BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagaimana fitrahnya, memiliki kecederungan untuk menyukai lawan
jenis, ha1 ini karena pada dasarnya kehidupan diciptakan untuk saling berpasang
- pasangan. Ada perempuan dan laki - laki, ada siang dan m alam, sebagaimana firman Allah yang tertera dalam surat al-Za>riat ayat 49, sebagai berikut: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan
berpasang- pasangan supaya kamu mengingatakan kebesaran Allah” .
Dalam surat Ya>sinayat 36 juga ditegaskan, “ Maha
Suci Allah yang tel ah
menciptakan semua pasangan, baik dari
apa yang
ditumbuh kan oleh bumi, dan dari
jenis mereka (rnanusia) maupu n dari (makhluk - makhluk) yang ti dak mereka
ketahui” .
Tim Depag, al-Quran dan Terjemahnya, h Ibid. h.
1 Apabila seorang manusia, telah sampai pada
usia dan kemampuan serta sudah ada calon
isteri atau suami, maka baik laki - laki dan perempuan akan menjalanifitrahny
a untuk mencari pasangannya. Agama
juga mensyariatkan dijalinnya
pertemuan antara laki - laki dan peremp uan sehingga terlaksananya sebuah
perkawinan.
Pada dasarnya, perkawinan membentuk sebua h
keluarga yang tentram atau keluarga sakinah. Salah satu alasan ketenteraman itu karena
perkawinan adalah cara yang paling mulia sekaligus halal dan sehat untuk meny
alurkan kecenderung an biologis man
usia. Namun al asan yang paling ideal kenapa manusia melangkah ke jenjang
perkawinan biasanya adalah untuk melanj utkan keturunan. Dari perkawinan yang sah dan baik
akan lahir manusia - manusia baru dan berkualitas yang akan melanjutkan kehidupan
dan peradaban manusia itu sendiri. Akan tetapi perlu dicatat bahwa manusia-
manusia yang berkualitas biasanya hanya akan lahirdari keluarga yang
berkualitas juga.
Sebagaimana telah diterangkan dalam surat al - Ru> m
ayat 21 : “Dan di antara tanda- tanda kekuasaan - Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri - isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa Must}afa Kamal, H{alil, Fiqih Islam Sesuai dengan Putusan
Majelis Tarjih,, h.
Slamet Abidin, Aminuddin, Fikih Munakahat 1,h.
10 tenteram kepadanya, dan dijadikan -
Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar- benar terdapat tanda- tanda bagi kaum yang berfikir” Tujuan perkawinan pada hakikatnya untuk
memperoleh kebahagiaan dunia- akhirat. Memperoleh kebahagiaan adalah alasan
yang paling kuat bagi manusia untuk menikah. Karena itu, tidak heran jika
setiap pasangan memiliki impian untuk
memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Dalam bahasa yang berbeda, keluarga yang demikian
adalah keluarga yang unggul atau berkualitas
lahir dan batin.
Memasuki dunia baru bagi pasangan baru, atau
lebih dikenal dengan pengantin baru
memang merupakan suatu yang membahagiakan. Tetapi bukan berarti tanpa kesulitan. Dari pertama kali
melangkah ke pelaminan, semuanya sudah
akan terasa lain. Lepas dari ketergantungan terhadap orang tua, teman, sau dara, untuk kemudian mencoba hidup bersama
orang yang mungkin belum pernah kenal sebelumnya. Semua i ni memerlukan
persiapan khusus, agar tidak terjebak
dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian
hari.
Intinya
disebutka n bahwa Allah menciptakan manusia itu berpasang pasangan, ag
ar mereka hidup dengan tenteram (sakinah), saling mencintai Tim Depag,al-Quran . . ., h.
Slamet Abidin , . . ., Fikih. . . . ,h. Koes
bagi-bagi informasi, Membentuk Keluarga Sakinah Warrahmah, http:// koesbagi2informasi. wordpress. com/ 2007/ 11/
15/ membentuk - keluarga-sakinah-wa -rahmah (mawaddah) dan saling mengasihi dan
menyayangi (rahmah). Yang dibutuhkan dalam
membentuk keluarga sakinah, mawadah
dan rahrnah persiapan rnental saja tidak cukup.
Juga diperlukan landasan ekonomi yang cukup kuat dalam artian calon suami sudah rnerniliki pekerjaan atau
usaha, tetapi tidak jarang juga saat ini
kita jumpai, baik calon isteri maupun
suami mas ing - masing rnerniliki pekerjaan ata u usaha. Jika mental dan ekonomi sudah
mendukung, ha1 lain yang harus diperhatikan
adalah bagaimana menyatukan dua kepribadian dalam sebuah ikatan perkawinan, hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi tidak hanya dua kepribadian
melainkan juga dua keluarga.
Di samping itu tidak jarang kedua
belah pihak berasal dari latar belakang budaya,
ekonomi, sosial dan pendidikan yang berbeda. Untuk menyatukan dua kepribadian dan dua keluarga ini merupakan ha1
yang sangat sulit, kecuali jika keduanya
bersedia belaj ar dan mernahami pasangannya m asing - masing. Untuk itu masing-
masing pihak dituntut untuk saling rnempercayai dan juga saling rnenerima serta
lebih dapat mewujudkan rasa to leransi satu sama lain . Jika salah satu pihak merasa kurang dapat rnelaksanakan
komit men yang sudah dibuat dengan alasan yang kuat, sebaiknya pihak lain tidak
memaksakan kehendaknya, apalagi menekan
atau mengancam, tetapi sebal iknya
diperlukan sikap toleran terhadap
kendala yang dihadapi oleh pasangannya dalam keluarga.
Pengalaman dalam k ehidupan
menunjukkan bahwa membangun keluarga itu
mudah, namun memelihara dan membina keluarga hingga mencapai taraf kebahagian dan kesejahteraan yang selalu
didambahkan suami istri alangkah sukarnya. Pengalaman hidup juga mengajarkan
betapa bervariasinya perjalanan keluarga yang telah didirikan oleh sepasang
suami - istri atas dasar cinta- mencintai, kasih - mengkasihi, ternyata banyak dijumpai
perselisihan dan bahkan pertengkaran di dalam perjalanannya.
Jadi keluarga sakinah yang merupakan dambaan
setiap pas angan suamiistri, baik yang baru maupun yang lama dalam membangun
rumah tangga tak jarang mengalami
berbagai hambatan. Misalnya, sikap dan karakter yang berbeda, pemahaman agama yang kurang, tingkat
pendidikan yang renda h , ekonomi
yang buruk serta komunik asi yang kurang baik.
Dewasa ini, peran istri tidak
hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga sebagai seorang pekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Di pedesaan banyak sekali istri yang merantau keluar negeri
menjadi TKW, pilihan para TKW untuk
bekerja di luar negeri bukan karena suami tidak bekerja, namun karena pendapatan mereka selama ini belum dapat
mencukupi kebutuhan keluarga, sehingga harus meninggalkan keluarga, kerabat dan
yang paling utama adalah seorang suami
dan anak- anaknya.
Bekerja di luar negeri menjadi TKI/TKW, memang
menjanjikan berbagai keuntungan. Dari sisi finansial, bekerja di luar negeri
menjanjikan gaji besar dan lumayan. Di
masyarakat pedesaan khususnya bekerja di luar negeri Muhammad Abdul Gaffar, Menyikapi Tingkah Laku
Suami , h. 3 dapat meningkatkan status
sosial. Karena dengan uang kiriman TKI/TKW, keluarga di rumah dapat dengan
mudah membangun rumah keramik, membeli motor
baru, menyekolahkan anak hingga tamat, atau membuka usaha sendiri dan lain - lainnya.
h yang menga ndung kemaslahatan, dan telah menjaga lima unsur
yaitu: menjaga agama, jiwa, akal, harta,
dan kehormatan. Namun keempat unsur tersebut dapat diabaikan demi kepentingan agama yang kemanfaatannya kembali
pada kepentingan orang banyak.Apabila
seseorang melakukan perbuatan yang pada intinya bertujuan memelihara
kelima aspek tersebut, maka perbuatannya disebut maslah{ah.
Melihat fenomena tersebut, maka penulis ingin
m endeskripsikan masalah tersebut dengan
judul: Implementasi Kewenangan Kejaksaan dalam
Pelaksan aan Asas
Opportunitas menurut Pasal
35 (c) UU No. 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik
Indonesiadalam Tinjauan Hukum Islam.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi