Sabtu, 23 Agustus 2014

Skripsi Syariah:PENERAPAN KONSEPMULTIPLE INTELLIGENCES DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH UNGGUL (Studi Kasus di SD YIMA Islamic SchoolBondowoso)

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kunci  pokok  kemajuan  suatu  bangsa  dan  negara  adalah  terletak  pada  bidang pendidikan. Negeri ini sedang berjuang keras untuk meningkatkan kualitas  pendidikan,  namun  hasilnya  belum  memuaskan.  Kini  upaya  meningkatkan  kualitas  pendidikan  ditempuh  dengan  membuka  sekolah-sekolah  unggulan,  Sekolah  unggulan  dipandang  sebagai  salah  satu  alternatif  yang  efektif  untuk  meningkatkan  kualitas  pendidikan  sekaligus  kualitas  SDM.  Sekolah  unggulan  diharapkan  melahirkan  manusia-manusia  unggul  yang  amat  berguna  untuk  membangun negeri  yang  kacau balau  ini.  Tak dapat  dipungkiri setiap  orang  tua  menginginkan anaknya menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo  masyarakat  untuk  mendaftarkan  anaknya  ke  sekolah-sekolah  unggulan.  Setiap  tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya  keyakinan bisa melahirkan manusia-masnusia unggul.

 Ada  sebuah  kisah  menarik  yang  dibuat  oleh  Munif  Chatib  di  dalam  bukunya “Sekolahnya Manusia” kisah tersebut bercerita tentang seorang ibu yang  rela berkeringat ketika berdesak-desakan melihat hasil pengumuman penerimaan  anaknya  di  sekolah  favorit  atau  sekolah  unggulan.  Sekolah  tersebut  hanya  menerima  350  siswa,  sedangkan  pendaftar  dan  calon  siswa  yang  mengikuti  tes  penerimaan berjumlah lebih dari 1000 orang. Dapat dibayangkan betapa ketatnya  seleksi masuk ke sekolah tersebut. Tak lama kemudian, seorang ibu dengan wajah  kusut  dan  sedih  keluar  dari  kerumunan,  lalu  berteriak  memanggil  anaknya.  Si  anak  dengan  harap-harap  cemas  menghampiri  ibunya.  Ia  berharap  ibunya  menyampaikan  kabar  gembira  tentang  pengumuman  hasil  tes  tersebut.  Namun  kata  sang  ibu,  “Nak,  Nak…  percuma  Ibu  kursuskan  kamu,  privat  lagi,  sudah  bayarnya mahal, masak tes gitu aja kamu tidak lulus. Temanmu yang biasa-biasa  saja di terima, masak kamu ini tidak di terima? Dasar bodoh!”  Peristiwa seperti kisah di atas ini hampir selalu terjadi setiap tahun ajaran  baru di hampir seluruh wilayah Indonesia. Tanpa disadari, si Ibu telah melakukan  penghancuran  mental  dan  pemasungan  kecerdasan  pada  anaknya  dengan  celaan  “bodoh” hanya karena gagal dalam tes masuk sekolah favorit atau sekolah unggul.
 Pertanyaan  yang  penting  untuk  kita  pikirkan  saat  ini  adalah:  Apa  sih  konsep  unggul  itu  sebenarnya?  Benarkah  sekolah-sekolah  unggulan  itu  mampu  melahirkan  manusia-manusia  unggul?  Benarkah  sekolah  unggul  itu  adalah  sekolah  yang  memilih  dan  menyeleksi  dengan  ketat  kualitas  akademis  calon  siswanya?  Lalu bagaimana semestinya sekolah  itu menerapkan pola penerimaan  siswa barunya?  Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga  tidak memenuhi syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian  kecerdasan yang dimiliki siswanya, yakni hanya menekankan kepada kecerdasan  logika-matematika  dan  bahasa  saja.  Dalam  konsep  yang  sesungguhnya,  sekolah  unggul  adalah  sekolah  yang  secara  terus  menerus  meningkatkan  kinerjanya  dan  menggunakan  sumberdaya  yang  dimilikinya  secara  optimal  untuk  menumbuh- Munif Chatib, Sekolahnya Manusia(Bandung: Kaifa, 2009) hlm.
 kembangkan  prestasi  siswa  secara  menyeluruh.  Berarti  bukan  hanya  beberapa  kecerdasan  saja  yang  ditumbuh-kembangkan,  melainkan  seluruh  potensi  kecerdasan  seperti  kecerdasan  kinetis,  musical,  visual-spatial,  interpersonal,  intrapersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan  sebutan kecerdasan majmuk (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard  Gardner pada tahun 1983.
 Sesungguhnya  Allah  telah  menciptakan  manusia  sebagai  makhluk  yang  sangat  sempurna.  Dalam  bahasa  Al-Qur’an,  Allah  telah  menciptakan  manusia  dalam  sebaik-baiknya  bentuk.  Sebagaimana  disebutkan  dalam  Firmannya: “ Dan sungguh telah kami ciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk”  (QS al-Tin, 4).
  Sejatinya  setiap  anak  dilahirkan  cerdas  dengan  membawa  potensi  dan  keunikan masing-masing yang memungkinkan mereka untuk menjadi cerdas. Jadi  sangat  tidak  pantaslah  seandainya  sebuah  sekolah  hanya  memperhatikan  salah  satu dari beberapa macam kecerdasan yang dimiliki oleh seorang siswa.
 Ketika konsep Multiple  Intelligences  ditarik  dalam  ranah  pendidikan,  paradigma pendidikan pun mengalami banyak koreksi sebagaimana yang telah penulis  ungkapkan  di  atas.  Hampir  mayoritas  pendidikan  di  sekolah  sekarang  ini  cenderung  kurang menghargai seluruh potensi para peserta didiknya.
  Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemah, (Qudus : PT Menara Qudus, 1973) hlm.598.
 Konsep Multiple Intelligencesyang menitikberatkan pada ranah keunikan selalu  menemukan kelebihan setiap anak. Lebih jauh lagi, konsep ini percaya bahwa tidak ada  anak  yang  bodoh  sebab  setiap  anak  pasti  memiliki  minimal  satu  kelebihan.  Apabila  kelebihan  tersebut  dapat  terdeteksi  sejak  awal,  otomatis  kelebihan  itu  adalah  potensi  kepandaian  sang  anak.  Atas  dasar  itu  seharusnya  sekolah  menerima  siswa  barunya  dalam  kondisi  apapun.  Tugas  sekolahlah  meneliti  kondisi  siswa  secara  psikologis  dengan  cara  mengetahui  kecenderungan  kecerdasan  siswa  melaui  metode  riset  yang  dinamakan Multiple Intelligences Research(MIR). Dan hasil riset ini dapat digunakan  para guru untuk mempelajari gaya belajar setiap siswa sehingga tercipta pembelajaran  yang efektif dan menyenangkan.
  Oleh  karena  itu,  pola  penerimaan  siswa  baru  bagi  sekolah  yang  menerapkan  Multiple  Intelligences tidak  menerapkan  tes-tes  formal  untuk  menyaring  siswa  sebagaimana yang dilakukan sekolah pada umumnya. Jumlah siswa yang mendaftar di  sekolah  yang  menerapkan Multiple  Intelligences harus  sesuai  dengan  kapasitas  siswa  yang akan diterima. Apabila sebuah sekolah berkapasitas 100 siswa dalam penerimaan  siswa  barunya,  maka  ketika  pendaftar  telah  mencapai  100  siswa,  pendaftaran  akan  ditutup.
 Pola ini tentu sangat berbeda sekali dengan pola umum yang diterapkan sekolah  di Indonesia yang membuka pendaftaran sebanyak-banyaknya, kemudian mengadakan  tes seleksi. Dari 350 pendaftar, yang diterima hanya 100 siswa. Siapakah siswa tersebut?  Pastinya mereka adalah siswa yang menduduki peringkat dari 1 sampai 100 dari 350  calon siswa atau mungkin yang mampu menyumbang dana dalam jumlah besar kepada   Munif Chatib, op.cit, hlm .92.

 sekolah. Lantas, bagaimana nasib 250 siswa yang tidak lolos? Pastinya stigma sebagai  anak yang gagal masuk sekolah unggulan akan terus melekat seumur dan membayang  dalam pikiran selamanya.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi