Jumat, 15 Agustus 2014

Skripsi Syariah:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP MULTI AKAD DALAM APLIKASI SUKUK IJARAH PADA PT SONA TOPAS TOURISM TBK.


BAB I  PENDAHULUAN  
A. Latar Belakang Masalah  Sejak awal ’70-an gerakan Islam ditingkat nasional telah memasuki bidang  ekonomi dengan diperkenalkannya sistem ekonomiIslam, sebagai alternatif terhadap  sistem kapitalis dan sistem sosialis. Wacana sistem ekonomi Islam itu diawali dengan  konsep ekonomi dan bisnis non ribawi. Sebenarnya sistem ekonomi Islam itu  mencakup semua aspek ekonomi sebagaimana telah dirumuskan secara komprehensif  oleh Umer Chappra dalam bukunya “The Future of Economics an Islamic  Perspective”, yang menjelaskan bahwa:  “Ilmu yang memberikan kontribusi langsung dan tidak langsung terhadap  realisasi kesejahteraan manusia, tetap berkonsentrasi pada aspek alokasi dan  distribusi sumber-sumber daya dengan tujuan utama untuk merealisasikan  qshidusy syariah.  Ilmu ekonomi Islam pada prinsipnya sama dengan  ekonomi konvensional, namun yang mendasar perbedaannya terletak pada  pertimbangan sosial kemanusiaan sesuai komitmen syariah Islam. Sementara  pada ekonomi konvensional hanya bermuara pada upaya pemenuhan  kebutuhan material seperti halnya dengan ekonomi kapitalis”.

 Namun, dewasa ini terkesan bahwa ekonomi Islam itu identik dengan konsep  tentang sistem keuangan dan perbankan. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh dua  faktor, yaitu: Pertama, petunjuk Allah dalam al-Qur’an dan sunnah yang paling  menonjol, sebagaimana yang dilihat oleh bahkan menjadi perhatian utama para  ulama’ dan cendekiawan muslim, yang juga termasuk doktrin transaksi non ribawi   Arifin Hamid. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. h: 66-67   (larangan praktek riba). Kedua: peristiwa krisis minyak pada tahun 1974 dan 1979,  yang menimbulkan kekuatan financial berupa petro dollar pada Negara-negara  dikawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk juga Indonesia, Malaysia, dan  Brunei di Asia Tenggara. Melihat gejala itulah, kemudian timbullah pemikiran untuk  “memutar” dana petro-dollar tersebutmelalui lembaga keuangan syariah.
 Kekuatan pergerakan ekonomi Islam adalah kerjasama bagi yang tidak dapat  memproduktifkan kekayaan yang dimilikinya, maka Islam menganjurkan untuk  melakukan musyarakah dan mudharabah, yaitu bisnis bagi hasil. Bila tidak ingin  mengambil resiko, maka Islam sangat menganjurkan untuk melakukan qard, yaitu  meminjamkan tanpa imbalan apapun. Dengan kata lain, Islam sangat mendorong  investasi dan perdagangan, akan tetapi Islam sangat melarang adanya riba, gharar dan  maysir.
 Oleh karena itu, Islam menjelaskan bahwasannya segala apapun dalam  bermuamalat pada asalnya adalah boleh, sebagaimana dalam ayat al-Qur’an surat alMulk (15), yang berbunyi  Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah  disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya. Dan hanya  kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) di bangkitkan”.
 http://konsultasimuamalat.MI Sigit Pramono.wordpress.com.20 Maret   Arifin Hamid. Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia. h. 7   Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 449   Ayat tersebut menggariskan, bahwa manusia sebaiknya bukan menjalankan  aktivitas baik sosial, budaya maupun ekonomi dengan cara-cara yang tidak berguna,  melainkan kerja sama atau tolong menolong, membangun kemitraan untuk  mendapatkan keuntungan yang dibenarkan olehajaran agama. Kemitraan dibidang  ekonomi atau menjual jasa terkadang dilakukan dengan hanya mengejar target  keuntungan. Sedangkan cara-cara yang sesuai dengan norma agama diabaikan. Hal  ini dari sudut pertimbangan ekonomi semata bisa saja terpenuhi, namun dari  kepentingan masyarakat, hubungan dengan pihak rekanan bisnis maupun konsumen  terabaikan atau belum tentu sejalan.
 Sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, adalah suatu  kewajaran jika tumbuh kecenderungan untuk menciptakan sistem sosial ekonomi  yang berlandaskan nilai-nilai ajaran  Islam. PemerintahIndonesia telah  mengintroduksikan sistem ekonomi Islam melalui pembentukan Bank Muamalat  Indonesia (BMI) pada tahun 1990. Keberadaan BMI menjadi pemicu lahirnya bankbank syariah yang lain. Dengan pendirianBMI itu, maka perbankan Indonesia  menganut dual banking system. Bank konvensional dan bank syariah beroperasi di  Indonesia, bahkan ada beberapa bank konvensional juga mempunyai divisi bank  syariah. Dalam satu dekade, perkembangan perbankan syariah melaju pesat, kini bank  syariah bertambah dengan banyaknya bank swasta dan pemerintah yang membuka  bank syariah. Sekarang ini bank-bank besar mempunyai unit bank konvensional dan  bank syariah sekaligus, seperti Bank Mandiri dengan Bank syariah Mandiri bank BNI  dengan bank BNI syariah, dll. Kalangan pasar modal pun menyadari potensni   penghimpunan dana umat muslim. Dalam rangka itu, BAPEPAM meluncurkan Pasar  Modal Syariah pada tanggal 14-15 Maret 2009.
  Salah satu instrumen yang diperdagangkan di pasar modal syariah adalah  obligasi syariah (Sukuk). Sukuk merupakan instrumen pasar modal syariah yang  memiliki potensi besar sehingga dapat menjadi alternatif pendanaan untuk  pembangunan infrastruktur yang menarik. Obligasi Syariah telah memiliki legitimasi  yang kuat secara syariah di Indonesia dan jugatelah disetujui oleh Bapepam. Menurut  Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI No:32/DSN-MUI/IX/2002, obligasi  syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang  dikeluarkan perusahaan (emiten) kepadapemegang obligasi syariah yang mewajibkan  emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi  hasil margin/ fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
  Sukuk merupakan instrumen keuangan pasar modal yang saat ini mengalami  perkembangan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat  likuiditas di Timur Tengah yang disebabkan oleh booming minyak bumi, serta  meningkatnya kesadaran akan investasi yang tidak sekedar mendapatkan return tetapi  juga nilai sosial. Meskipun di Indonesia mempunyai potensi pasar sangat besar  terhadap perkembangan sukuk, namun di Dunia yang mendapatkan pangsa pasar  sangat besar.
 M. Irsan Nasarudin. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. h,16-17   Ibid. h, 206    Melalui Fatwa MUI tersebut di atas, DSN sebenarnya mengkategorikan tiga  jenis pemberian keuntungan kepada investor pemegang obligasi syariah, yaitu:  Pertama, adalah berupa bagi hasil kepada pemegang obligasi mudharabah atau  musyarakah. Kedua, keuntungan berupa margin bagi pemegang obligasi murabahah,  salam atau ishtisna’. Ketiga, berupa fee (sewa) dari asset yang disewakan untuk  pemegang obligasi dengan akad ijarah. Padaprinsipnya, semua obligasi syariah  adalah surat berharga bukti investasi jangka panjang yang dikembangkan dengan  mengacu pada prinsip muamalah Islami. Namun yang membedakan antara obligasi  konvensional dengan obligasi syariah tersebut adalah akad dan transaksinya.
Ijārah merupakan akad pemindahan hak guna(manfaat) atas suatu barang atau  jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan  pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Pemegang obligasi ijārah akan  mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari asset yang disewakan.
Sebagimana dalam Fatwa DSN No:41/DSN-MUI/III/2004 tentang obligasi  syariah ijārah yang menjelaskan bahwasannya penerbitan sukuk ijarah dapat  dilakukan terhadap aktiva (aset) tetap yang benar-benar telah ada. Kepemilikan aktiva  tersebut beralih kepada pemegang sukuk. Oleh karena itu, penyewaan dilakukan oleh  mereka. Demikian juga, sukuk ijārah dapat diterbitkan terhadap aktiva tetap dimana  pemerintah akan membeli aktiva tersebut sebagai wakil dari pemegang sukuk,  kemudian menyewanya dari mereka. Namun, apabila sukuk ijārah ditawarkan kepada  publik untuk kepentingan taman umum yang belum ada (belum dibangun), maka  pemerintah tidak dapat menggunakan danaterkumpul untuk selain pembangunan   taman. Hal itu disebabkan karena pemerintah dalam penggunaan tanah tersebut  hanya berstatus sebagai wakil dari pemiliknya.
Sebagaimana faktanya, suatu perseroan yang telah menerbitkan Obligasi  syariah (sukuk) ijārah adalah “PT Sona Topas Tourism Tbk.” Dana yang diperoleh  dari emisi Obligasi syariah (investor) tersebut digunakan oleh PT. Sona Topas  Tourism Tbk. Sebagai modal kerja PT. Inti Duffree Promosindo (PT. IDP) untuk  pembangunan toko bebas bea dan biro perjalanan wisata. Adapun pendapatan yang  telah disepakati antara keduanya adalah berdasarkan prinsip syariah, yaitu berupa  ujrah(fee ijārah). Perusahaan ini mengeluarkan Obligasi syariah sebesar  100.000.000.000 dengan jangka waktu 5 tahun, dimana pembayaran cicilan fee  ijarahnya setiap tiga bulan sekali (triwulan) sebesar 7.670.000.000 pertahun, dengan  pembayaran fee ijarah Obligasi syariahnya pada waktu jatuh tempo (tanggal 28 Juni  2009).
 Dalam dunia perbisnisan, baik itu bisnis dengan prinsip konvensional maupun  bisnis dengan prinsip syariah, maka tidaklah akan bisa lepas dari suatu perjanjian  (perikatan), yang disebut juga dengan “akad”. Perjanjian (akad) mempunyai arti  penting dalam kehidupan masyarakat, karenaakad merupakan “ dasar dari sekian  banyak aktifitas dalam keseharian kita “. Akad dapat memfasilitasi setiap orang  dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya yang tidak dapat dipenuhinya  sendiri tanpa bantuan dari jasa orang lain. Oleh karenanya, dapat dibenarkan pula bila  dikatakan bahwa akad merupakan sarana sosial yang ditemukan oleh peradaban umat   PT. Sona Topas Tourism Tbk, Prospektus PT.Sona Topas Tourism Tbk, Jakarta: 2004   manusia untuk mendukung kahidupannya sebagai makhluk sosial. Suatu hal yang  terdapat pula dalam obligasi syariah dengan skim ijarah, untuk dapat terealisasinya  tujuan tersebut diatas, maka antara PT. IDP, PT. Sona Topas Tourism Tbk, dan  pemilik asset (investor) akad yang digunakan adalah akadijārah, akad wakālah, dan  akad  kafālah. Sehingga dapat dirumuskan bahwasannya obligasi syariah  menggunakan multi akad agar tujuannya dapat terlaksana.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi