BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja
merupakan salah satu
problem yang senantiasa muncul di tengah-tengah masyarakat. Masalah tersebut hidup,
berkembang dan membawa
akibat-akibat tersendiri sepanjang
masa yang sulit dicari ujung
pangkalnya, sebab pada
kenyataannya kenakalan remaja telah merusak
nilai-nilai susila, nilai-nilai ajaran serta merusak nilai-nilai hukum.
Kenakalan remaja yang sering kali terjadi di
masyarakat merupakan bentuk-bentuk perbuatan
menyimpang seperti mencuri, pelecehan seksual, minum-minuman
keras, penggunaan obat-obatan
terlarang, penodongan, narkotika
dan lain sebagainya.
Tentu saja problem
seperti ini sangat bertentangan dengan tujuan pembangunan
nasional serta dapat menghambat pembangunan
nasional.
Ditinjau dari segi perkembangan
biologis seseorang yang dikatakan remaja
adalah mereka yang
telah berusia 13
sampai dengan 18/19
tahun.
Pada awal
usia remaja ini
merupakan tahap sekolah
menengah pertama (SMP).
Masa remaja termasuk
masa yang sangat menentukan
karena pada masa ini
anak-anak mengalami banyak
perubahan psikis dan
fisiknya.
Perubahan kejiwaan
menimbulkan kebingungan di
kalangan remaja, sehingga masa ini disebut oleh orang barat
sebagai periode strum und drang.
M. Tyayibi, M. Ngemron, Psikologi Islam.
Muhammadiyah.
Pada tahap perkembangan ini
mereka mengalami penuhgejolak emosi dan tekanan jiwa
sehingga mudah menyimpang
dari aturan dan
norma-norma sosial yang berlaku
di kalangan masyarakat.
Fenomena tersebut diakibatkan karena melihat
kondisi psikis remaja yang pada
umumnya memiliki rasa
ingin tahu yang
tinggi sehingga seringkali
ingin mencoba hal-hal
yang baru, mengkhayal,
dan merasa gelisah,
serta berani melakukan
pertentangan jika dirinya
merasa disepelekan. Untuk itu
mereka sangat memerlukan keteladanan, konsistensi, penanaman
nila-nilai keagamaan yang
nantinya dapat dijadikan
pedoman dalam menjalani hidup
yang terus berkembang.
Melihat masa
remaja yang sangat
potensial untuk berkembang kearah
positif maupun negatif
maka intervensi edukatif
dalam bentuk pendidikan,
bimbingan, maupun pendampingan
sangat diperlukan, untuk mengarahkan perkembangan
potensi remaja tersebut
agar berkembang kearah
yang positif dan
produktif. Intervensi edukatif
harus sejalan dan seimbang, terutama
dalam intervensi pembelajaran
pendidikan agama Islam
yang bisa mengarahkan
pada pembentukan kepribadian
muslim.
Proses edukatif
ini dapat dilakukan
dari berbagai pihak
yaitu keluarga (orang
tua), sekolah maupun
masyarakat. Kerja sama
yang baik antara ketiga
komponen ini harus
dijalin sebaik-baiknya agar
secara simultan dapat mencegah remaja berkembang kearah
negatif akan tetapi sebaliknya akan
mendorong remaja berkembang kearah yang positif dan produktif.
Zulkifli, Psikologi Perkembangan,(Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 63 Untuk membentuk
perilaku yang baik
dalam wujud budi pekerti yang luhur dan pribadi yang terpuji serta
mental yang tangguh maka perlu adanya bimbingan,
pendidikan, pengawasan dalam
bidang keagamaan, walaupun
pada dasarnya masih
diperlukan bidang yang lain
akan tetapi agama
(pendidikan agama Islam)
diturunkan untuk meluruskan
perilaku manusia dalam segala
dimensi kehidupan yang bersifat individu maupun sosial.
Pada dasarnya manusia merupakan
makhluk yang mempunyai segisegi
yang positif dan
juga kelebihan-kelibihan jika dibandingkan dengan makhluk
yang lainnya. Namun
demikian, harus disadari
pula bahwa manusia juga mempunyai sifat-sifat yang
negatif. Dalam Al Qur’an telah dijelaskan bahwa
manusia di samping
banyak dipuji, juga
banyak dicela/dicerca. Celaan
atau cercaan tersebut,
merupakan cerminan dari segi-segi
negatif yang dimiliki oleh manusia itu sendiri. Di antara cercaan yang
sekaligus mencerminkan kekurangan
dan kelemahan manusia
itu adalah sebagai berikut: 1.
Manusia adalah amat dhalim dan amat bodoh, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Ahzab ayat 72.
2. Manusia
adalah makhluk yang
lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan sendiri,
melainkan hanya Allah
yang memberikannya daya
dan kekuatan QS. An-Nisa’ ayat 28
dan Al Kahfi ayat 39.Oleh karena itu tidak sepantasnya untuk bersikap sombong dan lupa
diri, baik sombong karena kekayannya,
karena jabatannya atau karena ilmunya dan sebagainya.
3. Manusia adalah makhluk yang banyak membantah
dan menentang ajaran Allah yang telah
menciptakannya dan yang telah memberi berbagai macam nikmat, dijelaskan dalam QS. Al-Kahfi ayat 54.
4. Manusia
itu bersifat tergesa-gesa
dijelaskan dalam QS.
Al-Isra’ ayat 11, dalam arti
suka menuntut sesuatu
kebaikan dan keuntungan
apa saja dengan segera.
5. Manusia
adalah mudah lupa
dan banyak salah.
Sebagaimana Nabi SAW bersabda:
“Setiap manusia sangat banyak salah dan sebaik-baik orang yang banyak salah ialah orang yang sangat sering
bertaubat kepada Allah”. (HR.
Al-Turmudzi dan Ibnu Majah) 6.
Manusia itu sering
mengingkari nikmat, sebagaimana
yang dijelaskan dalam QS. Al Hajj ayat 66, dan mengingkari
kebenaran ajaran Allah, yang dijelaskan
dalam QS. Al Isra’ ayat 89.
7. Manusia
itu mudah gelisah
dan banyak keluh
kesah serta sangat
kikir, seperti yang dijelaskan
dalam QS. Al-Ma’arij ayat 19-21 dan Al Isra’ ayat 100, dalam arti manusia itu mudah cemas dan
tidak tabah dalam menghadapi musibah, sangat
mudah merasa resah
dan gelisah serta
kehilangan keseimbangan mental
ketika ditimpa musibah.
Dengan
adanya berbagai sifat
negatif atau kelemahan manusia tersebut, maka akan menyadarkan diri manusia
untuk lebih memperhatikan eksistensi dirinya yang serba terbatas jika
dibandingkan dengan Sang Maha Pencipta
yang serba tak terbatas. Karena itu, pendidikan dalam Islam antara Muhaimin, Paradigma Pendidikan
Islam,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 25-26 lain
bertugas untuk membimbing
dan mengarahkan manusia
agar mampu mengendalikan diri dan menghilangkan
sifat-sifat negatif yang melekat pada dirinya agar
tidak sampai mendominasi
dalam kehidupannya, sebaliknya sifat-sifat positifnya yang tercermin dalam
kepribadiannya.
Zakiah Daradjat juga menjelaskan, Pendidikan agama Islam mempunyai peranan
penting dalam pembinaan moral yaitu
memberi bimbingan dalam
hidup, menolong dalam menghadapi
kesukaran dan mententramkan
batin, serta dikatakan pula bahwa pendidikan
agama Islam itu
adalah pembentukan kepribadian muslim Usaha adanya
pendidikan agama Islam
di sekolah diharapkan
agar mampu meningkatkan
keyakinan, pemahaman, penghayatan
dan pengamalan ajaran
agama Islam dari
peserta didik. Di
samping itu pendidikan
agama Islam juga
untuk membentuk kesalehan
pribadi yang bersifat vertikal, artinya hubungan baik atau
sikappatuh dan tunduk antara dirinya dengan
Allah SWT, serta
untuk membentuk kesalehan
sosial yang bersifat
horizontal, artinya hubungan
baik yang terjalin
antara dirinya dengan sesamanya.
Dari
hasil survei pertama
di SMP Negeri
1 Pungging Mojokerto, yang
sebagian besar siswanya
berusia remaja. Sebagaimana
pada survei awal diketahui bahwa dari sekian banyak siswa
yang ada di sekolah tersebut bukan
berasal dari daerah Pungging saja, akan tetapi mereka juga ada yang berasal dari daerah atau kota yang lain.
Meskipun di Kecamatan Pungging Ibid,
hlm. 27 Zakiah Daradjat, Kesehatan
Mental,(Jakarta: Toko Agung, 1996), hlm. 50 Muhaimin, Op.Cit.,hlm. 76 ini bukanlah suatu daerah yang besar, namun
tidak menutup kemungkinan di Kecamatan Pungging
juga terjadi kasus-kasus
kenakalan remaja atau bentuk-bentuk
perbuatan menyimpang.
Dari sini penulis dapat mengamati
adanya pergaulan yang luas antar siswa yang
terjadi di SMP
Negeri 1 Pungging
Mojokerto. Hal ini
dapat mempengaruhi psikis remaja
(siswa) dalam pembentukan kepribadian yang baik
atau malah sebaliknya.
Mengingat pada masa
remaja ini adalah masa yang sangat
berpotensi untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Oleh karena itu
peran bimbingan, pengarahan,
ataupun pembinaan sangatlah
diperlukan dalam pembentukan
pribadi yang diharapkan oleh keluarga, bangsa dan juga
agama.
Di dalam penelitian terdahulu
yang dilaksanakan oleh Kasmuliyatin, dijelaskan
pula bahwa di setiap sekolah pasti ada yang namanya kenakalan, baik
itu dalam bentuk
kenakalan ringan atau
kenakalan berat. Kenakalan tersebut
bisa dipengaruhi dari
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah ataupun lingkungan masyarakat yang tidak
kondusif.
Kenakalan remaja merupakan
masalah yang dirasa sangatlah penting dan
menarik untuk dibahas. Karena remaja merupakan
bagian dari generasi muda yang
termasuk aset negara,
dan juga merupakan
tumpuan serta harapan bagi masa depan bangsa, negara dan
agama. Untuk mewujudkan itu semua, maka
sudah barang tentu
menjadi kewajiban dan
tugas kita semua bagi orang
tua, pendidik (guru)
dan pemerintah untuk
mempersiapkan generasi muda
menjadi generasi yang
tangguh dan berwawasan
atau berpengetahuan yang
luas dengan jalan
membimbing dan mengarahkan mereka semua sehingga menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab secara moral.
Pada
kenyataannya usaha dan
kreativitas seorang guru
sangat menentukan tingkat
keberhasilan suatu pendidikan,
disertai dengan adanya motivasi
dari seorang guru
terhadap siswa untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Jalaluddin, Guru
merupakan salah satu
unsur yang berpengaruh
terhadap proses pembinaan
moral siswa. Kedudukan
guru terutama guru agama
Islam memiliki peran
yang sangat penting
dalam mencegah terjadinya kenakalan
remaja. Karena pada
dasarnya tugas guru
pendidikan agama Islam
adalah membentuk akhlak
remaja (siswa) yang
berkepribadian muslim.
Guru
Pendidikan Agama Islam
merupakan pendidik yang bertanggung jawab
langsung terhadap pembinaan
akhlak dan penanaman norma hukum tentang baik buruk serta tanggung
jawabseseorang atas segala tindakan yang
dilakukan baik di
dunia maupun di
akhirat. Penanaman pemahaman
siswa tentang hal
ini dapat sebagai
kontrol diri atas
segala tingkah lakunya sehingga
siswa sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya akan
dimintai pertanggung jawaban
di kemudian hari. Jelas
bahwasannya setiap muslim dididik
dalam agama agar menjadi manusia yang teguh dalam akidah, loyal dan taat dalam syariah dan
terpuji dalam akhlaknya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi