Selasa, 26 Agustus 2014

Skripsi Syariah:PENGARUH LABELISASI HALAL TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMBELI PRODUK MIE INSTANT INDOFOOD (Studi Kasus Pada Mahasiswa Jurusan Muamalah Dan Ahwal AlSyakhsiyyah Semester VIII IAIN Walisongo Semarang)

 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Kemajuan  dalam  bidang  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  serta  keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek bidang  kehidupan umat manusia, tidak saja membawa berbagai kemudahan, kebahagiaan  dan kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan. Aktifitas baru  yang  beberapa  waktu  lalu  tidak  pernah  dikenal  atau  bahkan  tidak  pernah  terbayangkan,  kini  hal  itu  telah  menjadi  kenyataan.  Di  sisi  lain,  kesadaran  keberagamaan umat Islam diberbagai negeri termasuk di Indonesia, akhir-akhir ini semakin tumbuh subur dan meningkat. Sebagai konsekuensi logis, setiap timbul  persoalan,  penemuan,  maupun  aktifitas  baru  sebagai  produk  dari  kemajuan  tersebut, umat Islam senantiasa bertanya-tanya, bagaimana kedudukan hal tersebut  dalam pandangan ajaran dan hukum Islam.
Salah  satu  persoalan  cukup  mendesak  yang  dihadapi  umat  adalah  membanjirnya  produk  makanan  dan  minuman  olahan,  obat-obatan,  serta  kosmetik.  Sejalan  dengan  ajaran  Islam,  umat  Islam  menghendaki  agar  produkproduk  yang  akan  dikonsumsi  tersebut  dijamin  kehalalan  dan  kesucianya.
Menurut  ajaran  Islam,  mengkonsumsi  yang  halal,  suci  dan  baik  merupakan  perintah agama dan hukumnya wajib.
 Salah satu ayat yang menjelaskan tentang  hal tersbut adalah Surah Al-Maidah ayat 88 sebagai berikut:  Bagian  Proyek  Sarana  dan  Prasarana  Produk  Halal  Direktorat  Jenderal  Bimbingan  Masyarakat  Islam  dan  Penyelenggaraan  Haji,  Sistem  dan  Prosedur  Penetapan  Fatwa  Produk  Halal Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Departemen Agama, 2003, hlm 1-2.

 “Dan  makanlah  makanan  yang  halal  lagi  baik  dari  apa  yang  Allah  Telah  rezekikan  kepadamu,  dan  bertakwalah  kepada  Allah  yang  kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’idah: 88)  Berdasarkan ayat di  atas,  mengkonsumsi makanan yang halal merupakan  suatu kewajiban bagi umat  Islam. Akan tetapi,  dalam era globalisasi sekarang ini  penetapan kehalalan suatu produk pangan tidaklah semudah pada waktu teknologi  belum begitu berkembang.  Umat  Islam  yang merupakan bagian besar penduduk  Indonesia  (lebih  dari  85%)  diperlukan  adanya  suatu  jaminan  dan  kepastian  dari  produk-produk pangan yang akan dikonsumsi.
 Komunitas  muslim  di  seluruh  dunia  terutama  Negara  Indonesia  telah  membentuk  segmen  pasar  yang   potensial  dikarenakan  pola  khusus  (konsumsi  produk  halal)  mereka  dalam  mengkonsumsi  suatu  produk.  Pola  konsumsi  ini  diatur  dalam  ajaran  Islam  yang  disebut  dengan  Syariat.  Dalam  ajaran  Syariat,  tidak  diperkenankan  bagi  kaum  muslim  untuk  mengkonsumsi  produk-produk  tertentu karena substansi yang dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak  sesuai  dengan  ajaran  syariat  Islam.  Dengan  adanya  aturan  yang  tegas  ini,  maka  para  pemasar  (produk  halal)  memiliki  kesempatan  untuk  mengincar  pasar  konsumen khusus dari kaum Muslimin dengan labelisasi halal.
Melihat  kasus-kasus  besar  yang  berkaitan  dengan  kehalalan  produk  pangan  telah  terjadi  di  Indonesia  dan  telah  merugikan  banyak  pihak,  serta  menimbulkan  keresahan  masyarakat.  Kasus  pertama  terjadi  pada  tahun  1988,  Terjemah Departemen Agama RI, Jakarta: Mumtaaz Media Islami, 2007, hlm. 122.
 Anton  Apriyantono  dan  Nurbowo,  Panduan  Belanja  dan  Konsumsi  Halal,  Jakarta:  Khairul Bayaan, 2003, hlm. 24.    yaitu adanya isu  lemak babi pada banyak produk pangan, sedangkan  kasus  kedua adalah  haramnya  MSG  Ajinomoto  yang  sebelumnya  telah  dinyatakan  halal,  ini  terjadi pada tahun 2000. Belajar dari kasus yang terjadi pada tahun 1988  tersebut, maka  Majelis  Ulama  Indonesia  (MUI)  berusaha  berperan  untuk  menenteramkan  umat  Islam  dalam  masalah  kehalalan  produk  dengan  cara  mendirikan  Lembaga  Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika (LPOM MUI).
Heboh  yang  melanda  Indonesia  akibat  masalah  keharaman  penyedap  masakan  Ajinomoto  menyadarkan  kepada  kita  betapa  besar  dampak  yang  ditimbulkan.  Dari  segi  materi  kerugian  yang  diderita  oleh  PT.  Ajinomoto  Indonesia dapat mencapai puluhan milyaran rupiah, apalagi jika  tuntutan YLKI,  konsumen  dan  para  pedagang  eceran  dipenuhi,  tentu  kerugian  materi  ini  akan  lebih besar pula.
Tentu  saja  konsekuensi  semua  produsen  pangan  harus  memenuhi  ketentuan  memproduksi  dan  mengedarkan  bahan  pangan  halal,  kecuali  untuk  konsumen  non-muslim.  Karena  mengingat  sebagian  besar  penduduk  Indonesia  adalah muslim, maka sangat wajar apabila diharuskan semua bahan pangan yang  diproduksi dan diedarkan di Indonesia adalah makanan dan minuman yang halal,  kecuali makanan dan minuman yang ditujukan bagi non-muslim.
 Berbagai  pendapat  tentang  produk  halal,  semakin  memperkuat  indikasi  semangat bersyari’at Islam. Menurut hasil polling yang diselenggarakan oleh situs  indohalal.com,  Yayasan  Halalan  Thoyyiban  dan  LPOM  MUI  akhir  tahun  2002,  77,6%  responden  menjadikan  jaminan  kehalalan  sebagai  pertimbangan  pertama   Ibid, hlm 12-25.
 dalam  berbelanja  produk  (makanan,  minuman,  obat  dan  kosmetik).  Mereka  (93,9%)  setuju  bila  pada  setiap  kemasan  produk  bersertifikat  halal,  wajib  dicantumkan label dan nomor bersertifikat halal.
Sebagaimana dikemukakan uraian  di atas, masalah kehalalan produk yang  akan dikonsumsi merupakan persoalan yang sangat besar, sehingga apa yang akan  dikonsumsi itu benar-benar halal dan tidak tercampur sedikitpun  dengan  barang  haram.  Oleh  karena  itu,  tidak  semua  orang  dapat  mengetahui  kehalalan  suatu  produk secara pasti, sertifikat halal sebagai bukti penetapan fatwa halal bagi suatu  produk  yang  dikeluarkan  oleh  MUI  dan  merupakan  sesuatu  yang  mutlak  diperlukan keberadaanya.
 Peraturan Pemerintah dan Fatwa  MUI sangat diperlukan untuk mengambil  jalan  tengah,  serta  menenteramkan  jiwa  umat  muslim,  dengan  diterbitkanya  peraturan  tentang  jaminan  produk  halal  ini  akan  memberikan  perlindungan  dan  kepastian hukum bagi masyarakat bahwa setiap produk yang bertanda  label  halal  resmi  dari MUI  dijamin halal sesuai syari’at  Islam  dan hukum positif,  sehingga  masyarakat  tidak  perlu  ragu  dalam  memilih,  mengkonsumsi  dan  menggunakan  produk halal dengan rasa aman, karena dilindungi oleh hukum. Untuk mengetahui  hal  tersebut,  konsumen  harus  lebih  mengetahui  tentang  labelisasi  halal  yang  terdapat dalam produk tersebut.

Jurusan  Muamalah  dan  Ahwal  Al-Syakhsiyyah  Fakultas  Syari’ah Semester  VIII  IAIN  Walisongo  Semarang  yang  mayoritas  mahasiswanya  beragama  Islam  dapat menjadi perwakilan dari komunitas Muslim yang menjadi   Bagian  Proyek  Sarana  Dan  Prasarana  Produk  Halal  Direktorat  Jenderal  Bimbingan  Masyarakat  Islam  Dan  Penyelenggaraan  Haji,  Sistem  dan  Prosedur  Penetapan  Fatwa  Produk  Halal Majelis Ulama Indonesia, Op.Cit, hlm 14.

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi