BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pemilu memang dianggap sebagai lambang
sekaligus tolak ukur utama dan pertama
dari demokrasi. Artinya, pelaksanaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari suasana keterburukan dan
aplikasi dari nilai dasar demokrasi, disamping
perlu adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang dianggap cerminan pendapat warga Negara. Alasanya,
pemilu memang dianggap akan melahirkan
suatu representasi aspirasi rakyat yang tentu saja berhubungan erat dengan legitimasi bagi pemerintah.
Teori kedaulatan rakyat ini antara lain juga
diikuti oleh immanuel kant, yaitu yang
mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menegakkan hukum dan menjamin kebebasan dari pada para warga
negarannya. Dalam pengertian bahwa
kebeasan di sini adalah kebeasan dalam batas-batas perundang-undang, sedangkan undang-undang di sini yang berhak
membuat adalah rakyat itu sendiri.
Maka kalau begitu undang-undang
itu adalah merupakan penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat. Jadi rakyatlah
yang mewakili kekuasaan tertinggi, atau
kedaulatan.
Di lihat dari segi hukum kedaulatan hakekatnya
merupakan kekuasaan yang tinggi yang
harus dimiliki oleh negara. Kekuasaan tersebut meliputi: Tutik, Titik Triwulan, Pokok Pokok Hukum Tata
Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD
1945, h.379 Soehino Ilmu Negara, h, 161
pertama.Kekuasaan yang tertinggi untuk
menentukan serta melaksanakan hukum terhadap
semua orang dan golongan yang terdapat dalam lingkungan kekuasaanya atau kedaulatan ke dalam (internal sovereigty);
kedua, kekuasaan tertinggi yang tidak
diturunkan dari kekuasaan lain yang dimiliki oleh pihak lain (intervensi negara lain) atau kedaulatan keluar (external
sovereigty).
Pemilihan umum adalah salah satu hak azasi
warga negara yang sangat prinsipil.
Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak azasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan
pemilihan umum. Sesuai dengan azas bahwa
rakyatlah yang berdaulat, maka semuanya itu harus dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya.
Pemilihan umum dimaksud diselenggarakan dengan
menjamin prinsip keterwakilan, yang
artinya setiap orang Warga Negara Indonesia terjamin memiliki wakil yang duduk di lembaga
perwakilan yang akan menyuarakan aspirasi
rakyat di setiap tingkatan pemerintahan, dari pusat hingga ke daerah.
Dengan asas langsung, rakyat
sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan
kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
Sebagai salah satu alat
demokrasi, pemilu mengubah konsep kedaulatan
rakyat yang abstrak menjadi operasional. Hasil pemilu adalah orang-orang terpilih duduk di lembaga
legislatif dan eksekuitf, yang bekerja Tutik,
Titik Triwulan, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, h.380-381 Kusnardi Moh, Ibrahim Harmaily, Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia, h.
329 untuk dan atas nama rakyat. Pembicaraan
tentang demokrasi, sebenarnya sudah lama
diperdebatkan. Tapi masih belum selesai sebagai kajian akademis dalam maksud teoritis dan aplikatif.
Sebelum perubahan UUD 1945 sistem
ketatanegaraan indonesia mengenal
majelis permusyawaratan Rakyat. (MPR) sebagai lembaga tertinggi.
Di bawahnya mendapat lima lembaga
negara yang berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi termasuk DPR.
Pada zaman modern ini pemilu menempati posisi
penting arena terkait dengan beberapa
hal. Pertama, pemilu menjadi mekanisme terpenting bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan. Ia
adalah mekanisme tercanggih yang
ditemukan agar rakyat tetap berkuasa atas dirinya. Perkembangan masyarakat yang pesat jumlah yang banyak,
persebaran meluas dan aktivitas yang
dilakukan semakin beragam menjadikan kompleksitas persoalan yang dihadapi rakyat semakin variatif. Kondisi
tersebut tidak memugkinkan rakyat untuk
berkumpul dalam satu tempat dan mendiskusikan masalahmasalah yang mereka hadapi
secara serius dan tuntas. Akhirnya muncul demokrasi perwakilan sebagai keniscayaan
dengan pemilu sebagai mekanisme untuk
memilih rakyat.
Penyelenggaraan pemilu 2009 diatur oleh UU No.
10 TAHUN 2008 secara umum untuk memilih
anggotaDPR dan DPRD, Pemilu 2004 dab Tutik,
Titik Triwulan, Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, h.133 Pamungkas Sigit, Perihal Pemilu,hal 3 pemilu 2009 tidak terdapat perbedaan yang
fundamental, karena masih samasama dalam kerangka sistem proporsional. Meskipun
demikian terdapat perbedaan–perbedaan
menonjol dalam pengaturan instrument teknis pemilu.
Sedangkan untuk memilih DPD
nyaris tidak ada persamaan sama sekali.
Setelah amandemen DPR mengalai perubahan
fungsi legilasi yang sebelumnya berada
di tangan presiden, maka setelah amandemen UUD 1945 fungsi legilasi berpindah ke DPR. Pergeseran
pendulum itu dapat dibaca dengan adanya
perubahan secara subtansial pasal 5 ayat (1) UUD 1945 dari presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang dengan persetujuan
DPR,menjadi presiden berhak mengajukan rancangan undangundang kepada DPR.
Akibatnya dari pergeseran itu, hilangnya dominasi presiden dalam proses pembentukan
Undang-Undang . perubahan itu penting
artinya karena undang-undang adalah produk hukum yang paling dominan untuk menerjehkan rumusan-rumusan
normatif yang terdapat dalam UUD 1945.
Munculnya penguatan terhadap tuntutan diadakannya
Pemilu dengan sistem proporsional
terbuka, karena rakyat dan sebagian para politisi, menganggap sistem Pemilu dengan cara
proporsional tertutup anti demokrasi, kontra
produktif dan juga bertentangan dengan era transparansi yang tengah kita galakkan. Sementara pemilih (konstituen)
tidak merasa terwakili, karena Anwar
Adnan, M Hidayat Rahmat, Buhanudin, Menumbuhkan Pemilihan Kritis, h, 11-12 Ibid, hal 133-134 mereka hanya disodori gambar, tanpa
mengetahui siapa yang harus mereka pilih.
Dan yang lebih penting dari itu,
cara-cara tersebut membuka peluang terjadinya
KKN diantara para pengurus parpol. Geliat politik itulah yang ditangkap pemerintah, kemudian memformulasikan
aspirasi rakyat tersebut dalam bentuk
RUU Pemilu, yang antara lain menyodorkan kemungkinan dilaksanakannya Pemilu dengan cara
proporsional terbuka dan saat ini menjadi
perdebatan sengit di DPR-RI.
Kita akui, dengan sistem
proporsional terbuka, yang akan tampil pada Pemilu hanyalah orang-orang yang cukup dikenal
masyarakat atau dikenal konsituennya.
Dengan begitu, rakyat pemilih tahu yang dipilihnya, tidak seperti membeli kucing di dalam karung,
sebagaimana yang kerap kita lakukan.
Dengan cara ini, maka jangan harap akan muncul orang-orang yang tidak dikenal, karena ia pasti tidak akan
dipilih. Hanya persoalannnya, apakah cara
ini telah menjawab pertanyaan yang paling hakiki dari masyarakat Akibatnya, hanya untuk menentukan apakah
Pemilu perlu menggunakan sistem
proporsional terbuka dan tertutup saja sampai berlarutlarut, menelan waktu,
pemborosan biaya, dan sebagainya-sebagainya yang sebenarnya tidak perlu. Padahal, bagi kita,
apakah sistem proporsional terbuka, atau
proporsional tertutup sesungguhnya tidak berbeda. Karena sebagian besar masyarakat kita sebenarnya
tidak pernah mempersoalkan "jalan"
tersebut, yang dipersoalkan adalah setelah mereka duduk menjadi anggota legislatif atau pegang jabatan di
eksekutif.
Pada para Rasul , ahl al- hall wa al-’aqd
adalah para sahabat. Yaitu mereka yang
diserahi tugas-tugas keamanan dan pertahanan serta urusan lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum. Para
pemuka sehabat yang sering beliau ajak
musyawarah, mereka yang pertama-tama masuk Islam (alsabiqul al- awwalun), para
sahabat yang memiliki kecerdasan dan pandangan luas serta menunjukkan pengorbanan dan
kesetian yang tinggi terhadap Islam, dan
mereka sukses melaksanakan tugasnya baik kaum Ansar maupun dari kaum muhajirin.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi