BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada
akhir tahun 2009, masalah arah kiblat sedang hangat dibicarakan di masyarakat
seiring dengan beredarnya informasi di media massa tentang banyak masjid di
Indonesia yang mengalami pergeseran arah kiblat. Di Seputar Indonesia misalnya
disebutkan bahwa dari data yang diperoleh Kementerian Agama diperkirakan bahwa
sebanyak 20 persen atau 160.
masjid dari 800.000 masjid yang
ada di Indonesia mengalami pergeseran arah kiblat.
Menurut Dr. H. Rohadi Abdul Fatah, MA,
Direktur Urusan Agama Islam (URAIS) dan Pembinaan Syari’ah Kementerian Agama,
data ini kemungkinan akan terus bertambah.
Berita ini menjadi lebih dahsyat ketika seorang
pakar gempa dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya mengatakan
bahwa gempa bumi bertubi-tubi yang melanda tanah air ditengarai menjadi
penyebab pergeseran arah kiblat di sejumlah masjid di Indonesia.
Beredarnya berita tersebut menimbulkan
keresahan di kalangan umat Islam Indonesia bahkan sampai muncul konflik di
masyarakat. Hal ini kiranya wajar, karena masalah kiblat merupakan hal yang
sangat urgen bagi pelaksanaan ibadah umat Islam
. Sebagaimana kesepakatan para ulama bahwa Nurul Huda dan Sugeng Wahyudi,Arah Kiblat
320.000 Masjid Bergeser, Seputar Indonesia, Jakarta, 23 Januari 2010, hlm. 12.
Republika tanggal 23 Januari 2010. Lihat juga
http://www.republika.co,id Heri Ruslan,
Umat Tak Perlu Resah, Tabloid Republika Dialog Jumat, 29 Januari 2010.
David A. King, Astronomy in the Service of
Islam, Chapter IX, Great Britain: Variorum Collected Studies Series, 1993, hlm.
1.
menghadap ke arah kiblat merupakan salah satu
syarat penentu keabsahan shalat.
Firman Allah Swt yang menyebutkan tentang
perintah menghadap kiblat ketika melaksanakan shalat sebagai berikut: Dan dari
mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.
Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah
sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.´(QS. Al-Baqarah : 149) Munculnya konflik di masyarakat ini terjadi
akibat hasil pengecekan arah kiblat yang berbeda dengan bangunan
masjid/mushalla asli. Sebagian masyarakat ingin membongkar masjid/mushallanya
untuk dibangun kembali sesuai arah kiblat yang sudah disesuaikan dengan ukuran,
akan tetapi sebagian yang lain tetap ingin mempertahankan bangunan lama.
Akhirnya beberapa kalangan dari masyarakat meminta pertimbangan kepada berbagai
pihak untuk segera bertindak menyelesaikan masalah ini.
Setelah menerima kritik
konstruktif dari berbagai pihak, Kementerian Agama segera bertindak mengatasi
masalah ini. Pada tanggal 17 Maret di
Jakarta, Rohadi Abdul Fatah memutuskan bahwa Kementerian Agama akan melakukan
verifikasi arah kiblat masjid dan mushalla di seluruh Indonesia pada bulan
Maret 2010. Verifikasi tersebut akan dilakukan serentak di seluruh provinsi. Ia
juga menambahkan bahwa verifikasi ini dilakukan bukan karena Ibnu Rusyd al-Qurtuby, Bidayat al-Mujtahid wa
Nihayat al-Muqtashid, juz 1, Beirut: Dar al-Fikri, t.th., hlm. 80.
Departemen Agama RI, al-Qur¶an al-Karim dan
Terjemahnya, Semarang: Toha Putera, t.th., hlm. 44.
banyaknya arah kiblat yang melenceng akibat
gempa bumi. Akan tetapi karena pada saat arah kiblat ditentukan waktu dulu,
teknologi yang digunakan untuk menentukan arah kiblat belum modern. Sehingga
ada kemungkinan terdapat arah kiblat yang kurang akurat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) –sebagai sebuah
komisi yang diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum Islam yang
muncul di masyarakat– juga ikut bertindak. Pada tanggal 01 Februari 2010,
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengesahkan Fatwa MUI Nomor Tahun 2010 tentang kiblat. Fatwa tersebut
kemudian dibacakan dalam konferensi pers di Kantor MUI Jakarta pada tanggal 22
Maret 2010. Dalam konferensi pers tersebut, hadir Ketua MUI, A. Nazri Adlani,
dan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yaqub.
Secara lengkap, diktum Fatwa MUI Nomor 03
Tahun 2010 tentang kiblat sebagai berikut
: Pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam kententuan hukum tersebut disebutkan
bahwa: (1) Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap
ke bangunan Ka’bah (ainul Ka¶bah). (2) Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak
dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat alKa¶bah). (3) Letak geografis
Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Mekkah, maka kiblat umat Islam
Indonesia adalah menghadap ke arah barat.
Kedua, rekomendasi. MUI
merekomendasikan agar bangunan masjid/mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya
menghadap ke arah barat, tidak perlu diubah, dibongkar, dan sebagainya.
Dalam fatwa ini, MUI menegaskan
bahwa umat Islam tidak perlu membongkar masjid atau mushalla bila tujuannya
hanya untuk membetulkan Ferry,
Kementerian Agama Verifikasi Arah Kiblat, Republika, Jakarta, 18 Maret 2010.
http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=147:fatwatentang-arah-kiblat&catid=1:berita-singkat&Itemid=50diakses
pada tanggal 19 April 2010 pukul 22:30 WIB.
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Terbaru 2010, Kiblat, Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 2010, hlm. 9.
arah kiblat. Sepanjang kiblat masjid atau
mushalla menghadap ke arah barat maka tidak perlu dibongkar, meskipun arah
kiblat bergeser sampai centimeter dari
arah Ka’bah. Demikian yang dikatakan Ali Mustafa Yaqub, Wakil Ketua Komisi
Fatwa MUI pada saat pembacaan fatwa MUI tersebut.
Sebenarnya fatwa ini dikeluarkan
agar menjadi pedoman dan pegangan masyarakat dalam menyikapi masalah kiblat
yang sedang mencuat. Namun ternyata ditetapkannya fatwa ini tidak memberikan
solusi bagi masyarakat.
Masyarakat malah bingung karena
pada bagian Ketentuan Hukum Nomor fatwa
ini yang menyatakan bahwa kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah
barat, tidak sesuai dengan ilmu falak yang membahas tentang pengukuran arah
kiblat. Sedangkan untuk ketentuan hukum nomor dan 2 Fatwa MUI Nomor 03 Tahun 2010 tidak ada
masalah karena telah sesuai dengan pendapat para ulama dan ilmu falak.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi