Minggu, 24 Agustus 2014

Skripsi Syariah:PERAN KOMITE MADRASAH DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MA NURUL JADID PAITON PROBOLINGGO


BAB I  PENDAHULUAN  
A.  Latar Belakang Masalah   Pendidikan  Nasional  adalah  proses  mengawali,  mengasah  dan  mempersiapkan  potensi  anak-anak  bangsa  untuk  membangun  kehidupan  berbangsa  dan  bernegara  yang  lebih  baik  untuk  saat  ini  atau  masa  depan  dengan  bekal  iman  dan  ilmu  pengetahuan.  Hal  itu  sesuai  dengan  tujuan  pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989,  yang berbunyi:  “Pendidikan  Nasional  bertujuan  mencerdaskan  kehidupan  bangsa  dan  mengembangkan  manusia  seutuhnya,  yaitu  manusia  yang beriman  dan  bertaqwa  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa  dan  berbudi  pekerti  luhur,  memiliki  pengetahuan  dan  keterampilan,  kesehatan  jasmani  dan  rohani,  kepribadian  yang  mantap  dan  mandiri  serta  rasa  tanggungjawab  kemasyarakatan dan kebangsaan”   Mutu  pendidikan  merupakan  hal  yang  sangat penting  dalam  mencapai  tujuan  pendidikan  nasional.  Namun  dalam  rangka  pencapaian  tersebut,  ada  berbagai masalah dalam sistem pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah  lulusan/outputSekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) dan perguruantinggi  dianggap  belum  sesuai  dengan  harapan  masyarakat  dan belum  siap  menjadi  bagian  warga  negara  Indonesia  yang  bertanggungjawab,  aktif  dan  produktif  untuk  membangun  bangsa  ini  menjadi  lebih  baik,  akhirnya  mereka  hanya  menjadi beban masyarakat.

  Menurut  teori  fungsi  produksi,  jika  pendidikan  adalah  sebagai  proses  produksinya,  maka  sekolah  adalah  pabriknya.  Kurikulum,  buku  dan  fasilitas   “UU No.2 Tahun 1989, Bab II Pasal 4 Tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan”.
  pendidikan lainnya adalah  mesin cetaknya. Pekerjanya adalah para guru dan  tenaga  kependidikan  lainnya.  Semua  itu  adalah  masukan  instrumental  yang  akan  mempengaruhi  kualitas  keluaran  lulusannya.
   Oleh  karena  itu,  perlu  adanya  perbaikan  mutu  pendidikan,  dan  apabila  mutu  pendidikan  hendak  diperbaiki,  maka  perlu  ada  evaluasi  dan  inovasi  sistem  pendidikan  nasional  yang dapat diupayakan oleh masyarakat dan pemerintah.
 Upaya  pemerintah  untuk  peningkatan  mutu  pendidikan,  pemerataan  dan  efisiensi  penyelenggaraan  pendidikan  nasional  perlu dukungan  dari  semua  pihak, baik dari komponen pemerintah sendiri, sekolah dan masyarakat. Bukti  konkret  keseriusan  dan  kesungguhan  pemerintah  untuk peningkatan  kualitas  pendidikan yaitu digantinya Undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang Sistem  Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi Undang-undang No.20 Tahun 2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional,  karena  UU  No.2  tahun  1989  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  dianggap  tidak  lagi  memadai  dan  perlu  disempurnakan, agar sesuai dengan amanat perubahan  Undang-undang Dasar  1945.
   Penyempurnaan Undang-undang Sisdiknas tersebut diharapkan agar sistem  pendidikan  nasional  mampu  menjamin  pemerataan  kesempatan  pendidikan,  peningkatan  mutu  serta  relevansi  dan  efisiensi  manajemen  pendidikan  untuk  menghadapi tantangan pendidikan baik dalam sekala lokal, nasional maupun  global.
  Sri Renani Pantjastuti dkk, Komite Sekolah: Sejarah dan Prospeknya di Masa Depan (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2008), hlm. 5.
  UU. No. 20 Tahun 2003 (Bandung: Fokus Media, 2006),hlm. 2.
   Selain  penggantian  Undang-undang  Sisdiknas,  pemerintah  juga  telah  mengganti  keputusan  Menteri  Pendidikan  dan  Kebudayaan  RI  No.
 0293/U/1993  Tentang  Pembentukan  Badan  Pembantu  Penyelenggaraan  Pendidikan  (BP3)  dengan  Keputusan  Menteri  Pendidikan  Nasional  RI  No.
 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
 Dewan  Pendidikan  dan  Komite  Madrasah  juga  tertuang  dalam  Undangundang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 24 dan 25 yaitu:  “Dewan Pendidikan adalah Lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai  unsur masyarakat yang peduli pendidikan”. (Ayat 24) “Komite  Sekolah/Madrasah  adalah  Lembaga  mandiri  yang  beranggotakan  orang  tua/wali  peserta  didik,  Komite  Sekolah,  serta Tokoh  Masyarakat  yang peduli pendidikan.” (Ayat 25)  Semua  itu  merupakan  keseriusan  dan  kesungguhan  pemerintah  dalam  hal  peningkatan  kualitas  pendidikan,  kesejahteraan  guru serta  memberi  kesempatan bagi anak usia sekolah tujuh (7) tahun sampai usia lima belas (15)  tahun  yang  menjadi  kewajiban  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintah  Daerah  untuk menjamin tersedianya dana.
   Berbagai  upaya  pemerintah  dalam  peningkatan kualitas  pendidikan  telah  dilakukan. Namun, peneliti menaruh perhatian khusustentang keberadaan dan  peran  komite  sekolah  dalam  meningkatkan  mutu  pendidikan  sebagaimana  tertuang  dalam  pasal  56  ayat  3  UU  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  komite  sekolah.
  Himpunan Undang-undang Republik Indonesia: Guru dan Dosen, Sisdiknas dan SNP (Surabaya:Wacana Intelektual, 2009), hlm. 342.
  htpp://www.arjunakabel.co.id/ Apa yang diharapkan dari Komite Sekolah?//htm  (diakses 26 Desember 2009).
   “Komite  sekolah/madrasah,  sebagai  lembaga  mandiri, dibentuk  dan  berperan  dalam  peningkatan  mutu  pelayanan  pendidikan  dengan  memberikan  pertimbangan,  arahan  dan  dukungan  tenaga,  sarana  dan  prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkatsatuan pendidikan.”  Paradigma  hubungan  tri  pusat  pendidikan  dapat  diklasifikasikan  menjadi  tiga  macam,  yaitu  paradigma  lama,  paradigma  transisional  dan  paradigma  baru.  Dalam  paradigma  lama,  hubungan  antara  keluarga,  sekolah  dan  masyarakat dipandang sebagai institusi yang berbeda-beda. Ketiganya belum  berkomunikasi secara efektif.
   Paradigma  lama  berpendapat  bahwa  keluarga  dan  masyarakat  telah  memberikan peran utama jika mampu memberikan dukungan finansial kepada  sekolah.  Masalah  proses  belajar  mengajar,  pembinaan moral  dan  segenap  urusan  yang  lain  diserahkan  sepenuhnya  kepada  sekolah.  Orang  tua  dan  masyarakat hanya ingin tahu bahwa anaknya lulus dengan nilai yang tinggi.
  Jika  kemudian  ada  anak  yang  perilakunya  menyimpang  dan  tidak  mencapai  standar kelulusan, maka orang tua meminta pertanggungjawaban kepada pihak  sekolah. Paradigma lama tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:  Gambar:Pola Pikir Paradigma Lama Tri Pusat Pendidikan   Himpunan Undang-undang RI: Guru dan Dosen, Sisdiknas dan SNP.Op.cit.,hlm. 346.
  Sri Renani Pantjastuti dkk,Op.cit., hlm .47.
  Ibid.,hlm. 49.
  Ibid..
 SEKOLAH  MASYARAKAT KELUARGA  Apa yang dilakukan  orang tua untuk  kita (sekolah)?   Ilustrasi  di  atas  menunjukkan  bahwa  tidak  ada  keterkaitan  dan  tanggungjawab  bersama  antara  keluarga,  sekolah  dan  masyarakat  dalam  penyelenggaraan  pendidikan  di  sekolah.  Keluarga  dan masyarakat  hanya  menunggu  hasil/output  dengan  kualitas  yang  baik  dari  sekolah,  tanpa  ingin tahu bagaimana proses belajar mengajar yang berlangsung di dalam kelas atau  apa yang dilakukan peserta didik di lingkungan sekolah.
   Dewasa ini, paradigma lama dalam batas-batas tertentu telah ditinggalkan  dan  beralih  pada  paradigma  transisional.  Dalam  paradigma  ini  keluarga  memiliki hak untuk mengetahui tentang apa saja yangdiajarkan oleh guru di  sekolah. Orang tua siswa memiliki hak untuk mengetahui dengan metode apa  anak-anaknya diajar oleh guru-guru mereka. Hubungankeluarga dan sekolah  sudah  mulai  terjalin,  tetapi  masyarakat  belum  melakukan  kontak  dengan  sekolah. Berikut ilustrasi pemikirannya:  Gambar:Pola Pikir Paradigma Transisional Tri Pusat Pendidikan   Sekolah  memberikan  hak  kepada  keluarga  untuk mengetahui  proses  balajar  mengajar  di  sekolah,  sehingga  keluarga  mulai  tertarik  untuk  mengetahui  dan  memahami  pentingnya  pendidikan  dan  sekolah  bagi  anak- Ibid.,hlm. 50.
 SEKOLAH  MASYARAKAT  KELUARGA Apa yang dapat  dilakukan masyarakat  agar dapat membantu  kita sekolah?   anaknya.  Dengan  demikian  keluarga  mulai  peduli  untuk  memperhatikan  kegiatan peserta didik di sekolah, serta  membantu sekolah jika ada masalah.
 Hanya  saja  belum  ada  kerjasama  antara  sekolah  dan  keluarga  dengan  masyarakat.
  Sedangkan  dalam  paradigma  baru  (new  paradigm)  hubungan  keluarga,  sekolah,  dan  masyarakat  harus  terjalin  secara  sinergis  untuk  meningkatkan  mutu  layanan  pendidikan,  termasuk  untuk  meningkatkan  mutu  hasil  belajar  siswa di sekolah. Paradigma tersebut digambarkan sebagai berikut:  Gambar: Pola Pikir Paradigma Baru Tri Pusat Pendidikan   Sekolah  adalah  sebuah  pranata  sosial  yang  bersistem,  terdiri  atas  komponen-komponen  yang  saling  terkait  dan  pengaruh  mempengaruhi.
 Komponen  utama  sekolah  adalah  siswa,  pendidik  dan  tenaga  kependidikan  lainnya,  kurikulum,  serta  fasilitas  pendidikan.  Dengan  demikian,  dalam  paradigma baru ini telah memandang bahwa pendidikansekolah adalah milik  bersama.
   Selain  itu,  pemangku  kepentingan  (stakeholder)  juga  mempunyai  pengaruh yang besar terhadap proses penyelenggaraandan peningkatan mutu   Ibid.,hlm. 52.
  Ibid..
 SEKOLAH  KELUARGA  MASYARAKAT  Apa yang dapat kita  kerjakan bersama-sama  untuk mendidik anakanak kita dengan baik?   pendidikan.  Dalam  hal  ini  orang  tua  dan  masyarakat  merupakan  pemangku  kepentingan  yang  harus  dapat  bekerja  sama  secara  sinergis  dengan  sekolah.
 Proses  penyelenggaraan  pendidikan  saat  ini  menggunakan  pola  manajemen  yang dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS), yang dalam aspek  teknis edukatif dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah  (MPMBS). Untuk itu, maka orang tua siswa, khususnyayang tergabung dalam  Komite Sekolah juga harus memahami pola manajemen sekolah tersebut.
   Kegiatan Managing Basic Education (MBE) atau MBS, melibatkan orang  tua  siswa  dari  masing-masing  kelas  di  suatu  sekolah untuk  membentuk  paguyuban  kelas,  yang  beranggotakan  orang  tua  siswa dengan  tugas  membantu  guru  kelas  dalam  merancang  dan  melaksanakan  pembelajaran  dengan  konsep  PAKEM  (pembelajaran  aktif,  kreatif,  efektif,  dan  menyenangkan).
   Ini  merupakan  satu  bentuk  keterlibatan  keluarga  dan  masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
 Salah  satu  tujuan  pembentukan  Komite  Sekolah  adalah meningkatkan  tanggung  jawab  dan  peran  serta  masyarakat  dalam  penyelenggaraan  pendidikan  di  satuan  pendidikan.
   Hal  ini  berarti  peran  serta  masyarakat  sangat dibutuhkan dalam peningkatkan mutu pendidikan, bukan hanya sekedar  memberikan  bantuan  berwujud  material  saja,  melainkan  juga  diperlukan  bantuan  yang  berupa  pemikiran,  ide  dan  gagasan-gagasan  inovatif  demi  kemajuan suatu sekolah.
  Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm 11.
  Khaeruddin dkk, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Konsep dan Implementasinya  di Madrasah(Jogjakarta: Nuansa Aksara, 2007), hlm. 208.
  E. Mulyasa dkk, Pedoman Komite Madrasah: Dj II (Departemen Agama RI: Direktorat  Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), hlm. 14.
   Permasalahannya  perbedaan  persepsi  pengembangan  pendidikan  antara  Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah belum ada titiktemu dengan segala  keterbatasan akses komite di sekolah, terkadang masih ada ego sektoral kepala  sekolah, sehingga cita-cita luhur yang dikonsep oleh Komite Sekolah menjadi  hilang tanpa tujuan dan lepas dari fungsi komite itu sendiri. Sehingga akhirnya  komite sekolah hanya berfungsi sebagai penonton atau sebuah organisasi mati  yang tidak diperankan.
  Selain itu, ada indikasi keberadaan Komite Sekolah hanya menjadi beban  masyarakat  (orang  tua  siswa)  di  mana  setiap  tahunnya  biaya  pendidikan  cenderung  meningkat  dan  tanpa  terkendali.  Bahkan  ada  indikasi  penyelewengan  atas  pungutan  dana  dari  masyarakat  yang  tidak  dapat  dipertanggungjawabkan oleh Kepala Sekolah dan KetuaKomite Sekolah.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi