BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejauh penelusuran
penulis, kajian ilmu
falak di Indonesia
dalam konteks sistem
penanggalan hanya berkutat
pada ranah perhitungan penentuan
awal bulan kamariah
dalam penanggalan Hijriah
yang tersaji melalui
beberapa metode, baik
klasik maupun kontemporer
melalui acuan dasar
perhitungan yang banyak
merujuk kepada kitab
klasik, panduan perhitungan
praktis, atau software
yang familiar di
kalangan peminat ilmu falak. Sehingga
porsi terbanyak dirkursus
ilmu falak diberikan
kepada penanggalan Hijriah
yang identik dengan
perdebatan tiada berkesudahan.
Imbasnya, karya
intelektual yang lahir
selain sistem penanggalan
Hijriah tidak banyak ditemui
bahkan cenderung terbengkalai.
Sebuah studi
yang dilakukan pada
tahun 1987 menyimpulkan
bahwa terdapat sekitar 40
sistem penanggalan yang
berkembang di dunia,
akan tetapi dari
40 macam sistem
penanggalan tersebut, secara
umum hanya dikategorikan menjadi tiga kelompok (cluster)
besar, yaitu: 1. Sistem penanggalan
yang mengacu terhadap
pergerakan semu matahari.
Dalam istilah
lain disebut penanggalan
Syamsiyah atau Solar
Calendar.
Konsep perhitungan
sistem penanggalan ini
didasarkan pada lama Alan
Longstaff, Calendars from Around the World, National Maritime Museum, 2005, h.
3. Baca juga Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyah dan Hisab, Jakarta:
Amythas Publicita, 2007, h. 48. perjalanan bumi
melakukan revolusi terhadap
matahari. Jumlah rata-rata waktu
tempuh perjalanannya adalah
365,2422518 hari atau h j m d , contoh sistem penanggalan ini adalah
penanggalan Masehi.
2. Sistem
penanggalan yang berpedoman
terhadap bulan. Sistem
ini disebut pula
dengan penanggalan kamariah
atau Lunar Calendar.
Konsep perhitungan sistem penanggalan ini didasarkan pada lama
perjalanan rotasi bulan mengelilingi
bumi. Jumlah rata-rata
lama rotasi bumi
adalah 29,530588 hari
atau h j m 2, d ,
sehingga dalam satu
bulan terdiri atas 29 hari atau 30 hari, contohnya adalah penanggalan
Hijriah.
3. Sistem
penanggalan yang berpedoman
terhadap bulan-matahari. Dalam istilah astronomi
dikenal dengan Lunisolar
Calendar. Model ini merupakan paduan
dari kedua sistem di
atas. Penanggalan ini
memiliki jumlah bulan
yang mengacu pada
fase bulan, namun
pada beberapa tahun tertentu terdapat
penambahan sebuah bulan
sisipan (intercalary month) untuk menyesuaikan dengan pergerakan
semu matahari, contohnya adalah penanggalan Yahudi, Arab Pra-Islam, dan Cina.
Khusus penanggalan
yang terakhir, yaitu
penanggalan Cina, jenis penanggalan ini
merupakan salah satu
penanggalan yang memiliki
beberapa keunikan terkait
hal krusial dalam
konsep dasar sistem
perhitungan yang tidak
ditemukan diantara sekian
penanggalan lain yang
umumnya berlaku di dunia.
Moedji
Raharto, Sistem Penanggalan Syamsiyah/Masehi, Bandung: Penerbit ITB,
2001, h. 1.
Moedji Raharto, ibid, h. 49.
Susiknan Azhari, op.cit, h. 95.
Penanggalan Cina
acapkali disebut dengan
beragam istilah seperti tarikh Imlek,
Khongcu, dan petani.
Disebut tarikh Imlek karena perhitungan awal
tahun diawali dengan
perayaan Imlek menyambut
musim semi, selain itu juga
terdapat pengertian bahwa
penanggalan ini mengacu
terhadap siklus bulan
− dalam bahasa
Cina dikenal Imlek−,
meskipun pada kenyataannya penanggalan Cina juga mengacu terhadap matahari atau musim. Penanggalan ini disebut dengan tarikh
Khongcu karena dinisbatkan kepada tokoh
spiritual masyarakat Cina
yang juga pemimpin
sentral agama Konghucu
yaitu nabi Khonghucu
yang hidup pada
tahun 551-479 SM.
Hal ini juga
yang menjadi dasar
penetapan bahwa tahun
pertama penanggalan ini
mulai dihitung sejak kelahiran
tahun khonghucu tepatnya pada tanggal 27 delapan Imlek tahun 551 SM.
Terakhir adalah penanggalan
petani karena pada
tataran implementasinya, penanggalan
ini relevan dengan
periode musim yang kerapkali
dijadikan panduan bercocok tanam bagi para petani.
Penanggalan Cina
–secara sederhana− dapat
diartikan sebagai penanggalan
yang didasarkan pada
rotasi bulan kemudian
diselaraskan dengan peredaran
bumi yang berevolusi
terhadap matahari. Dengan
prinsip itu, penanggalan
ini bisa memprediksi
kapan terjadinya awal
bulan, fase purnama,
dan siklus musim,
maka dalam penelitian
ini penulis menyebutnya dengan istilah penanggalan Im Yang Lik.
Hendrik
Agus Winarso, Mengenal
Hari Raya Konfusiani,
Semarang: Efektif dan Harmonis, 2000, h. 36.
Kuan Shao Hong and Teng Keat Huat, The Chinese Calendar of the Later Han Period,
Singapore: Department of Mathematics
National University of Singapore, 2000,
h. 7. Baca juga Hendrik Agus Winarso,
ibid, h. 32 dan Susiknan Azhari, op.cit, h. 95.
Im Yang
Lik diambil dari
beberapa penggalan kata,
kata Im berarti penanggalan
ini mengacu pada
siklus rotasi bulan,
lalu Yang berarti penanggalan
ini juga mengacu
pada siklus bumi
yang berevolusi terhadap Matahari,
sedangkan Lik merupakan
istilah untuk menyebut
penanggalan.
Sehingga jika
dipadukan penggalan kata-kata
tersebut menjadi Im
Yang Lik bermakna penanggalan
yang didasarkan pada
rotasi bulan kemudian diselaraskan
dengan peredaran bumi
yang berevolusi terhadap
matahari.
Maka lebih
tepat jika menggunakan
istilah Im Yang
Lik untuk menyebut penanggalan Cina.
Sebagaimana
umumnya sistem penanggalan,
satu tahun memiliki
12 bulan dengan
asumsi total 354
atau 355 hari
untuk penanggalan Hijriah
dan 365 atau
366 untuk penanggalan
Masehi. Jika merujuk
pada kategorisasi di atas dengan
adanya penyisipan bulan
agar sistem penanggalan
ini tetap sinkron
dengan penanggalan musim,
maka dapat dipahami
bahwa penanggalan Im
Yang Lik termasuk
kategori sistem penanggalan
lunisolar calendar.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi