BAB II JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM
A. JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM 1.
Pengertian Jual Beli Allah swt
telah menjadikan harta sebagai salah satu tegaknya kemaslahatan manusia di dunia. Untuk
mewujudkan kemaslahatan tersebut Allah
swt telah mensyari’atkancara perdagangan tertentu. Sebab apa saja yang dibutuhkan oleh setiap orang tidak bisa
dengan mudah dapat diwujudkan setiap
saat. Dan karena mendapatkannya dengan menggunakan kekerasan dan penindasan itu merupakan tindakan yang
merusak. Maka harus ada sistem yang
memungkinkan tiap orang untuk mendapatkan apa saja yang dia butuhkan, tanpa harus menggunakan kekerasan
dan penindasan. Itulah perdagangan dan
jual beli.
Jual
beli adalah merupakan satu komponen dari 5 sistem mu’amalah yang memiliki
kedudukan tersendiri dalam hukum Islam. Sistem mu’amalah tersebut dipandang
memiliki manfaat yang sangat besar dalam lalu lintas perekonomian Islam, yakni terbentuknya
masyarakat yang adil dan sejahtera.
Menurut bahasa, jual beli adalahmenukar
sesuatu dengan sesuatu.
Sedangkan di dalam syari’atIslam adalah
menukar barang atau milik atas TaqiyuddinAn-Nabani,
Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, h. 149 18 19 dasar suka sama suka.
Disamping
itu jual beli juga dapat diartikan menurut Hasby as-Shiddiqy, jual beli adalah akad yang
berdiri atas dasar menukarkan harta
dengan harta lalu terjadilah penukaran milik secara tetap.
Istilah
jual beli di dalam hukum Islam dikenal dengan istilah
Dalam istilah
tersebut dapat dilihat dari 2
segi, diantaranya: a. Dari segi bahasa 1)
Memberikan sesuatu untuk menukar sesuatu yang lain. Jual beli adalah memberikan sesuatu karena ada pemberian.
2) Jual beli adalah saling tukar.
Kata al-bai’(jual) dan kata asy-Syira(beli)
dipergunakan biasanya dalam pengertian
yang sama satu sama lainnya bertolak belakang. Dalam surat Al-Baqarah ayat 16 disebutkan
“Mereka Itulah orang yang membeli
kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah
beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
Dari surat tersebut nampak bahwa lafaz Asytaramempunyai arti membeli, sedangkan dalam ayat berikutnya
mempunyai arti menjual, yaitu pada surat
Yusuf ayat 20: Hamzah Ya’qub, Kode Etik
Dagang Menurut HK Islam, h. 18 Hasby
As-Siddiqy, Pengantar Fiqih Muamalah, h. 93-94 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut HK
Islam,h. 18 Depag RI, Al-Quran dan
Terjemahanya,h.
“Dan mereka menjual Yusuf dengan
harga yang murah, yaitu beberapa dirham
saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” b.
Dari segi syara’ 1) Menurut
Sayyid Sabiq, jual beli adalah “Pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milikdengan ganti
yang dibenarkan.” 2) Jual beli adalah “Menukar suatu barang dengan
barang yang lain dengan cara yang
tertentu”.
3) Jual
beli ialah pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (ijab
qabul)dengan cara yang diizinkan.
Berdasarkan
istilah-istilah tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli adalah sesuatu dimana
seseorang penjual menyerahkan barangnya
kepada pembeli setelah mendapatkan persetujuan mengenai harga barang itu, kemudian barang tersebut diterima
oleh si pembeli sebagai imbalan dari
harga yang telah diserahkan. Dengan demikian, jual beli akan melibatkan kedua belah pihak, dimanayang satu
menyerahkan uang (harga) sebagai
pembayaran atas barang yang diterimanya, dan yang satu lagi menyerahkan barang sebagai ganti atas uang
yang telah diterimanya. Proses Depag
RI, Al-Quran dan Terjemahnya,h. 351 Sayyid
Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz XII,(Bandung, Al Ma’arif, 1988), h. 47 Imam Taqiyuddin, Loc.Cit.
21 tersebut
harus dilakukan secara rela atau suka sama suka antar kedua belah pihak.
2.
Dasar Hukum Jual Beli Pada
dasarnya Islam mengatur praktek jual beli yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan dasar
hukum jual beli. Sudah ditegaskan baik
dalam al-Qur’an maupun Hadits.
a.
Dasar hukum jual beli dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat
“Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orangyang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), Maka baginya apa
yang Telah diambilnyadahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang
yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Dalam semua urusan jual beli setiap muslim diharamkan untuk meraih keuntungan secarabatildan yang
bertentangan dengan hukum Depag RI,
Al-Quran dan Terjemahnya,h. 69 22 Islam. Islam menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba,yang berarti suatu
yang berlebihan yang ditetapkandan diberikan kepada orang lain yang sama-sama menyetujui perjanjian dalam
suatu pertukaran nilai mata uang yang
melibatkan kedua belah pihak.
Dalam
ayat lain Allah swt juga memberikan ketentuan hukum mengenai jual beli, surat an-Nisa’ ayat 29
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Dengan demikian berdagang itu bukan termasuk hal yang dibenci oleh agama, karena hal ini termasuk salah satu
sebab untuk mencari rizki yang halal dan
yang dibenarkan olehIslam. Bahkan al-Qur’an telah menyebutnya dengan sebutan bagus sekali, yaitu
karunia Allah swt yang juga berarti
rejeki sebagaimana firmanAllah dalam surat al-Baqarah ayat 198: M.
Muslehhuddin, Asuransi Dalam Islam,h.
Depag
RI, Al-Quran dan Terjemahnya,h. 122 23
“Tidak ada dosa bagimu untuk
mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak
dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah
di Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya
kamu sebelum itu benar-benar termasuk” Ayat
tersebut turun pada musim hajji yang berarti boleh melaksanakan perdagangan di tengah-tengah
pelaksanaan musim ibadah haji setelah
turun ayat tersebut, maka barulah mereka bebas melakukannya.
b.
Dasar hukum jual beli dalam al-
“Dari Jabir bin Abdullah bahwa
Rasulullah saw bersabda: Allah swt mencintai
seseorang yang gampang (toleransi) jika berjual beli dan menagih.”
Dengan demikian semakin jelas bahwa jual beli adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh agama atau syara’. Jual
beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan-kecurangan
akan mendapat berkah dari Allah swt.
Ibid,h.
48 Bukhari, Shahih Bukhari Juz I, h. 75
24 Dari kandungan ayat-ayat Allah swt dan
sabda-sabda Rasulullah diatas. Para
ulama mengatakan bahwa hukum asal jual beli itu adalah mubah(boleh), akan tetapi pada situasi
tertentu, menurut imam AsySyatibi (W. 790 H) pakar fiqih Maliki bahwa hukumnya
boleh berubah menjadi wajib. Beliau
memberikan contoh ketika terjadi praktek ikhtikar (penimbunan barang sebagai stok hilang dari
pesanan hingga barang melonjak naik).
Apabila seorang melakukan ikhtikardan mengakibatkan melonjaknya harga barang yang disimpan dan
ditimbun itu, maka pihak pemerintah
boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya itu sesuai dengan harga yang ada di pasaran. Dalam hal
ini, menurutnya pedagang itu wajib
menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah.
Hal ini sesuai dengan prinsip al-Syatibi bahwa
yang mubah itu apabila ditinggalkan
secara total maka hukumnya menjadi wajib.
3.
Rukun dan Syarat Jual Beli Agar
jual beli itu dapat sah dan mendapatkan berkah dari Allah swt maka haruslah dipenuhi semua rukun dan
syaratnya sebagai berikut: Rukun jual
beli terdiri atas tiga macam: • Akad (ijab qabul) • Orang yang berakad (pembeli dan penjual) •
Ma’qud alaihi(uang dan barang) a. Akad R.
Subekti, Aneka Perjanjian. h. 40 25 Akad artinya persetujuan antarasi penjual dan
si pembeli.
Umpamanya, “Aku menjual barangku dengan harga
sekian”, sahut si pembeli. Perkataan
penjual dinamakan ijab, sedangkan perkataan pembeli dinamakanqabul.
Jual beli belum dapat dikatakan sah sebelum
ijab qabuldilakukan.
Hal ini karena ijab qabulmenunjukkan kerelaan
kedua belah pihak. Pada dasarnya ijab
qabulitu harus dilakukan dengan lisan. Akan tetapi, kalau tidak mungkin, misalnya karena bisu, jauhnya
barang yang akan dibeli, atau penjualnya
jauh, boleh dengan perantaraan surat menyurati yang mengandung arti ijab qabulitu.
sa kons � r m � x�� dalam upaya pegentasan kemiskinan
oleh Muhammad Yunus dengan konsep al-Qord al-Hasan dalam perbankan syari'ah.Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi