Jumat, 22 Agustus 2014

Skripsi Syariah:KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK (Studi Komparasi pada Pemikiran Ibn Miskawaih dan Ki Hadjar Dewantara)


PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah  Sejak  negara  Indonesia  terlahir  di  tahun  1945,  pendidikan  telah  disadari  menjadi  salah  satu  tonggak  kemajuan  bangsa.  Pendidikan  ibarat  sebuah  rahim  yang  didalamnya  terdapat  gen-gen  dengan  komposisi  yang  rapi  dengan  segala  benih-benih  kapabilitas  yang  ada.  Ia  juga  merupakan sebuah  iklim  yang  memenuhi  syarat  untuk  memelihara  dan  menumbuh-kembangkan  segala  potensi  dan  kapabilitas  yang  diperlukan  oleh  masyarakat  yang  terpendam  pada  setiap  individu.  Maka  dari  itu  perlu  adanya  motivasi  dalam usaha  penggalian  potensi,  pengarahan  (orientasi)  dan  perencanaan  yang  baik  dalam  pengembangan  pendidikan.
Di  samping  itu,  pendidikan  merupakan  salah  satu  aspek  yang  sangat  penting untuk membentuk generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi  tua  dalam  rangka  membangun  masa  depan.  Karena  itu  pendidikan  berperan  mensosialisasikan  kemampuan  baru  kepada  mereka  agar mampu  mengantisipasi  tuntutan masyarakat yang dinamis.Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang.

Kebutuhan  yang  tidak  dapat  diganti  dengan  yang  lain.  Karena  pendidikan  merupakan  kebutuhan  setiap  individu  untuk  mengembangkan  kualitas,  pontensi  dan  bakat  diri.  Pendidikan  membentuk  manusia  dari  tidak  mengetahui  menjadi  mengetahui,  dari  kebodohan  menjadi  kepintaran  dari  kurang  paham  menjadi  paham,  intinya  adalah  pendidikan  membentuk  jasmani  dan  rohani  menjadi   Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam (Solo: Ramadlan, 1991), hlm. 9  paripurna. Sebagaimana tujuan pendidikan, menurut Sistem Pendidikan Nasional  (Sisdiknas) UU RI NO. 20 TH. 2003 BAB II Pasal 3 dinyatakan:  ”Pendidikan  nasional  berfungsi  mengembangkan  kemampuan  dan  membentuk  watak  serta  peradaban  bangsa  yang  bermartabat  dalam rangka  mencerdaskan  kehidupan  bangsa,  bertujuan  untuk  berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar  menjadi  manusia  yang  beriman  dan  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  berakhlak  mulia,  sehat,  berilmu,  cakap,  kreatif,  mandiri,  dan  menjadi  warga  Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”  Tujuan  pendidikan  setidaknya  terbagi  menjadi  dua,  yaitu  pendidikan  bertujuan  mengembangkan  aspek  batin/rohani  dan  pendidikan  bersifat  jasmani/lahiriyah.  Pertama,  pendidikan  bersifat  rohani  merujuk  kepada  kualitas  kepribadian,  karakter,  akhlak,  dan  watak.  Kesemua  itu  menjadi  bagian  penting  dalam pendidikan.  Kedua, pengembangan terfokus kepada aspek jasmani, seperti  ketangkasan,  kesehatan,  cakap,  kreatif,  dan  sebagainya.  Pengembangan  tersebut  dilakukan di institusi sekolah dan di luar sekolah  seperti di dalam keluarga, dan  masyarakat.
Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik jasmani  dan  rohani.  Dengan  demikian  secara  konseptual  pendidikan  mempunyai  peran  strategis  dalam  membentuk  anak  didik  menjadi  manusia  berkualitas,  tidak  saja  berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi juga aspek spiritual. Hal ini  membuktikan pendidikan mempunyai andil besar dalam mengarahkan anak didik  mengembangkan diri berdasarkan potensi dan bakatnya. Melalui pendidikan anak   UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas  (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm. 76  memungkinkan menjadi pribadi sholeh, pribadi berkualitas secara skill, kognitif,  dan spiritual.
 Namun, globalisasi yang memasuki dekade ini berdampak besar terhadap  segala  sendi  kehidupan  manusia.  Nilai-nilai  luhur  bangsa  dan  agama  secara  bertahap terkikis oleh nilai barat dan modern. Materialis, hedonis dan individualis  menjadi  penyakit  masyarakat.  Nilai-nilai  ini  pula  berimbas  pada  tradisi  pendidikan  yang  hanya  digunakan  untuk  mangakumulasi kapital  dan  mendapat  keuntungan.  Bahkan  Mansour  Fakih  mempertanyakan,  bagaimana  mungkin  tradisi manusia tentang visi pendidikan sebagai strategi untuk eksistensi manusia  yang  telah  direproduksi  berabad-abad,  diganti  oleh  suatu  visi  yang  meletakkan  pendidikan sebagai komoditi.
 Selain itu, terjadinya aksi dan tindak kekerasan  (violence)  akhir-akhir ini  merupakan fenomena yang seringkah kita saksikan. Bahkan hal itu hampir selalu  menghiasi  informasi  media  masa.  Fenomena-fenomena  lain  yang  mewabah  di  kalangan  remaja  seperti  merokok,  hubungan  seks  pranikah,  tawuran  massal,  penggunaan obat-obat terlarang, dan kenakalan lain seperti sering dikeluhkan para  orang  tua,  penyelenggara  pendidikan,  maupun  masyarakat  luas,  bukanlah  fenomena baru. Krisis akhlak terjadi karena sebagian besar orang tidak mau lagi  mengindahkan  tuntunan  agama,  yang  secara  normatif  mengajarkan  kepada    Ahlanwasahlan,  Artikel:  Metode  Mengajar  Tatakrama  (Akhlak)  (09  September  2008,  http://warungbaca.blogspot.com/2008/09/methode-mengajar-tatakrama-akhlak.html)  diakses  tanggal 29 November    Mansour  Fakih,  Komodifikasi  Pendidikan  Sebagai  Ancaman  Kemanusiaan,  dalam  Pengantar  buku  Francis  Wahono,  Kapitalisme  Pendidikan,  Antara  Kompetisi  dan  Keadilan,  (Yogyakarta:  Insist Pres, 2001), hlm. xi.
pemeluknya untuk berbuat baik, meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan  munkarat.
Melihat fenomena  yang terjadi nampaknya di zaman sekarang ini akhlak  mulia  adalah  hal  yang  mahal  dan  sulit  diperoleh,  hal  ini  seperti  telah  penulis  kemukakan  terjadi  akibat  kurangnya  pemahaman  terhadap  nilai  akhlak  yang  terdapat  dalam  al-Qur.an  serta  besarnya  pengaruh  lingkungan.  Manusia  hanya  mengikuti dorongan nafsu dan amarah saja untuk mengejar kedudukan dan harta  benda  dengan  caranya  sendiri,  sehingga  ia  lupa  akan tugasnya  sebagai  hamba  Allah SWT.
Tidak  dapat  dipungkiri  juga  bahwa  kemerosotan  akhlak  terjadi  akibat  adanya dampak negatif dari kemajuan di bidang teknologi yang tidak diimbangi  dengan  keimanan  dan  telah  menggiring  manusia  kepada sesuatu  yang  bertolak  belakang dengan nilai al-Qur.an. Namun hal ini tidak menafikan bahwa manfaat  dari kemajuan teknologi itu jauh lebih besar daripada madharatnya.
Realitas  ini  memunculkan  anggapan  bahwa  pendidikan  belum  mampu  membentuk anak didik berkepribadian paripurna. Pendidikan diposisikan sebagai  institusi  yang  dianggap  gagal  membentuk  anak  didik  berakhlak  baik  dan  mulia.
Padahal  tujuan  pendidikan  diantaranya  adalah  membentuk  pribadi  berwatak,  bermartabat,  beriman,  dan  bertakwa,  serta  beretika. Dalam  tulisan  ini  tidak  bermaksud  untuk  mencari  dan  meneliti  penyebab  gagalnya  pendidikan  secara  keseluruhan, tidak juga ditujukan untuk meneliti aspek penyebab kegagalan, atau  latar belakang kebijakan pendidikan sehingga pendidikan menjadi carut marut.
Islam  sangat  mementingkan  pendidikan,  dengan  pendidikan  yang  benar  dan  berkualitas,  individu-individu  yang  beradab  akan  terbentuk  yang  akhirnya  memunculkan  kehidupan  sosial  yang  bermoral.  Sayangnya,  sekalipun  institusiinstitusi  pendidikan  saat  ini  memiliki  kualitas  dan fasilitas,  namun  institusiinstitusi  tersebut  masih  belum  memproduksi  individu-individu  yang  beradab.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi