Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:PEMIDANAAN PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN NON-MUSLIM (Studi Perbandingan Pemikiran Ibnu Hazm dan Mahmud Syaltut)


BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang Masalah Hukum Islam dikenal dengan nama fiqh yang mencakup setiap aspek kehidupan manusia, persoalan-persoalan hukum, moral, ritual bahkan masalah kesehatan. Awalnya, kaum Muslim bertindak berdasarkan kebiasaan masyarakat Arab, tetapi pembentukan masyarakat politiko-religius di Madinah mengharuskan mereka berhadapan dengan persoalan baru, secara perlahan alQur’an menetapkan aturan-aturan tentang hal tersebut.
 Di sisi lain manusia ingin hidup secara tenteram, tertib, damai dan berkeadilan, artinya tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Upaya-upaya manusia untuk menyedikitkan kejahatan telah dilakukan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Di dalam ajaran Islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan dalam fiqih jinayah.
 Pembahasan tentang fiqh jinayah, sering menyiratkan kesan “kejam”.
Hukum potong tangan, rajam, qisas,  dan jilid sering dijadikan alasan dibalik , kesan tersebut, sekalipun dalam kenyataan, hal itu hampir tidak pemah  William Montgomery Watt, Islam, alih bahasa Imran Rasyadi, Yogyakarta: Jendela, 2002, hlm. 104-105

 Istilah Jinayah berorientasi pada hasil perbuatan seseorang yang dilarang oleh syara, para fuqaha menggunakan istilah tersebut hanya terbatas pada perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan, dan sebagainya. Lihat HA. Djazuli, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi Kejahatan dalamIslam, cet. III, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. I  Qisas adalah hukuman yang diberikan terhadap orang yang melakukan tindak pidana pembunuhan dan melukai tubuh dengan disengaja. Hasbi Shiddiqi, Pidana Mati dalam Syari¶at Islam, Cet I, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1998, hlm.
 dilakukan dalam sejarah hukum pidana Islam, kecuali dalam perkara yang sangat sedikit. Oleh karena itu, kenyataan mengenai hukum pidana Islam tidak sesederhana kesan terhadapnya. Pembahasan yang mendalam mengenai hukum pidana Islam dapat membuktikan kekeliruan kesan tersebut. Dalam pembahasan yang mendalam itu terlihat fakta bahwa tidak semua tindak pidana (jarimah) di ancam dengan hudud  atau qisas, akan tetapi, pada umumnya diancam dengan ta¶zir.
 Hukum diturunkan untuk kebaikan manusia itu sendiri, guna memagari akidah dan moral. Itulah sebabnya, akhlak jadi tolak ukur bagi semua pekerjaan. Selain itu, hukum Islam mengawinkan dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan rohani dan jasmani. Ia mudah diamalkan, tidak sulit, tidak mempersulit dan tidak sempit, serta sesuai pula dengan logika yang benar dan fitrah manusia. Manfaat yang diperoleh bagi yang mematuhi suruhan Allah dan kemudaratan yang diderita lantaran mengerjakan maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok masyarakat.
 Pada dasarnya dengan adanya sanksi terhadap pelanggaran bukan berarti pembalasan, akan tetapi mempunyai tujuan tersendiri, yaitu untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok, agama, jiwa, akal,  Hudud adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman hadd(yaitu hukuman yang ditentukan kadarnya sebagai hak Allah), baik kualitas maupun kuantitasnya ditentukan, dan tidak mengenal tingkatan. Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Penerapan Syari¶at Islam dalam Konteks Modernitas,Cet. II, Bandung: Asy-Syamil Press dan Grafika, 2001, hlm.
143.
 H.A. Djazuli, op.cit, hlm. V.
 Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia, Penggagas dan Gagasannya,cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, hlm. 89. Ta‘zir dalam konteks bahasa adalah menolak dan mencegah kejahatan, ta¶zirjuga berarti memberi pelajaran. Para ulama mengartikan ta¶zirdengan hukuman yang tidak ditentukan oleh nas dan berkaitan dengan kejahatan. Tujuannya adalah untuk memberi pelajaran agar tidak mengulangi kejahatan serupa. Untuk lebih jelas lihat HA. Djazuli, op.cit, hlm. 164165.
 kehormatan, keturunan, dan harta. Lima hal pokok ini, wajib diwujudkan dan dipelihara, jika seseorang menghendaki kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam.
 Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah:  “Dan dalam qisasitu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.”  Al-Qur’an telah banyak menjelaskan tentang hukum-hukum pidana berkenaan dengan masalah-masalah kejahatan. Secara umum, hukum pidana atas kejahatan yang menimpa seseorang adalah hukum qisasyang didasarkan persamaan antara kejahatan dan hukuman. Di antara jenis-jenis hukum qisas disebutkan dalam al-Qur’an ialah: qisaspembunuh, qisasanggota badan dan qisasluka. Semua kejahatan yang menimpa seseorang, hukumannya adalah dianalogikan dengan qisasyakni berdasar atas persamaan antara hukuman dengan kejahatan, karena itu menjadi tujuan pokok dari pelaksanaan hukuman qisas.
 Pada dasarnya, berlakunya hukum pidana itu berkaitan erat dengan kondisi suatu masyarakat yang mengenal struktur kekuasaan. Dalam  Satria Effendi M. Zein, ‘Kejahatan terhadap Harta dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia, Peluang, Prospek, dan Tantangan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, hlm. 107.
 Depag RI, Al-Qur¶an dan Terjemahnya, Yayasan Penterjemah atau Penafsir Al-Qur’an, 1983, hlm.
 Muhammad Abu Zahrah, Usul Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus dan P3M,1999, hlm. 134.
 pelaksanaannya, pemberian hukuman kepada setiap pelaku kejahatan yang bersifat publik terdapat dalam setiap masyarakat.
Salah satu dari ajaran Islam adalah memperhatikan dan menghormati hak hidup manusia, baik muslim maupun non-muslim. Islam menyamakan kedudukan kaum muslimin dengan kaum zimmi, yaitu orang kafir yang berlindung di bawah kekuasaan negara Islam, dalam kehidupan sosial dan politik. Sedangkan dalam bidang akidah tidak boleh ada persamaan sama sekali, juga tidak boleh kompromi. Dalam hal ini Islam telah menarik garis nyata antara kaum muslimin dan orang-orang kafir.
 Persamaan hak di muka hukum adalah salah satu ajaran pokok hukum Islam, baik ibadah dalam arti sempit yang berhubungan antara makhluk dan khaliknya, maupun dalam arti yang luas yaitu hubungan muamalah antara manusia, hukum Islam mengakui dan menegakkan prinsip adanya persamaan hak di muka hukum untuk semua umat manusia.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi