BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pandangan
hidup yang tersajikan dalam syari’at Islam ada lah bahwa prosesi
pencipta alam semesta ini diikuti dengan seperangkat aturan hukum, yang memiliki fungsi sesuai dengan rancangan yang
sangat cermat, yang s emuanya merupakan
bukti keagungan kerajaan Tuhan Yang Maha Esa. Dialah yang menciptakan, memiliki
dan memerintahnya.
Allah menciptakan manusia dan
memberinya tempat tinggal sementara di bumi.
Manusia di anug erahi sarana untuk
berfikir, kemampuan untuk bert indak, kemerdekaan
untuk berkehendak maupun memilih serta kekuatan untuk menggunakan sumber daya
dunia dengan cara yang disukainya. Ringkasnya, manusia di anugerahi otoritas dalam kedudukannya
sebagai khalifah Allah di bumi. Namun sebelumnya Allah menganug erahkan
kekhalifahan bumi pada manusia, Allah telah menegaskan secara terang bahwa
dialah satu - satunya raja, penguasa dan sesembahan. Dengan demikian seluruh alam semesta serta
seluruh makhluk yang ada di dalamnya (termasuk manusia) harus berserah diri kepadaNya.
Abu al-A’la al-Maududi, Sistem Politik Islam, terj .oleh Asep Hikmat, h.
177 Sebagaimana firman Allah: “Dan kepunyaan-Nyalah siapa yang ada di langit
dan di bumi. Semua hanya kepada-Nya
tunduk ” . (Q.S.Ar- Ru>m:26) Setelah
memberikan peringatan ini, Allah
menurunkan manusia ke bumi untuk menjadi
seorang khalifah , sebagaimana firman - nya dal am surat al - Baqarah:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi ini.”(Q.S.Al - Baqarah: 30) Firman Allah tersebut jelas tidak hanya menunjuk kepada para khalifah pengganti Ras} ulullah SAW. tetapi adalah penciptaan Nabi Adam dan anak cucunya, yang diberi tugas untuk memakmurkan bumi. Dengan tugas yang diembannya tersebut, menempatkan manusia sebagai pemimpin. Dan sebagai seorang pemimpin, manusia berkewajiban memakmurkan bumi dengan berbuat amal.
Dalam hidup bermasyarakat, manusia tidak akan
pernah terlepas dari aturan dan
hukum.Aturan dan hukum itu akan
mampu berjalan dengan baik, apabila
manusia bersedia mematuhinya, apalagi bila dalam bermasyarakat atau umat itu ada seorang pemimpin yang mengontrol dan
mengarahkannya.
Departemen Agama RI, al-Qur'an dan
Terjemahannya, h.
Ibid, h .
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam,
h. 17.
Oleh karena itu, kehadiran seorang pemimpin
sangat dib utuhkan dalam bermasyarakat,
agar pola kehidupan masyarakat itu dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Wewenang untuk mengatur kehidupan dunia adalah mutlak bagi manusia dalam
kapasitasnya sebagai seorang pemimpin, tentunya orang- orang yang telah mencukupi k riteria dengan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan yang harus
dimilikinya.
Manusia diciptakan oleh Allah
sebagai makhluk yang sempurna dan sebaik - baik bentuk, yang dilengkapi dengan
indera dan akal. Dengan demikian, semata- mata untuk kedamaian, sehingga dapat menjadi
hamba- nya di dalam rahmat dan karunia- Nya.
Harus diketahui bahwa mengatur
dan mengendalikan umat merupakan kewajiban asasi dalam agama. Bahkan
tegaknya negaratidak akan mampu direalisasikan kecuali dengan adanya
kepemimpinan. Sedangkan seluruh anak Adam
mustahil akan mencapai kemaslahatan optimal kalau tidak perkumpulan yang
mengikat dan memecahkan kebutuhan mereka, dan perkumpulan itu sudah membutuhkan kehadiran seorang pemimpin untuk
mengendalikan.
Demikian urgennya masalah yang satu ini,
sehingga Ras} ulullah SAW.
bersabda “Apabila ada tiga orang keluar untuk bepergian, maka
hendaklah mereka menjadikan salah satu menjadi amir (pemimpin)”.
(HR. Abu Daud) Di
sini Ras}ulullah SAW. mewajibkan salah seorang menjadi pemimpin dalam sebuah perkumpulan yang kecil dan
bersifat mendadak (yakni dalam bepergian)
sebagai isyarat dan perhatian akan pentingnya hal ini pada semua bentuk
perkumpulan lain yang lebih besar, juga karena Allah SWT telah mewajibkan
amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan proyek besar ini tidak mungkin
terealisasikan dengan baik tanpa adanya otoritas dan imarah (kepemimpinan).
Mayoritas ulama’ mengatakan bahwa mengangkat
pemimpin untuk mengurus umat hukumnya adalah wajib. Kewajiban
ini bersandar atas beber apa alasan:
1. Konsensus sahabat atas figur atau adanya figur seorang
pemimpin, sehingga para sahabat
mendahulukan pembaiatan Abu Bakar atas pemakaman Ras} ulullah SAW.
2. Bahwa menegakkan hukum dan benteng kekuasaa n
itu wajib dan jika ada suatu perkara
tidak akan sempurna, kecuali dengan sesuatu itu menjadi.
3. Bahwa dalam kepemimpinan akan dapat menarik
kemanfaatan dan menolak kerusakan.
Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud Jilid II, h.
Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar`iyah, h. 156 -157.
Abdullah Wahab Khallaf, Politik Hukum Islam,
h. 38 Ibnu Khaldun
berkomentar dalam kitab
Muqaddimah , sebagian manusia keliru
yang mengatakan bahwa menegakkan pemimpin itu tidak wa jib baik menurut
pendekatan akal maupun hukum. Di antara
mereka itu al - Az am dari kalangan
Mu’tazilah , kalangan
Khawarij dan lain - lain. Menurut
mereka, bahwa yang wajib hanyalah
memberi informasi tentang hukum dan bila umat sudah sadar atas keadilan dan pel
aksanaan hukum Allah SWT, maka tidak butuh figur pemimpin dan tidak wajib memilih pemimpin.
Akan tetapi pendapat ini masih ditentang
dengan dasar ijma’ .Namun kesimpulannya
adalah bahwa mayoritas ulama’ sepakat
bahwa umat Islam wajib mempunyai pemimpin yan g disetujui dan mendapat dukungan umat manusia.
Pemimpin merupakan kebutuhan pokok bagi umat,
sehingga mayoritas ulama’ mengatakan
bahwa mengangkat pemimpin adalah wajib.Ia
di pandang sebagai tokoh pengayom
yang membawa rahmat, kedamaian, ketentraman, kesejukan dan lain - lain bagi
mereka.Bahkan dunia tanpa pemimpin,
bagaikan anak kehilangan induk. Oleh karena itu, pemimpin merupakan keperluan
pokok dan mutlak bagi kehidupan
masyarakat yang manusiawi.
Bila kita mau mawas diri,
sebenarnya sudah berapa banyakilmuan, cendikiawan dan pemimpin satu demi satu
berguguran meninggalkan kita.
Kejadian ini cukup memberi
isyarat adanya kevakuman yang menuntut penanggulangan secara cepat, tepat dan
optimal yaitu dengan melaksanakan persiapan (kaderisasi) generasi peneru s yang
tangguh dan penuh tanggung jawab.
� ; a j ะก �� h dengan jihad yang sebenarbenarnya. dia Telah
memilih kamu dan dia sekali -kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan...." (QS. Al - Ha>j: 78)
Jadi dalam konteks hukum Islam ,
asas Opportunitas dibenarkan ada dalam hukum
Islam sesuai konsep maqa>s}id
asy-syari<’ah yang menga ndung kemaslahatan, dan telah menjaga lima unsur
yaitu: menjaga agama, jiwa, akal, harta,
dan kehormatan. Namun keempat unsur tersebut dapat diabaikan demi kepentingan agama yang kemanfaatannya kembali
pada kepentingan orang banyak.Apabila
seseorang melakukan perbuatan yang pada intinya bertujuan memelihara
kelima aspek tersebut, maka perbuatannya disebut maslah{ah.
Melihat fenomena tersebut, maka penulis ingin
m endeskripsikan masalah tersebut dengan
judul: Implementasi Kewenangan Kejaksaan dalam
Pelaksan aan Asas
Opportunitas menurut Pasal
35 (c) UU No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik
Indonesiadalam Tinjauan Hukum Islam.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi