BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Allah
SWT telah menjelaskan dalam sunah-Nya bahwa manusia seharusnya bermasyarakat,
tunjang-menunjang, topang-menopang antara satu dengan yang lainnya. Sebagai
mahkluk sosial, manusia menerima dan memberikan andilnya kepada orang lain.
Saling bermu’amalah untuk memenuhi hajat
hidup dan mencapai kemajuan dalam hidupnya.
Kenyataan ini tidak dapat
dipungkiri, lebih jelasnya diterangkan dalam pengetahuan sosiologi.
Tidak ada alternatif lain bagi manusia normal
kecuali menyesuaikan diri dengan peraturan Allah (sunatullah) tersebut, dan
bagi siapa yang menentangnya dengan jalan memencilkan diri, niscahya akan terkena
sangsi berupa kemunduran, penderitaan, kemelaratan dan malapetaka dalam hidup
ini. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam surah Ali Imron ayat 112 yang berbunyi Mereka
diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang
kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia....´ Mu’amalah secara harfiah berarti “pergaulan”
atau hubungan antar manusia. Dalam pengertian harfiah yang bersifat umum,
mu’amalah berarti perbuatan atau pergaulan manusia di luar ibadah. Mu’amalah
merupakan perbuatan manusia dalam menjalin hubungan atau pergaulan antar sesama
manusia. (Baca: Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Mu¶amalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.
1)
Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala
sosial, misal: gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral. Dengan gejala
non sosiol serta mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial
lain. (baca: definisi sosiologi pitirim sorokin wikipedia bahsa indonesia,
ensiklopedia bebas sosiologi) Banyak
interaksi yang dilakukan manusia agar apa yang menjadi kebutuhannya dapat
terpenuhi. Disinilah hubungan timbal-balik antara indifidu satu dengan indifidu
lainnya berlangsung. Hubungan ini dapat dilakukan dalam segala bentuk bidang
kehidupan, baik itu politik, pertahanan, keamanan, pendidikan, hukum, ekonomi,
dan sebagainya. Di bidang ekonomi, banyak hubungan yang dapat dilakukan,
diantaranya: utang-piutang, sewamenyewa, jual beli dan sebagainya. Seperti
dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Baqoroh ayat 282 yang berbunyi: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah
orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Utang-piutang (al-qardh)
merupakan salah satu bentuk mu’amalah yang bercorak ta¶awun (pertolongan)
kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber ajaran Islam (al-Qur’an
dan al-Hadist) sangat kuat menyerukan prinsip hidup gotong-royong seperti ini.
Bahkan al-Qur’an menyebut piutang untuk menolong atau meringankan orang lain
yang Bermu’amalah ialah seperti jual
beli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya membutuhkan dengan istilah ”menghutangkan
kepada Allah dengan hutang baik”.
Sewa-menyewa adalah salah satu bentuk
transaksi ekonomi. Dalam Islam sewa-menyewa disebut dengan ijarah. Sewa-menyewa
atau ijarah disini bukan hanya pemanfaatan barang tetapi juga pemanfaatan
tenaga atau jasa yang disebut upah-mengupah.
Diantara sekian aspek kerjasama yang telah
dipaparkan, maka ekonomi perdagangan termasuk salah satu diantaranya. Bahkan
aspek ini sangat penting peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia. Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya
jika tidak bekerjasama dengan orang lain.
Perdagangan atau jual beli
menurut bahasa berarti al-Ba’i yakni menukar sesuatu dengan sesuatu.
Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan
jual beli berarti menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan
jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan.
Jual beli dalam arti umum ialah
suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak. Tukar-menukar yaitu
salah satau pihak menukarkan ganti penukaran atas sesuatu yang dutukarkan oleh
pihak lain.
Dan sesuatu yang bukan manfaat
ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah
Ghufron A. Mas’adi Op. Cit, hlm.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 5, Terj. Nor
Hasanudin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007. hlm. 203.
Aliy asa’ad, Fathul Mu¶in, Jilid 2, Kudus:
Menara Kudus, hlm.
dzat (bentuk) ia berfungsi sebagai objek
penjualan, bukan manfaatnya atau hasilnya. Sedangkan jual beli dalam arti
khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula
kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan emas dan bukan pula
perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak
merupakan utang baik benda itu ada dihadapan pembeli maupun tidak, barang yang
sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.
Kalau ditinjau dari perkembangan bahasa, maka
arti populernya agak berbeda antara jual beli dengan dagang. Dagang dimaksudkan
sebagai berjual beli yang sudah bersifat khusus, sebagai profesi. Sehingga
pedagang adalah siapa saja yang melakukan tindak perdagangan yang dianggapnya
selaku pekerjaan sehari-hari. Adapun dagang dalam buku ini kembali kepada arti
jual beli yang meliputi pembahasan jual beli dalam kitab-kiab fiqh Islam.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi