BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang sengaja
diturunkan kepada manusia untuk
dijadikan sebagai petunjuk hukum dan juga sebagai pedoman hidup.
Aturan-aturan
dalam al-Qur’a>n bersifat mengatur dan membimbing (al-Qur’a>n dapat dijadikan sebagai sumber hukumuntuk
semua tingkah laku masyarakat).
Dalam berbagai ayat Allah tidak hanya menyuruh
kita untuk shalat, puasa tetapi Allah
juga menyuruh kita untuk mencari nafkah secara halal. Proses memenuhi kebutuhan hidup inilah yang kemudian
menghasilkan kegiatan ekonomi seperti jual
beli, sewa menyewa dan lain-lain termasuk bagaimana membantu sesama.
Salah satu wujud manusia sebagai makhluk
sosial adalah manusia saling membutuhkan
antara satu orang dengan orang yang lain, makadari itu Allah menyuruh kita untuk saling tolong menolong
sebagaimana dinyatakan dalam AlQur’a>n surat Al-Ma>’idah ayat 2 Ar Rasikh, Al-Qur’an Sebagai pedoman Hidup,
18/04/2008 Ar Rasikh.wordpress.com “….dan
tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan, kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam
perbuatan dosa dan pelanggaran…”
(Al-Ma>’idah: 2) Selain itu Allah
berfirman dalam surat lain yaitu surat Az-Zukhruf ayat 32:
ْ “Apakah mereka yang
membagi-bagirahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagianmereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat,
agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari
apa yang mereka kumpulkan” 3 Setiap orang berhak mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
hal inilah yang melandasi buruh migrant Indonesia mengadu nasib di Negeri asing. Sempitnya lapangan
kerja ditanah air dan tingginya angka kemiskinan
juga rendahnya skill(keahlian) yang dimiliki menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya angka buruh migran
Indonesia yang keluar negeri setiap
tahunnya, tapi adanya kondisi seperti
ini malah tidak jarang di manfaatkan
oleh beberapa perusahaanpenyalur tenaga kerja untuk mencari keuntungan yang dapat merugikan buruh migran,
salah satunya dalam kontrak kerja yang
dibuat tidak disebutkan secarajelas, sehingga kerap kali kurang menjelaskan akan hak dan kewajiban buruh
migrant. Dibuatnya kontrak DEPAG RI, Al
Qur’an dan Terjemahan, h.107 Ibid,
h.492 perjanjian kerja sangat penting
karena memiliki kekuatan hukum dan juga menjadi
bukti tertulis apabila suatu harinanti terjadi pelanggaran-pelanggaran, baik antara TKI dan pihak majikan atau PJTKI
maupun antar negara.
Adapun pengertian perjanjian itu sendiri
adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Sedangkan
pengertian perjanjian kerja menurut pasal 16019 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah suatu
perjanjian dimana pihak yang satu (buruh)
mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain (majikan) selama suatu waktu tertentu dengan menerima upah.
Hubungan
kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan yaitu suatu perjanjian dimana pihak
kesatu (buruh) mengikatkan diri untuk
bekerja dengan menerima upah. Pihak ke dua ( majikan) mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar
upah sesuai perjanjian. Jika sudah
terjadi suatu perjanjian maka secaraotomatis timbul suatu ikatan, maka para pihak berhak untuk menjalankan hak dan
kewajiban yang sudah ditentukan.
Dalam pembuatan perjanjian kerja harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
yaitu mengenai subyek, obyek atau isinya dan bentuk-bentuk perjanjian. Dalam membuat perjanjianapapun
bentuknya ada unsur yang harus dipenuhi
yaitu salah satunya merupakan hasil kesepakatan kedua belah pihak.
Djumialdji
, Perjanjian Kerja, h.7 R. Subekti dan
R. Tjitro Sudibio, Kitab Undang-undang Perdata, h.389 Halili Toha dan Hari Pramono, Hubungan Kerja
antara Majikan dan Buruh,h.9 Seseorang
sebelum melakukan hubungan kerja dengan orang lain, terlebih dahulu akan diadakan sesuatu perjanjian kerja
baik dalam bentuk sederhana yang pada
umumnya dibuat lesan atau dibuat secara formal yaitu dalam bentuk tertulis. Kesemua upaya tersebut dibuat untuk
maksud perlindungan dan kepastian akan
hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Hubungan kerja sebagaimana realisasi dari perjanjian kerja
hendaknya menunjukkan kedudukan masing-masing
pihak yang pada dasarnya akan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengusaha terhadap pekerja
yang berpangkal pada melakukan pekerjaan
dan pembayaran upah.
Mengenai orang-orang, hanyalah orang dewasa
yang mempunyai kemampuan untuk
menyelenggarakan perjanjian kerja. Orang dewasa adalah orang laki-laki atau wanita yang berusia 18
tahun ke atas, akan tetapi pasal 16019
BW memperkenankan seseorang yang belum dewasa mengadakan perjanjian kerja, jika ia untuk itu diberikan
kekuasaan oleh orang tuanya, baik lesan
maupun tertulis.
Perjanjian
dalam syariah Islam digolongkan kepada perjanjian sewamenyewa yaitu ija>rah
amalyang artinya sewa-menyewa tenaga manusia untuk melakukan perjanjian-perjanjian.
Ija>rah
yang berupa perjanjian kerja, adakalanya merupakan perjanjian dengan orang-orang tertentu untuk mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan khusus bagi R.
Subekti dan R. Tjitro Sudibio, Kitab Undang-undang Perdata, h.389 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam,
h.152 seorang atau beberapa orang
musta’jir tertentu, tidak untuk musta’jir lain dan adakalanya merupakan perjanjian dengan
orang-orang tertentu untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
yang tidak khusus bagi seorang atau beberapa orang musta’jir tertentu.
Dalam
istilah hukum Islam pihak yang melakukan pekerjaan disebut “a<jir” (a<jirini terdiri dari
a<jirkhas yaitu seseorang/must}arakyaitu orang-orang yang bekerja untuk kepentingan orang banyak).
Sedangkan orang yang memperoleh manfaat
dari pekerjaan a<jirdisebut “musta’jir” dimana, ija>rah merupakan
transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.
Al-Ija>rah
(perjanjian kerja) dalam Islam harus memuat beberapa ketentuan dan kesepakatan bersama minimal
mencantumkan 3 pokok yaitu: Pertama,
bentuk/jenis pekerjaan merupakan unsur utama yang tidak bisa “tidak” harus dimuat dalam perjanjian kerja. Hal ini
karena mempekerjakan sesuatu pekerjaan
yang masih belum diketahui hukumnya tidak boleh dan batal menurut jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Kedua
Kejelasan gaji/upah, Islam sangat memperhatikan
tentang upah untuk para pekerja. Hal ini kewajiban syara’ yang harus dipenuhi oleh majikan atau pengusaha,
oleh karenanya upah yang diberikan kepada
pekerja haruslah jelas dan bias diketahui. Ketiga,batas waktu pekerjaan, merupakan hal yang ada dalam perjanjian kerja, karena dapat menimbulkan hal- Ahmad Azar Basyir, Hukum tentang Wakaf,
Ijarah dan Syirkah, h.31 Ibid. h.153 Izzuddin Khatib Al-Tamimi, Nilai Kerja dalam
Islam, h.119 hal yang positif bagi
kedua belah pihak seperti majikan akan tahu persis berapa upah yang akan dibayar pada pekerjaan dan
relative memperhitungkan dana yang akan
dikeluarkannya untuk biaya pekerja tersebut.
Tapi perselisihan antara pengusaha dan buruh
atau pekerja kerap terjadi dalam dunia
ketenaga kerjaan di tanah air.Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pemahaman calon TKI (pekerja)
terhadap akad atau perjanjian kontrak
yang digunakan sehingga masih banyak pihak yang belum mengerti tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
mereka miliki dalam suatu perjanjian
kerja yang notabene adalah suatu perikatan hukum. Dari kondisi ini ada ketidakseimbangan posisi antara TKI dan
PJTKI di satu sisi, ada pihak yang berkuasa
penuh, yang bebas menentukan peraturan semau mereka dan pihak lain yaitu calon TKI mempunyai posisi yang lemah,
yang harus mematuhi peraturan yang
diberikan oleh pihak pengusaha. Padahal dalam suatu hubungan kerja, perjanjian harus dibuat atas kesepakatan kedua
belah pihak dan keduanya memiliki posisi
yang sama tidak ada pihak yang lebih penting karena pengusaha dan TKI (Pekerja) masing-masing saling
membutuhkan.
Berdasarkan pengamatan sementara yang penulis
lakukan di PT. Amri Margatama cabang
Ponorogo, ternyata masih ditemukan indikasi yang meragukan jika dilihat dari segi akad yaitu
dalam parjanjian kerja dengan mana hanya
terjadi antara pihak yang kesatu, buruh dengan Pimpinan PT. Amri Margatama cabang Ponorogo, tanpa disertakan
pihak majikan, untuk waktu tertentu
melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Perumusan ini adalah kurang lengkap karena disiniyang mengikat diri
hanyalah pihak buruh saja tidak juga
pihak lainnya yaitu majikan (pemberiupah), padahal padatiap perjanjian yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak
yang bersangkutan, padalah untuk
keberangkatan keluar negeri calon TKI telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit sebagai biaya keberangkatan dan
keperluan dan yang lain-lain.
Adapun dari keterangan TKI yang pernah
berangkat keluar negeri tidak pernah diberi
perjanjian kerja tertulis yang dibuat, bahwasanya perjanjian kerja tetap dipegang pihak PJTKI.
Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi