BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam
datang dengan membawa pemahaman tentang kehidupan yang membentuk pandangan
hidup tertentu dan dalam bentuk garis hukum yang global. Karenanya guna
menjawab pertanyan yang timbul, maka peran hukum Islam dalam konteks kekinian
sangat diperlukan. Komplektifitas permasalahan umat seiring dengan perkembangan
zaman, membuat hukum Islam harus menampakan sifat elastisitas dan
fleksibilitasnya guna memberikan hasil dan manfaat yang baik, serta dapat
memberikan kemaslahatan bagi umat Islam khususnya dan bagi manusia pada umumnya
tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh syariat
Islam.
Untuk memberikan kemaslahatan bagi umat
manusia, maka dalam Islam diajarkan tentang sikap saling membantu. Sikap saling
membantu ini bisa berupa pemberian tanpa pengembalian, seperti: zakat, infaq,
shadaqah, ataupun berupa pinjaman yang harus di kembalikan seperti:
sewa-menyewa dan gadai (rahn).
Dalam bentuk pinjaman hukum Islam
sengaja menjaga kepentingan kreditur, jangan sampai ia dirugikan. Oleh sebab
itu, ia boleh meminta barang dari debitursebagai jaminan utangnya. Sehingga
bila debiturtidak mampu melunasi utangnya setelah jatuh tempo, maka barang
jaminan boleh dijual Muhammad dan
Sholikhul Hadi, Pegadaian Syariah : Suatu Alternatif Konstuksi Sistem Pegadaian
Nasional , Jakarta: Salemba Diniyah, 2003, h. 2.
oleh kreditur.Konsep ini biasa
dikenal dengan istilah gadai (rahn).
Rahnatau gadai merupakan salah satu kategori
perjanjian hutang-piutang yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang
berpiutang, maka orang yang berutang mengadaikan barang jaminan atas utangnya
itu . Dalam pegadaian syariah terdapat
dua akad yaitu akad rahndan akad ijarah. Akadrahn dilakukan pihak pegadaian
untuk menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. Sedangkan
akadijarahyaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik
sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.
Dari pengertian akad tersebut maka mekanisme
operasional Gadai Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad
rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul
dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai
investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya.
Atas dasar ini dibenarkan bagi
Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati
oleh kedua belah pihak.
Barang gadai
Ibid, h. 2-3.
M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi Dan Keuangan
Islam, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2006, h. 87.
http//www.gudang-info.com. akses tanggal 15
Desember 2009.
Ibid, http// www.gudang–info.com.
harus memiliki nilai ekonomis
sehingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya.
Pinjaman dengan menggadaikan marhun sebagai
jaminan marhun bih dalam bentuk rahn itu dibolehkan, dengan ketentuan bahwa
murtahin, dalam hal ini pegadaian, mempunyai hak menahan marhun sampai semua
marhun bih dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin, yang pada
prinsipnya tidak boleh dimanfaatkan murtahin, kecuali dengan seizin Rahin, tanpa
mengurangi nilainya, serta sekedar sebagai pengganti biaya pemeliharaan dan
perawatannya. Biaya pemeliharaan dan perawatan marhun adalah kewajibanRahin,
yang tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah marhun bih. Apabilamarhun bih
telah jatuh tempo, maka murtahin memperingatkan Rahin untuk segera melunasi
marhun bih, jika tidak dapat melunasi marhun bih, maka marhun dijual paksa
melalui lelang sesuai syariah dan hasilnya digunakan untuk melunasimarhun bih,
biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun yang belum dibayar, serta biaya
pelelangan. Kelebihan hasil pelelangan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban Rahin.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan
hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa
modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.
Jika jaminan tersebut berupa BPKB atau
sejenisnya (landasan) maka pinjaman yang diterima 70% dari harga taksiran,
namun bila barang jaminan Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik , Jakarta: Gema Insani
Press, 2001, h. 128.
Fatwa DSN Nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang
Rahn http://www.majalahfurqon.com. Akses
tanggal 24 Agustus 2009.
berupa benda yang berwujud
(seperti: laptop, computer, emas dan sejenisnya) maka pinjaman yang diterima
90-92% dari total harga taksiran.
Sedangkan menurut M Sholahuddin besarnya
pinjaman yang diterima sebesar 85% untuk jenis landasan.
Biaya perawatan dan sewa tempat di pegadaian
dalam sistem gadai syariah biasa di sebut dengan biaya ijarah, biaya ini
biasanya di hitung per hari. Untuk biaya
administrasi dan ijarahtidak boleh di tentukan berdasarkan jumlah pinjaman
tetapi berdasarkan taksiran harga barang yang digadaikan.
Sedangkan besarnya jumlah pinjaman itu sendiri
tergantung dari nilai jaminan yang diberikan, semakin besar nilai barang maka
semakin besar pula jumlah pinjaman yang diperoleh nasabah.
Dalam praktek di Perum Pegadaian Syariah
penerapan biaya ijarahantara dua nasabah yang menggadaikan satu jenis barang
yang sama, harga taksiran sama, kondisi barang sama (XYZ), nasabah pertama
mendapat pinjaman sesuai harga taksiran (X) sedangkan nasabah yang kedua
meminjam di bawah harga taksiran (X-1/4X), pihak pegadaian memberlakukan antara
nasabah pertama (A) dan nasabah kedua (B) secara berbeda, untuk nasabah kedua
(B) di beri potongan ijarahsedangkan untuk nasabah pertama (A) tidak diberikan potongan
biaya ijarah. Padahal biaya ijarahdi Pegadaian Syariah itu sendiri Wawancara dengan bapak Masokha, tanggal 20
Pebruari M. Sholahuddin, op.cit,h. 100.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi