BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Islam mengatur manusia dalam
hidup berpasang - pasangan, hal itu
dapat terwujud melalui jenjang
pernikahan yang ketentuannya dirumuskan dalam aturan yang disebut Hukum Perkawinan Islam.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Az
\ - Z| a>riya > t ayat 49 “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-
pasangan supaya kalian mengingat akan kebesaran Allah . ” (Q.S Az \ - Z|a>riya>t :49) Dengan terjadinya suatu akad nikah , maka
seorang laki - laki yang menjadi suami
memperoleh berbagai hak suami dalam keluar ga itu. Begitupun seorang perempuan
yang mengikatkan diri menjadi isteri dalam suatu perkawinan memperoleh berbagai
hak pula. Di samping itu merekapun
memikul pula kewaji ban - kewajiban sebagai akibat dari mengikatkan diri dalam
perkawinan itu.
Kewajiban memberi nafkah oleh suami ini
sebagaimana dinyatakan Allah dalam Al -
Qur’an sebagai berikut: Departemen Agama
RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya, h Moh.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h 62 Artinya
: “Kaum laki - laki itu
adalah bertanggung jawab bagi kaumperempuan , oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki - laki) atas sebagian yang lain ( perempuan ), dan karena
mereka (laki - laki) t elah menafkahkan
harta mereka…” (Q.S. Al - Nisa>’: 34)
Dalam surat Al - Baqarah ayat 233 Allah SWT berfirman: “ ... Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kemampuannya. Janganlah seseorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seseorang ayah karena anaknya…”
(Q.SAl - Baqarah:233) Dan dalam
suratAt}- T{ala>q ayat 6 Allah SWT menegaskan sebagai berikut: “Tempatkanlah
mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka un tuk menyempitkan (hati) mereka…” (Q.S At}- T{ala>q:6) Dengan adanya kewajiban suami untuk
mencarikan nafkah bagi isteri dan anak-
anaknya, maka perasaan tanggungjawab pada diri suami semakin banyak.
Pada pasal 80 ayat 4 Kompilasi
Hukum Islam (KHI) ketentuan mengenai kewajiban untuk memberikan nafkah yang
menya takan bahwa sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi
isteri; Departemen Agama RI, Al- Qur’an
dan Terjemahnya, h Ibid, h Ibid, h 446
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi isteri dan anak; c. Biaya pendidikan bagi anak.
Dan pada pasal 34 ayat 1 Undang- Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 secara tegas
menyebutkan bahwa: “Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya” .
Pasal ini menjelaskan bahwa kedudukan suami
sebagai kepala rumah tangga bertanggungjawab memberikan jaminan terhadap
kebutuhan pihak- pihak yang berhak
memperoleh nafkah yaitu isteri dan anak- anaknya, baik untuk keperluan rumah
tangga, pemeliharaan anak, serta pendidikan bagi anak sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan kewajiban isteri adalah
melayani suami dan anak- anaknya, dan kewajiban
itu bisa terlaksana apabila suami memberikan nafkah kepada isteri.
Misalnya s aja dalam kehidupan
sehari - sehari isteri memerlukan nafkah berupa uang untuk menjalankan tugasnya sebagai ibu
keluarga yaitu memasak, apabila seorang
suami tidak memberikan nafkah kapada isteri bagaimana isteri bisa melakukan
kewajibannya.
Seorang suami ya ng tidak
memperdulikan isterinya dengan tidak memberikan nafkah, dan atas perbuatannya
itu isteri harus mencukupi Abdurrahman,
Kompilasi Hukum Islam, h Undang-Undang
Perkawinan Di Indonesia, h 16 kebutuhannya
sendiri, maka suami dalam hal ini dituntut untuk membayar nafkah yang tidak diberikannya selama perkawinan, dan
dia juga diancam hukuman untuk membayar ganti rugi materiil melalui gugatan ke pengadilan. Karena pemberian nafkah itu sendiri adalah kewajiban suami, dan
apabila kewajiban itu tidak dipenuhi maka
nafkah menjadi hutang dan hutang itu harus dibayar.
Yang terjadi di Pengadilan Agama
Bangil adalah isteri yang telah diceikan oleh suaminya tersebut tidak mendapatkan
nafkah yang seharusnya menjadi hak nya
selama masa perkawinan yaitu kurang lebih lima bulan. Maka melalui kuasanya tersebut melakukan permoho nan
banding ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya,
yang bertujuan untuk memperoleh nafkah kurang lebih lima bulan, yang menjad i
haknya selama masa perkawinan.
Maka, berdasarkan latar belakang
masalah tersebut peneliti mengadakan penelitian
terhadap kasus gugatan banding nafkah
karena suami tidak memberikannya kepada isteri yang diputuskan oleh Pengadilan
Tinggi Agama Surabaya dengan judul “ PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PENYELESAIAN
PERKARA BANDING SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH KEPADA ISTERI (Putusan No.
164/Pdt.G/2006/ PTA.Sby) B. Rumusan
Masalah Berdasarkan judul penelitian dan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan pokok masa lah
sebagai berikut: 1. Bagaimana
penyelesaian perkara banding suami tidak memberi nafkah kepada isteri di Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ? 2. Apa
dasar hukum yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara banding suami tidak memberi nafkah kepada isteri di
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya? 3.
Bagaimana analisis hukum Islam terhadap putusan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tersebut? C. Kajian Pustaka Masalah suami tidak memberi nafkah kepada
isteri banyak dibahas dalam karya tulis
yang lain, akan tetapi pembahasan tersebut diterangkan secara global, yaitu : Dalam skripsi oleh Erwin Sa’diyah tahun 1999
yang berjudul Pelaksanaan Putusan Nafkah
Di Pengadilan Agama Ponorogo Dalam Hal Cerai Gugat yang menjelaskan
tentang nafkah ' iddah, nafkah
pemeliharaan dan pendidikan anak.
Diantaranya suami dapat membayar
secara tunai pada waktu yang ditentukan, jika tidak sanggup ia bisa meminta tenggang waktu
ke pengadilan agar dapat dibayar di lain
waktu.
Dalam skripsi oleh Syamsul Hadi
tahun 1999 yang berjudul Pengingkaran Kewajiban
Nafkah Sebagai Pelanggaran Hak Dan Akibat Hukumnya Menurut Tinjauan Hukum Islam . Penelitian ini
merupakan penelitian pustaka terhadap buku - buku perdata yang membahas hal
tersebut. Diantaranya tentang suami yang mampu dan berkecukupan mengingkari kewajibannya
memberi nafkah dan sebaliknya bagaimana
dengan suami yang miskin dan tidak mempunyai harta yang dapat dinafkahkan serta
akibat hukumnya.
Dalam skripsi oleh M. Badrus Sholeh tahun 2004 berjudul Penetapan Uang Nafkah Bagi Janda Dan Anaknya Akibat
Perceraian Di Pengadilan Aga ma Bangil.
Yang menjelaskan tentang nafkah ' iddah,
hadhanahdan nafkah madhiyah yang harus diberikan oleh suami setelah terjadi
perceraian. Nafkah madhiyah diberikan
apabila si isteri dalam keadaan tidak
nusyuzsedangkan kedudukannya sebagai
ayah, ia wajib memberi nafkah kepada anaknya.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi