BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
terdiri atas berbagai
suku bangsa, dan setiap suku
bangsa berbeda dalam banyak hal dengan suku
bangsa lainnya.
Adanya berbagai perbedaan
tidak hanya memberikan
keunikan yang menarik yang dapat
dibanggakan, namundi pihak lain dapat
menimbulkan berbagai konflik.
Salah satu
persyaratan terbentuknya Negara
yang damai dan
demokratis, adalah
menghargai dan mengamini
adanya keanekaragaman
(Pluralitas) masyarakat dan
bangsa. Namun memang sulit untuk memahami
konsep multikulturalisme dan
pluralisme itu kedalamkehidupan masyarakat
sehari-hari. sehingga
tidak jarang pemahaman
tentang konsep
multikulturalisme dan
pluralisme akan menjadi
sebuah ancaman besar
bagi
kehidupan ummat. Hal itu berjalan
seperti yang diungkapakan oleh Samuel
Hantington dalam
Clash of Civilization yang dikutip
oleh ngainun naim
bahwa:Proses
kontemporer modernisasi globalisasi
secara aktif
menyumbang pada berkembangnya
masalah-masalah etnisitas yang dikaitkan
dengan kemunculan kembali
persoalan komunitarian secara signivikan.
Negara indonesia
merupakan bangsa yang
majemuk (Plural),
terbentang pulau-pulau dari
sabang sampai Merauke, keanekaragaman
suku,
bahasa, ras,
budaya, dan agama
telah menjadi ciri
khas dan identitas
sejak
Ngainun Naim. Pendidikan
Multikultural; Konsep dan Aplikasi. (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media. 2008) hlm. 35
bangsa ini berdiri. hal itulah
yang telah disadari oleh Fonding father
negeri
ini, sehingga
mereka merumuskan konsep pluralisme
dan multikulturalisme
dengan semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika”.
Dalam upaya menyatukan
bangsa yang
plural ini, memang
dibutuhkan perjalanan waktu
yang cukup
panjang dan
penuh perjuangan. Dan
tentunya beberapa bentuk konflik
dan
konsensusnya akan
mewarnai upaya mewujudkan
bangsa yang damai,
tentram dan demokratis. Dan itu
karena masyarakat akan terus berubah sesuai
dengan kodratnya sebagai mahluk
evolusioner yang sarat dengan kepentingan
hidup yang berbeda-beda.
Beberapa konflik dan kekerasan telah
mewarnai perjalanan negeri ini,
dan itu semua muncul akibat
adanya rasa sentimen dan egoisme agama, etnis,
ras, suku
dan golongan tertentu
dalam mengklaim kebenarannya
terhadap
golongan lain.
Seperti yang kita
ketahui Poso, Ambon,
Aceh, Sampit,
Mataram, Kupang
dan masih banyak
daerah lainnya, telah
menjadi contoh
kasus tragedi
kemanusiaan yang sebenarnya
merupakan pantulan dari
instrumentasi politik
melalui etnisitas, agama,
dan asal daerah. Potensi
konflik di daerah rawan konflik
tersebut, dikarenakan telah terkikisnya sikap
toleransi dan solidaritas antar
sesama dalam menyikapi perbedaan itu. Maka
untuk tidak
berkembang konflik yang
lebih besar, perlu
kita menanamkan
pentingnya memahami
dan menghargai perbedaan
itu. Karena
keanekaragaman dan perbedaan
merupakan kodrat dari sang pencipta alam.
Dengan adanya
keragaman ini diharapkan
agar manusia dapat
mengambil hikmah
penciptaan melalui potensi
nalar, yang kemudian
dapat
dijadikan modal
pengembangan kehidupan yang
lebih bermanfaat. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa
unsur kesadaran manusia berbeda, termasuk di
dalamnya ego.
Kesadaran ego inilah
yang sebenarnya menjadi
PR terberat
yang hingga kini tidak mudah
menyelaraskannya. Semua serba interest, dan
mudah menyulut
konflik-konflik yang ironisnya,
ujung pangkalnya hingga
kini masih perdebatan.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi