BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Penetapan awal bulan
kamariyah merupakan salah satu lahan ilmu
hisab dan rukyat . Yang memiliki banyak metode perhitungan (hisab)
maupun pengamatan hilal
(rukyat). Sehingga tidak
jarang hasil yang
digunakan berbeda-beda. Hal
ini sering menjadi perdebatan umat dibanding persoalan penentuan
waktu salat dan arah kiblat. Menurut
Ibrahim Husain persoalan
ini dikatakan sebagai persoalan klasik dan senantiasa aktual .
Masalah hisab dan rukyat awal
bulan kamariyah merupakan salah satu
masalah penting karena terkait dengan penentuan hari-hari besar
umat Islam. Contohnya
bulan Ramadhan, Syawal,
dan Zulhijah .
Bulan-bulan inilah yang
banyak menjadi sorotan
umat Hisab secara harfiyah
bermakna perhitungan. Di dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk
memerkirakan posisi matahari dan bulan terhadap
bumi.
Rukyat adalah aktivitas
mengamati visibilitas hila,
yakni penampakan bulan sabit yang
pertama kali tampak
setelah ijtima’. Rukyat
dapat dilakukan dengan
mata telanjang dan dengan alat
bantu optic atau teleskop.
Klasik,
karena persoalan ini
semenjak masa-masa awal
Islam sudah mendapatkanperhatian dan
pemikiran yang cukup
mendalam dan serius
dari parapakar hukum
Islam. Mengingat hal
ini berkaitan erat
dengan salah satu
kewajiban (ibadah), sehingga melahirkan sejumlah pendapat yang
bervariasi.
Actual,
karena hamper disetiap
tahun terutama menjelang
bulan Ramadhan, syawal, dan
Zulhijah. Lihat Ahmad Izzuddin,
Fiqih Hisab Rukyat (menyatukan NU dan Muhammadiyyah dalam penentuan awal Ramadhan,
idul Fitri dan Idul Adha) Penerbit Erlangga : Jakarta.2007, h.
Diantara
kedua belas bulan
Hijriyah yang paling
mendapat perhatian umat Islam adalah
bulan Ramadhan, Syawal,
dan Zulhijah, sebab
didalamnya terdapat kewajiban berpuasa haji , hari raya dan haji
atas umat Islam . lihat Q.S al Baqarah : 185 dan 197. Penetapan awal bulan hijriyah selain
ketiga bulan tersebut dapat dipakai hisab.
muslim
karena terdapat pelaksanaan
ibadah wajib. Pada
bulan Ramadhan misalnya, yang
menjadi penentuan hari pertama kewajiban puasa, dimana umat Islam melaksanakan puasa
selama satu bulan dan diiringi dengan
berbagai ritual-ritual untuk
menambah kebarakahan pada bulan suci ini.
Kedua, penentuan awal bulan Syawal
sebagai hari Idul Fitri, yang merupakan
hari kemenangan umat
Islam diseluruh penjuru dunia.
Khususnya di Indonesia,
lebaran (hari raya
Idul Fitri) adalah momentum
yang sangat penting.
Lebaran menjadi saat
yang tepat ketika bisa
berkumpul dan bersilahturahim kepada
keluarga dan handai
taulan. Selain itu,
tradisi mudik juga
telah membudaya di masyarakat
ini. Moment hari raya bukan hanya dinikmati umat Islam sendiri, melainkan
juga dimanfaatkan oleh
kaum non muslim
untuk menghormati atau
sekedar beristirahat setelah
setiap hari berutinitas dengan kesibukan.
Dan yang
ketiga, adalah penentuan
bulan Zulhijah sebagai hari
raya umat Islam
yang kedua. Pada
bulan ini tepatnya
pada tanggal 10
Zulhijah dan hari
tasyri’ 11, 12,
dan 13 Zuhijah
umat Islam disunnahkan
untuk menyembelih hewan
kurban untuk para kaum
faqir miskin. Dan pada bulan ini pula umat
Islam bebondongKarena dalam hal
ini tidak diperlukan itsbat al Qadhi. Penetapan bulan ini semata-mata untuk perhitungan waktu, tidak benar-benar
untuk kepentingan ibadah. Baca Imam Abu al
–Hayan, al Bahr al muhith, Kairo : Beirut jilid II, h. 62 Jumhur ulama –antara lain Imam Malik dan Imam
Syafi’i - mengatakan haram melakukan
puasa dihari yang diragukan bondong ke
kota suci Makkah
Al-Mukarramah untuk melaksanan rukun Islam yang kelima yakni ibadah haji.
Dari ketiga
contoh bulan-bulan besar
umat Islam diatas, dapat
kita mengerti betapa
pentingnya penetapan awal
bulan kamariyah secara tepat dan
sesuai. Karena pada dasarnya konsekuensi hukum
mengatakan tidak sah
puasa seseorang pada
hari syak (hari yang diragukan),
Selain itu haram
bagi orang yang
berpuasa sedangkan hari itu
dimungkinkan telah memasuki Syawal (Idul Fitri).
Sehingga persoalan
seperti ini harus
mampu ditemukan titik penyelesaiannya dengan
berbagai perkembangan metode
hisab dan rukyat yang ada.
Dari latar belakang
persoalan itulah, maka
timbulah sikap kehati-hatian
dari umat Islam
dalam menentukan hari-hari
sakral di atas. Sehingga dengan berbagai metode dan
pemanfaatan tekhnologi canggih umat
Islam berusaha untuk setepat mungkin
menentukan dan menetapkan jatuhnya
hari-hari besar tersebut. Walaupun pada bulanbulan Islam
lain juga terdapat
banyak sekali ibadah
sunnah yang sangat dianjurkan pelaksanaannya.
Akan tetapi,
dalam perkembangannya perayaan
hari-hari besar tersebut
masih sering kali
berbeda. Hilangnya kebersamaan umat
Islam dalam menyambut
hari-hari besar (Ramadhan,
Syawal dan Zulhijah) yang mulia
ini, menambah konfigurasi umat yang lebih nyata.
Banyak faktor yang
melatarbelakangi timbulnya perbedaan tersebut,
yang memang menjadi
agenda umat Islam
untuk menghapusnya. Salah satu hal yang
mungkin menjadi pemicu adalah begitu
beragamnya metode-metode yang
dipakai dalam menentukan awal
bulan kamariyah baik
secara individu ataupun
organisasi.
Artinya di negara ini tidak ada
aturan yang mengikat untuk mengikuti ketetapan
pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Kementrian Agama RI.
Jadi, tidak ada
larangan bagi setiap
instansi maupun ahli
yang menetapkan awal bulan
kamariyah menurut perhitungan kalender dan dasar
hukum yang mereka
terapkan. Sehingga wajar
apabila sering dan banyak terjadi perbedaan penetapan.
Selain itu
secara historis Indonesia
merupakan negara yang kaya akan
tradisi, adat istiadat
dan kultur yang
begitu kompleks.
Ditambah dengan
ciri masyarakat Indonesia
yang nota bene
adalah masyarakat tradisional-religius juga
menambah warna keberagaman yang
ada. Tidak terkecuali
mengenai aturan syar’i
yang mereka berlakukan
di kalangan populasi-populasi antar
anggotanya. Hal tersebut
juga sangat mempengaruhi
pemahaman dasar nash
yang mereka mengerti, sehingga
tentu menjadi kemungkinan sangat besar jika
kondisi budaya, lingkungan fisik dan kepercayaan masyarakatnya juga
berpengaruh pada metode
yang dipakai komunitas-komunitas tersebut misal saja pada gerakan-gerakan
keagamaan seperti tarekat.
Dalam kacamata
publik, memang selama
ini perbedaan begitu tampak hanya terjadi antara dua ormas
besar yakni NU yang diidentikkan mazhab
rukyatnya dan Muhammadiyyah
dengan mazhab hisabnya.
Keduanya sama mengklaim
dengan ciri khasnya masing-masing, walaupun pada prakteknya
keduanya juga sama-sama memakai kedua
metode tersebut yakni hisab dan rukyat.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi