Sabtu, 23 Agustus 2014

Skripsi Syariah:KREATIVITAS GURU AL QUR’AN HADITS DALAM MENGELOLA KELAS GUNA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHAFAL SISWA KELAS VII DI MTS HIDAYATUL MUBTADI’IN LOWOKWARU MALANG


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang  Guru  kreatif  tidak  akan  terbentuk  secara  tiba-tiba, melainkan  lahir  dari  proses  pergumulan  dengan  ruang  dan  waktu  seiring  pengalaman  yang  dilaluinya.  Guru  yang  kreatif  yakni  guru  yang  memiliki  daya  cipta,   misalnya  dalam  menyiapkan  metode,  perangkat,  media  dan  muatan  materi  pembelajaran.  Dari  kreativitas  guru  tersebut,  akan  menular  pada  siswa  secara  jangka  pendek  maupun  panjang.  Karena  siswa  disadari  atau  tidak cenderung belajar dari aktivitas dan kreativitas gurunya dalam proses pembelajaran.
 Kegiatan  belajar  yang  variatif,  dapat  merangsang  semangat  dan   rasa  penasaran  siswa  untuk belajar PAI khususnya mata pelajaran Al Qur’an Hadits.

  Balnadi, Saputra. Aneka Problema Keguruan. (Bandung: Angkasa, 1982). hlm. 101  Guru  perlu  membuat  keterbukaan  komunikasi  dengan  siswanya.  Sebelum  pelajaran Al Qur’an Hadits dimulai pada tahun ajaran baru, seyogyanya guru melakukan  ’kontrak  belajar’  dengan  siswa.  Guru  memposisikan  cara  pandang  bersama  terhadap  aktivitas  di  kelas  sebagai  relasi  dan  komunikasi  di kelas  adalah  saling  belajar.  Kontrak  belajar  ini  meliputi  perkenalan,  curah  harapan  dan  pendapat  atas  pelajaran  Al  Qur’an  Hadits  serta  membangun  kesepakatan  dan  kesepahaman  kolektif  antara  guru  dan  siswa,  seperti tentang cara dan tempat belajar misalnya.
 Membangun  kreativitas  guru  membutuhkan  proses,  kreativitas  akan  lahir  secara,  ada proses  yang mengawalinya seperti:  pertama, belajar dari pengalaman mengajar, baik  diperoleh dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman guru lain. Guru dapat belajar  dan merefleksikan perjalanan proses belajar mengajarnya ke dalam praktik pembelajaran  bersama  siswa.  Kedua,  rasa  cinta  dan  kasih  sayang  yang  mendalam  terhadap  muridmuridnya  agar  mereka  menjadi  manusia  ideal   di  masa yang  akan  datang.  Cinta  adalah  energi  kehidupan.  Cinta  merupakan  sumber  pemicu  yang  kuat  atas  lahirnya  kreativitas.
 Jika ada cinta dan kasih sayang, maka rasa dan jiwaguru terlibat dalam proses pengajaran  dan pendidikannya sehingga totalitas kinerja guru lahir. Perasaan siswa dapat menangkap  cinta kasih gurunya sehingga terjalin hubungan psikologis antara siswa dan guru.  Ketiga,  adanya  tanggung  jawab  yang  mendalam  terhadap  tugasnya.  Keempat,  guru  giat  belajar  untuk  meningkatkan  kualitas  pengetahuan,  kepribadian  dan  keterampilannya  yang  berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru.
  Guru merupakan sebagai pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai  dan  norma-norma  kepada  generasi  berikutnya  sehingga terjadi  proses  konservasi  nilai  karena melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.
   Ibid. hlm 102   Wijaya, Cece dan Tabrani Rusyan. 1994. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya)  Pendidikan diharapkan memberikan pengetahuan  yang memungkinkan orang  dapat  mengatasi  masalah-masalah  kehidupan  dalam  tugas-tugas  profesional  dan  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Namun,  dalam  kondisi  kehidupan  yang  berubah  dengan  sangat  cepat seperti sekarang ini, Kerap kali pengetahuan yang dimiliki seoarang guru tidak dapat  diterapkan  untuk  mengatasi  masalah-masalah  yang  muncul.  Oleh  karena  itu,  diperlukan  keterampilan berfikir kritis dan kreatif, keterampilan memecahkan masalah dan mengambil  keputusan.  Untuk  itu,  perlu  adanya  kepekaan  terhadap  masalah  yang  muncul  dalam  masyarakat dan dan kejelian untuk mengidentifikasi masalah serta merumuskannya secara  tepat.
 Memecahkan  masalah  memerlukan  penggunaan  keterampilan  berpikir  secara  terpadu  dan  dasar  pengetahuan  yang  relevan.  Sebaliknya,  jika  seorang  guru  tidak  dapat  terampil  berpikir  kritis  dan  kreatif  maka  tidak  akan  menghasilkan  pemecahan  masalah  yang  tepat,  meskipun  tersedia  cukup  banyak  informasi  yang  relevan.  Dapat  dipahami  bahwa  suatu  masalah  tidak  dapat  di  atasi  tanpa  pengetahuan  yang  relevan.  Masalah  pendidikan  tidak  dapat  diatasi  tanpa  pengetahuan  dalam  bidang  pendidikan,  masalah  hukum tidak dapat di atasi tanpa dasar pengetahuan hukum, dan sebagainya.
 Pengetahuan  untuk  mengatasi  masalah  bersifat  spesifik,  sebaliknya  keterampilan  berpikir dapat diterapkan pada berbagai bidang ataulintas disiplin ilmu. Oleh karena itu,  pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif merupakan orientasi pendidikan  yang cocok dalam situasi kehidupan yang mengalami perubahan yang cepat.
  Pendidikan    nasional    berfungsi     mengembangkan     kemampuan    dan  membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka    Zuchdi,  Darmiyati.  Humanisasi  Pendidikan  Menemukan  Kembali  Pendidikan  yang  Manusiawi.(Jakarta:  PT. Bumi Aksara. 2008). hlm. 124  mencerdaskan  kehidupan  bangsa,  bertujuan  untuk  berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar  menjadi  manusia  yang  beriman  dan  bertakwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,  mandiri dan menjadi warga negara yang  demokratis serta bertanggung jawab.
  Untuk  mencapai  tujuan  Pendidikan  Nasional  tersebut  Pemerintah  Republik  Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional berupaya mengadakan perbaikan dan  pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia, yaitu dalam bentuk pembaharuan kurikulum,  penataan  guru,  peningkatan  manajemen  pendidikan,  serta  pembangunan  sarana  dan  prasarana pendidikan. Dengan pembaharuan ini diharapkan dapat dihasilkan manusia yang  kreatif  yang  sesuai  dengan  tuntutan  jaman,  yang  pada  akhirnya  mutu  pendidikan  di  Indonesia meningkat.
 Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar  yang  diselenggarakan  di  kelas  benar-benar  efektif  dan  berguna  untuk  mencapai  kemampuan  pengetahuan,  sikap  dan  keterampilan  yang  diharapkan.  Karena  pada  dasarnya  proses  belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya  guru  merupakan  salah  satu  faktor  yang  penting  dalam menentukan  berhasilnya  proses  belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran  dan  kompetensinya,  guru  yang  kompeten  akan  lebih  mampu  menciptakan  lingkungan  belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar  siswa berada pada tingkat yang optimal.
 Dalam  proses  belajar  mengajar,  guru  harus  memiliki  kemampuan  dasar  dalam  melakukan tugasnya. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan pribadi guru itu  sendiri  yakni  guru  harus  yang  kreatif,  selalu  mencari  bagaimana  caranya  agar  proses   UUD Republik Indonesia No 2 Tahun 2003, tentang Pasal Sistem Pendidikan Nasional  belajar  mengajar  dapat  mencapai  hasil  sesuai  dengan tujuan  yang  direncanakan.  Oleh  sebab  itu  merupakan  sebuah  tuntutan  bagi  para  pengajar  di  lembaga  madrasah  untuk  memiliki  dan  mengembangkan  kreativitas  dalam  pengelolaan  kelas  guna  menciptakan  kondisi belajar  yang sesuai dengan kondisi siswa dan dapat meningkatkan kemampuan  belajar  siswa,  sehingga  proses  pembelajaran  mata  pelajaran  pendidikan  agama  Islam  berlangsung dengan baik.
  Guru  dituntut  untuk  mentransfer  ilmunya  secara  proporsional  dan  profesional  kepada  anak  didiknya  sehingga  anak  didik  menjadi  anak  bangsa  yang  bermanfaat  bagi  dirinya dan orang lain. Namun, mentransfer ilmu saja tidak cukup. Banyak hal yang  harus dilakukan oleh seorang  guru, di antaranya meningkatkan  daya kreativitas,  berpikir  positif,  bersikap  kritis,  dan  melaksanakan kegiatan  pembelajaran  dengan  jiwa  besar.
 Untuk memperoleh kreativitas yang tinggi sudah barang tentu guru harus banyak  bertanya, banyak belajar dan berdedikasi tinggi.
  Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola  kelas  yaitu  menciptakan  dan  mempertahankan  kondisi  belajar  yang  optimal  bagi  tercapainya tujuan pengajaran.
 Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaankelas sangat mendasar sekali  karena  kegiatan  guru  dalam  mengelola  kelas  meliputi kegiatan  mengelola  tingkah  laku  siswa  dalam  kelas,  menciptakan  iklim  sosio  emosional  dan  mengelola  proses  kelompok,  sehingga keberhasilan guru dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan, indikatornya  proses belajar mengajar berlangsung secara efektif.
  Idris, Zahara dkk. Pengantar Pendidikan. (Jakarta: 1992). hlm 47    Wijaya,  Cece  dkk. Kemampuan  dasar  guru  dalam  proses  belajar  mengajar. (Jakarta:  PT  Rosdakarya.
 1994). hlm 21  Dalam  pengelolaan  kelas  merupakan  rangkaian  tingkah laku  kompleks  yang  digunakan  oleh  guru  untuk  memelihara  suasana  kelas  sehingga  memungkinkan  murid  belajar  dengan  hasil  yang  efisien  dan  berkualitas  tinggi.  Pengelolaan  kelas  yang  efektif  merupakan  prasyarat  utama  untuk  mencapai  tujuan  pengajaran  yang  efektif.  Pengelolaan  kelas  dapat  dianggap  sebagai  tugas  yang  paling  pokok  dan  sekaligus  paling  sulit  yang  harus dilakukan oleh guru.
 Tugas guru dalam kelas adalah membelajarkan siswa  dengan menciptakan kondisi  belajar yang optimal, kondisi belajar yang optimal dapat dicapai jika guru dapat mengatur  siswa. Sarana pelajaran serta mengendalikannya  dalam suasana  yang menyenangkan  untuk mencapai tujuan pelajarannya.
 Dalam  usaha  pencapaian  tujuan  belajar  perlu  diciptakan  adanya  lingkungan  (kondisi)  belajar  yang  kondusif.  Kondisi  belajar  tersebut  dipengaruhi  oleh  berbagai  komponen  yang  saling  mempengaruhi,  komponen-komponen  itu  misalnya  tujuan  pembelajaran, materi yang akan diajarkan guru, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana  belajar mengajar yang tersedia.
 Pada umumnya penyebab melemahnya daya serap siswa di sekolah adalah karena  mereka  tidak  terbiasa  dengan  budaya  membaca  sehingga  mereka  lambat  dalam  menganalisa sehingga daya menghafal mereka sangat rendah. Dapat diamati bahwa siswa  yang telah terbiasa dalam budaya membaca tidak mengalami kesulitan dalam PBM. Tidak  banyak  siswa  yang  terbiasa  dengan  budaya  membaca  sehingga  akibatnya  adalah  tidak  banyak  pula  siswa  yang  memiliki  daya  serap  tinggi.  Daya  serap  yang  tinggi  selain  disebabkan  oleh  faktor  IQ  juga  ditentukan  oleh  pelaksanaan  agenda  kehidupan  atau  pemanfaatan  waktu.  Seringkali  orang  tua  yang  ikut  campur  dalam  masalah  waktu  anak,  mereka  akan  menjadikan  anaknya  sebagai  siswa  yang  memiliki  daya  serap  tinggi  di  sekolah.
 Diantara  guru-guru  yang  belum  mampu  memperlihatkan  kreativitas,  peneliti  juga  melihat  guru-guru  yang  kreatif.  Meski  mengajar  banyak,  namun  karena  kreatif  mereka  tetap  tampak  ceria  dan  segar  dalam  mengajar.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi