BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Wakaf sebagai
pranata dalam keagamaan
Islam yang sudah
mapan.
Pembicaraan tentang
penarikan kembali harta
wakaf merupakan issue
yang menarik untuk
diteliti. Dalam hubungannya
dengan pemberian wakaf
oleh wakif, Imam
Malik, Hambali dan
Hanafi berpendapat bahwa
wakaf tidak disyaratkan berlaku untuk selamanya, tetapi
sah bisa berlaku untuk waktu satu tahun misalnya.
Sesudah itu kembali
kepada pemiliknya semula.
Dengan demikian dalam pandangannya bahwa pemberi
wakaf dapat menarik kembali wakafnya
atau dapat memiliki kembali wakafnya.
Berbeda dengan Imam Syafi'i yang
melarang pemberi wakaf meminta kembali
atau memiliki kembali wakaf yang sudah diberikan. Pernyataan Imam Syafi'i
tentang tidak dapatnya
penarikan kembali wakaf
oleh pemberi wakaf dapat
dilacak Muhammad Jawad
Mughniyah, al-Fiqh ‘Ala
al-Mazahib al-Khamsah, Terj.
Masykur, Afif Muhammad, Idrus
al-Kaff, "Fiqih Lima Mazhab",Jakarta: Lentera, 2001, hlm. 636.
Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris
al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. IV, Beirut: Dâr
al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 53 Artinya:
Imam Syafi'i berkata:
pemberian yang sempurna
dengan perkataan yang memberi, tanpa diterima oleh orang yang
diberikan, ialah: apa, yang apabila
dikeluarkan karena perkataan
si pemberi, yang
boleh atas apa
yang diberikannya. Maka
tidak boleh lagi
si pemberi memilikinya sekali-kali, apa yang telah keluar
perkataan itu padanya dengan cara apa
pun.
Pernyataan Imam Syafi'i di atas
menunjukkan bahwa wakaf tidak bisa dimiliki kembali
oleh pemberi wakaf,
wakaf bersifat abadi tidak
boleh ada jangka waktu. Adapun metode istinbathhukumnya yaitu hadis dari Yahya bin Yahya
at-Tamimiy dari Sulaim
Ahdlor dari Ibnu
Aun dari Nafi'
dari Ibnu Umar.
8?8 [1]8 :*6F: 6U5
6B 87* 58#64:@ [1]8 ) W[1]H1 XJ ( Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Said bin Abdurrahman dari Sufyan bin Uyainah dari Ubadillah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar, dia mengatakan: "Umar pernah berkata kepada Nabi saw.: "Sesungguhnya seratus bagian yang menjadi milikku di Khaibar itu adalah harta yang belum perah aku dapatkan dan sungguh aku bermaksud untuk mensedekahkan (mewakaf)kannya" dan Nabi Saw bersabda: wakafkanlah hasilnya". (HR. An-Nasa'i).
6B 87* 58#64:@ [1]8 ) W[1]H1 XJ ( Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Said bin Abdurrahman dari Sufyan bin Uyainah dari Ubadillah bin Umar dari Nafi' dari Ibnu Umar, dia mengatakan: "Umar pernah berkata kepada Nabi saw.: "Sesungguhnya seratus bagian yang menjadi milikku di Khaibar itu adalah harta yang belum perah aku dapatkan dan sungguh aku bermaksud untuk mensedekahkan (mewakaf)kannya" dan Nabi Saw bersabda: wakafkanlah hasilnya". (HR. An-Nasa'i).
Yang menjadi
masalah apakah yang
menjadi latar belakang
Imam Syafi'i berpendapat
seperti itu, dan
apa yang menjadi
metode istinbath hukumnya. Inilah
yang mendorong penulis untuk mengangkat tema ini dengan Al-Imam Abu Abdir Rahman Ahmad ibn Syu’aib
ibn Ali ibn Sinan ibn Bahr an-Nasa’i, hadis
No. 1320 dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global
Islamic Software Company).
judul:
Penarikan Kembali Harta Wakaf oleh Pemberi Wakaf (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) B. Perumusan Masalah Permasalahan
merupakan upaya untuk
menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan apa
saja yang ingin
dicarikan jawabannya.
Bertitik tolak
pada keterangan itu,
maka yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian
ini adalah: 1. Bagaimana pendapat Imam Syafi'i tentang penarikan kembali harta wakaf oleh pemberi wakaf? 2.
Bagaimana metode istinbath
hukum Imam Syafi'i
tentang penarikan kembali harta wakaf oleh pemberi wakaf? C.
Tujuan Penelitian Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui pendapat Imam Syafi'i tentang penarikan kembali harta wakaf oleh pemberi wakaf 2.
Untuk mengetahui metode
istinbath hukum Imam
Syafi'i tentang penarikan kembali harta wakaf oleh pemberi
wakaf D.
Telaah Pustaka Berdasarkan hasil
riset tidak dijumpai
skripsi yang judul atau
materi bahasanya hampir
sama dengan penelitian
yang hendak penulis susun.
Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat
Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Cet. 7,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1993, hlm. 312.
Penelitian-penelitian terdahulu
belum menyentuh pendapat
Imam Syafi'i tentang
penarikan kembali harta
wakaf oleh pemberi
wakaf. Penelitian yang dimaksud
di antaranya: 1. Penelitian
yang disusun Mamik
Sunarti (NIM: 2101330)
dengan judul: Analisis Hukum
Islam terhadap Pemberdayaan
Ekonomi Harta Wakaf (Studi Lapangan
Harta Wakaf Masjid
Agung Semarang). Pada
intinya hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pemberdayaan harta wakaf Masjid
Agung Semarang jauh dari kata ideal. Pemberdayaan masih dalam lingkup
usaha yang terbatas
seperti hanya dalam
bentuk pemberdayaan SPBU, pembangunan pertokoan yang berlokasi di
belakang Masjid Agung Semarang, dan
penyewaan perkantoran. Dengan
kata lain, pengelolaan dan pengembangan benda wakaf belum sesuai
dengan harapan.
Untuk membangun
atau mengarahkan harta
wakaf menjadi lebih bermanfaat, ada
hambatan yang cukup
berarti karena menyangkut kemampuan para pengelola harta wakaf. Sehingga
ada kesan bahwa para pengelola
harta wakaf masih
lemah dalam aspek
sumber daya manusia (SDM). Dalam kaitannya dengan hukum Islam,
apabila harta wakaf sudah tidak
memberikan manfa'at lagi, bolehkah benda wakaf itu ditukar dengan maksud
diberdayakan menjadi produktif?
Asy Syafi'i sendiri
dalam masalah tukar
menukar harta wakaf
hampir sama dengan
Imam Malik, yaitu sangat
mencegah adanya tukar menukar
harta wakaf. Imam Syafi'i menyatakan
tidak boleh menjual
masjid secara mutlak,
sekalipun masjid itu
roboh. Tapi golongan
Syafi'i berbeda pendapat
tentang harta wakaf yang
berupa barang tak
bergerak yang tidak
memberi manfaat sama sekali: (1)
sebagian menyatakan boleh
di tukar agar harta
wakaf itu ada manfaatnya;
(2) sebagian menolaknya. Dengan demikian dalam perspektif golongan
Syafi'i, bahwa secara
hukum pendapat yang
pertama membolehkan menukar,
mengganti, merubah penggunaan dan peruntukan benda
wakaf. Sedangkan pendapat
golongan yang kedua dari
golongan Syafi'i tidak
membolehkannya dan harus sesuai dengan isi pesan wakif 2. Penelitian
yang disusun Amalia
(NIM: 2101244) dengan
judul: Analisis Hukum Islam tentang Sengketa Tanah Wakaf dan
Hibah Aset Yayasan alAmin Kab. Blora.
Pada intinya hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
status kepemilikan tanah
wakaf dan hibah
aset Yayasan al-Amin Kab.
Blora berada dalam
sengketa yang berkepanjangan antara keluarga almarhum pemberi wakaf dan hibah dengan
yayasan. Atas dasar ini maka ditinjau dari
hukum Islam (fiqih
muamalah) status kepemilikan
tanah wakaf aset
Yayasan al-Amin Kabupaten
Blora termasuk milk
naqish (pemilikan tidak sempurna)
karena pada prinsipnya,
wakaf termasuk kategori
milk naqish. Di samping itu keluarga
almarhum pemberi wakaf juga
berpendapat bahwa yayasan hanya memiliki hak memiliki benda itu akibat tidak dipenuhinya syarat al-aqd.
Cara pemanfaatan
tanah wakaf dan
hibah di Yayasan
al-Amin Kabupaten Blora
belum didayagunakan secara
maksimal. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal: (a) tanah masih dipersengketakan; (b) ada pemahaman
di masyarakat bahwa
tanah wakaf itu
tidak boleh dialih fungsikan.
Pemahaman ini dipengaruhi
oleh adanya pendapat
mazhab Syafi'i yang tidak boleh
mengalih fungsikan tanah wakaf.
3. Penelitian
yang disusun Lukman
Zein (NIM. 2101107)
dengan judul: Studi Analisis Pendapat Mazhab Hanafi tentang
Wakafoleh Orang Safih.
Pada intinya
hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa menurut Mazhab Hanafi, seorang safihsah mewasiatkan
1/3 dari hartanya apabila dia punya ahli
waris. Keabsahan tersebut dengan syarat dia berwasiat agar dipergunakan dalam berbagai hal kebaikan
seperti untuk memberi nafkah fakir miskin,
untuk membangun sanatorium,
jembatan, masjid dan lain sebagainya.
Akan halnya bila dia berwasiat untuk tempat permainan, club dan lain sebagainya, maka wasiatnya batal;
tidak lulus". Pendapat mazhab Hanafi tersebut
mengisyaratkan, seorang safih dibolehkan mewakafkan hartanya
dengan ketentuan: pertama,
benda yang hendak
diwakafkan tidak boleh
melebihi dari satu
pertiga keseluruhan harta
yang dimiliki; kedua,
benda yang diwakafkan
itu dimaksudkan untuk
hal-hal yang sifatnya
mendatangkan kebaikan yaitu
tidak bertentangan dengan ketentuan
al-Qur'an dan hadis.
Dengan demikian, apabila
orang safih mewakafkan harta
diperuntukkan bagi jalan kemaksiatan maka wakafnya batal.
Secara umum
dapat diterangkan bahwa
dasar istinbat hukum mazhab
Hanafi adalah (1)
al-Qur'an; (2) Sunnah
Rasulullah; (3) Fatwafatwa
dari para sahabat;
(4) Istihsan; (5)
Ijma'; (6) Urf.
Sedangkan istinbat hukum secara
khusus yang berkaitan
dengan wakaf bagi
orang safih adalah (a)
Sumber/dalil pokok yakni
firman Allah Swt
dalam alQur'an surat an-Nisa ayat
6. (b) Qiyas.
Adapula buku-buku
yang membahas tentang
wakaf, akan tetapi secara
spesifik dan mendalam
membahas syarat-syarat wakaf, di antaranya:
1.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Dalam undang-undang ini
diatur tentang dasar-dasar
wakaf, pendaftaran dan
pengumuman harta benda
wakaf, perubahan status harta benda wakaf, pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf dan lain-lain.
Demikian pula dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI/Inpres No.
1/1991) diatur tentang
fungsi, unsur-unsur dan syarat-syarat wakaf,
tata cara perwakafan
dan pendaftaran benda wakaf,
kewajiban dan hak-hak Nadzir, dan lain-lain.
2. Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz
al-Malibary, Fath al-Mu’in. Menurut penyusun
kitab ini bahwa
tidak disyaratkan adanya
qabul walaupun dari mauquf
alaih yang telah
tertentu orangnya, karena
mengingat bahwa wakaf adalah
suatu ibadah. Tapi yang disyaratkan adalah tidak adanya penolakan.
3.
Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual dari Normatif ke Pemaknaan Sosial.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi