Kamis, 28 Agustus 2014

Skripsi Syariah:STUDI ANALISIS METODE PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH SYEKH MUHAMMAD SALMAN JALIL ARSYADI AL-BANJARI DALAM KITAB MUKHTAùƖR AL-AWQƖT FƮ‘ILMI AL-MƮ4ƖT


 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hisab awal bulan kamariah  adalah salah satu pokok pembahasan dalam disiplin ilmu falak. Berbagai metode digunakan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan, mulai dari metode hisab ‘urfi  sampai kepada metode hisab haqiqi.
 Perkembangan hisab awal bulan Kamariah tidak terlepas dari catatan sejarah tentang para ahli falak yang telah menemukan rumusan hisab awal bulan kamariah itu sendiri, dari sistem perhitungan klasik yang menggunakan tabel logaritma sampai kepada sistem perhitungan kontemporer yang telah menggunakan data-data astronomis yang lebih akurat.
Dalam ranah ilmu falak, fungsi hisab dan rukyat adalah dua hal yang saling berhubungan, seperti dua sisi koin yang berbeda namun tidak dapat  Berkenaan dengan kalender atau penanggalan yang dihitung berdasarkan peredaran bulan. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1995, hlm. 436.
 Sistem hisab awal bulan kamariah yang berdasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Sistem hisab ini ditetapkan sebagai acuan untuk menyusun kelender Islam abadi oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a. pada tahun 17 HLM.

Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai sejak tahun 16 H atau 18 H, akan tetapi pendapat yang lebih masyhur menyatakan bahwa sistem ini dimulai sejak tahun 17 HLM.
sistem hisab ‘urfibisa dikatakan seperti kalender syamsiyah(miladiyah) yang bilangan hari pada tiap bulannya tetap kecuali bulan-bulan tertentu pada tahun-tahun tertentu pula yang jumlahnya lebih panjang satu hari. Menurut sistem hisab ini umur bulan Sya’ban 29 hari dan untuk Ramadhan 30 hari (tetap) sehingga tidak dapat digunakan dalam hisab awal bulan kamariah untuk pelaksanaan ibadahlm. Lihat Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.II, 2008, hlm. 79 – 80.
 Sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bumi dan bulan sebenarnya. Menurut sistem hisab ini umur tiap bulan itu tidak konstan dan tidak beraturan, tetapi tergantung pada posisi hilal di setiap awal bulan. Bisa saja terbit di hari yang sama pada dua bulan berturut-turut antara  atau 30 hari, dan bisa juga bergantian sebagaimana terdapat pada sistem hisab ‘urfi. Praksisnya, sistem ini menggunakan data-data astronomis tentang pergerekan bulan dan bumi, serta menggunakan teori ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometri). ibid., hlm. 78.
 dipisahkan. Pada praktiknya ilmu hisab hanya memberikan hasil perhitungan tentang waktu dan posisi hilal saja, bisa atau tidaknya hilal dilihat tergantung pada proses pengamatan (rukyat al-hilal) yang dilaksanakan sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan kamariah.
 Tingkat keberhasilan rukyat al-hilalsangat bergantung kepada kondisi langit dan pemandangan di arah cakrawala  bumi. Selain data hisab yang menunjukkan adanya kemungkinan hilal terlihat, udara kotor, awan atau kabut dan cahaya yang mengganggu pemandangan ke arah ufuk akan membuat proses pengamatan sulit untuk dilakukan.
 Tidak berlebihan ketika ada orang yang mengatakan bahwa hisab dan rukyat adalah dua hal yang saling membantu, saling mengisi kekurangan, dan melengkapi satu sama lain.
 Dalam sejarah ilmu falak atau astronomi yang disebutkan di dalam setiap mukadimah kitab falak, penemu pertama ilmu falak adalah Nabi Idris a.s.
 yang dari pelacakan yang dilakukan para ahli falak terdahulu, ada rantai sejarah yang terputus pada perkembangan ilmu falak sejak ditetapkannya Nabi Idris a.s. sebagai penemu pertamanya sampai pada abad ke-28 sebelum  Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981, hlm. 15.
 Pertemuan semu antara langit dan bidang datar tempat peninjau berpijak. Disebut juga kaki langit atau bidang horizon yang tegak lurus pada garis hubung pengamat dengan pusat bumi.
Lihat Iratius Radiman, dkk, Ensiklopedi – Singkat Astronomi dan Ilmu yang Bertautan, Bandung : Penerbit ITB, 1980, hlm. 17.
 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari’ah, Pedoman Teknik Rukyat, Jakarta : tp, 2009, hlm.26.
 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, loc. cit.
 Sebagaimana yang disebutkan Ahmad Izzuddin tentang penemu pertama ilmu falak atau astronomi adalah Nabi Idris a.s. yang diperkuat dengan pendapat Zubaer Umar Al-Jailany dan AsSusy. Lihat Ahmad Izzuddin,Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab – Rukyah Praktis dan Solusi Permasalahannya), Semarang : Komala Grafika, 2006, hlm. 6.
 masehi. Pada abad itu, muncul embrio ilmu falak yang digunakan untuk menentukan waktu penyembahan berhala-berhala dan dewa-dewa di beberapa negara seperti Mesir, Babilonia dan Mesopotamia. Perkembangan peradaban manusia semakin lama semakin menampakkan sisi keilmuannya. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat-alat yang berfungsi mengetahui gerak matahari dan benda-benda langit lainnya di Tionghoa, dan alat tersebut bisa digunakan untuk menentukan terjadinya gerhana matahari.
 Sejarah masuknya ilmu falak ke Indonesia tidaklah terlepas dari hubungan intelektual keagamaan kaum muslim nusantara dengan kaum muslim Timur Tengah yang berawal dari hubungan ekonomi, dagang dan politik-keagamaan.
 Pencatatan sejarah menyatakan bahwa sebelum kedatangan Islam di Indonesia, telah tumbuh perhitungan kalender Jawa Hindu atau Tahun Saka sejak hari Sabtu tanggal 14 Maret 78 M, ketika penobatan Prabu Syaliwohono(Aji Saka),  akan tetapi sejak tahun  H/1633 M yang bertepatan dengan 1555 Tahun Saka, Sultan Agung mengasimilasikan tahun saka yang berdasarkan peredaran matahari menjadi tahun hijriah yang mengacu kepada peredaran bulan dengan meneruskan tahun saka yang telah berlalu. Peran aktif umat Islam dalam urusan kenegaraan yang sangat aktif khususnya pada zaman kerajaan-kerajaan Islam terbukti dengan dipakainya kalender hijriah sebagai kalender resmi. Namun  Ibid.
 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cet.III, 2007, hlm. 1.


Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi