
tidak sehat. Disamping
itu juga didukung
dengan berbagai peraturan,
antara lain Peraturan
Pemerintah No. 9
tahun 1995 tentang pelaksanaan
kegiatan usaha simpan
pinjam oleh koperasi,
Peraturan G. Kartasapoetra,
Praktek Pengelolaan Koperasi, Jakarta: PT. Rineka cipta, 2005, h. 1.
Ibid, h. 3.
Pemerintah
No. 33 tahun
1998 tentang modal
penyertaan pada koperasi.
Dengan adanya
peraturan-peraturan tersebut diharapkan
koperasi dapat berkembang seperti badan usaha yang lain.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi