BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Waris merupakan
salah satu kajian
dalam Islam yang
dikaji secara khusus dalam lingkup fiqh mawaris.
Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam
secara tidak langsung
menunjukkan bahwa bidang
waris merupakan salah satu bidang kajian yang penting dalam
ajaran Islam. Bahkan dalam
alQur’an, permasalahan mengenai
waris dibahas secara
detail dan terperinci.
Hal tersebut
tidak lain adalah
untuk mencegah terjadinya
sengketa antar anggota
keluarga terkait dengan
harta peninggalan anggota
keluarga yang telah mati.
Ruang
lingkup kajian hukum
Islam terkait dengan
waris sangat luas.
Di antaranya
meliputi orang-orang yang
berhak menerima waris,
bagianbagian atau jumlah
besaran waris, dan
masih banyak lagi
seperti tentang penambahan
atau pengurangan bagian
waris. Orang yang
berhak menerima waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke
dalam tiga golongan yakni: 1. Dzul
faraidh, yakni ahli
waris yang mendapat
bagian warisan tertentu dalam keadaan tertentu pula.
Secara bahasa, waris
berasal dari bahasa
Arab yakni “warits” yang
memiliki arti yang ditinggal atau
yang kekal. Sedangkan
secara istilah, makna
waris kemudian diartikan
sebagai orang-orang yang
berhak untuk menerima
pusaka dari harta
yang ditinggalkan oleh
orang yang telah
mati yang juga
dikenal dengan istilah
ahli waris. Lihat
dalam Suhrawardi K.
Lubis dan Komis S, Hukum Waris Islam (Lengkap dan
Praktis), Jakarta: Sinar Grafika, 2004, hlm. 52.
Secara
lebih jelas dapat
dilihat dalam Ahmad
Azhar Basyir, Hukum Waris
Islam, Yogyakarta: UII Press,
2001, hlm. 3.
Penjelasan mengenai penggolongan ahli waris
dapat dilihat dalam Sajuti Thalib, Hukum
Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta:
Sinar Grafika, 2002, hlm. 72-81.
Ahli waris yang termasuk dalam dzul faraidh, sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur’an meliputi: anak
perempuan yang tidak
didampingi oleh anak laki-laki,
ibu, bapak jika
ada anak, 2.
Dzul qarabat, yakni
ahli waris yang
menerima warisan dengan
bagian yang tidak
tertentu atau terbuka
bagiannya atau juga
ahli waris yang menerima
sisa.
3.
Mawali, yakni ahli waris pengganti yang kedudukannya menggantikan ahli waris yang seharusnya mendapat warisan namun
karenasesuatu hal maka ahli waris
tersebut tidak mendapatkan
warisan dan digantikan
oleh kelompok ahli waris mawali.
Berdasarkan
penjelasan tentang penggolongan
orang yang berhak menerima warisan tersebut di atas, maka dapat
diketahui bahwasanya dalam system waris
posisi seseorang dapat
berubah-ubah kedudukannya dan statusnya
sebagai ahli waris sesuai dengan keadaan
yang berlangsung kecuali ahli
waris yang telah ditetapkan tidak dapat berubah kedudukan dan status ahli warisnya. Menurut Ahmad Rofiq, ada tiga hal
yang menyebabkan terjadinya saling
mewarisi yakni: duda, janda,
saudara laki-laki dalam hal
kalalah, saudara laki-laki dan saudara perempuan yang bekerjasama
dalam kalalah, saudara perempuan dalam
hal kalalah. Dari kelompok tersebut yang
hanya menduduki dzul faraidh dan tidak
dapat berubah tempat menjadi golongan lain dalam waris adalah ibu, duda, dan janda; sedangkan yang
lainnyadapat berubah kedudukan golongan warisnya.
Lihat dalam Ibid., hlm. 72.
Ahli waris yang termasuk dalam dzul qarabat,
sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an meliputi:
anak laki-laki, anak perempuan yang didampingi anak laki-laki, bapak, saudara
laki-laki dalam hal kalalah, saudara perempuan yang didampingi
saudara laki-laki dalam hal kalalah.
Dari kelompok tersebut yang tetap
menjadi dzul qarabattetap adalah anak
laki-laki, sedangkan yang lainnya hanya
sesekali menjadi dzul qarabat dan dapat berubah menjadi ahli waris yang
mendapat bagian tertentu. Penjelasan
mengenai hal ini dapat dilihat dalam Ibid., hlm. 74.
Yang dapat menjadi ahli waris mawaliadalah
keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris,
atau keturunan orang
yang mengadakan semacam
perjanjian waris dengan
si pewaris.
Lihat dalam Ibid., hlm. 80-81.
Pada masa awal perkembangan Islam, ada empat
sebabsaling mewarisi yakni pertalian darah,
janji setia, pengangkatan anak, dan persaudaraan antara Anshar dan Muhajirin.
Namun pada perkembangan berikutnya,
hanya sebab pertama
yang masih dipertahankan
dalam ajaran Islam sedangkan ketiga
sebab lainnya ditiadakan
dan diganti dengan
sebab ikatan perkawinan
dan membebaskan hamba
sahaya. Mengenai penjelasan
tentang sebab mewarisi
dalam Islam dapat dilihat dalam
A. Rofiq, Hukum
Islam di Indonesia,
Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000, hlm.
398-402.
1.
Al-qarabahatau pertalian darah. Maksudnya adalah semua ahli waris yang memiliki
pertalian darah, baik
laki-laki, perempuan, anak-anak,
maupun dewasa memiliki
hak untuk menerima
bagian menurut dekat
jauhnya hubungan kekerabatan.
2. Al-musaharah atau hubungan
perkawinan. Maksudnya adalah
dengan adanya hubungan
perkawinan, maka suami-isteri
berhak menerima warisan dari salah satu pihak yang meninggal
dunia.
3. Al-wala’atau memerdekakan hamba sahaya.
Maksudnya adalah seseorang akan mendapat
hak mewarisi karena
memerdekakan hamba sahaya
atau melalui perjanjian tolong
menolong.
Selain
adanya penyebab saling
mewarisi, dalam hukum Islam
juga dijelaskan adanya
penyebab yang menjadikan
seseorang terhalang untuk mendapatkan
warisan. Menurut Suhrawardi K Lubis danKomis S, ada dua hal yang
dapat menyebabkan terhalangnya
hak waris seseorang.
Kedua hal tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Karena adanya kelompok keutamaan Dalam hukum
waris Islam juga
dikenal dengan pengutamaan kelompok ahli waris. Kedekatan jarak hubungan
nasabahli waris menjadi dasar utama
dalam klasifikasi keutamaan
kelompok. Selain karena Ahli waris yang mendapat bagian warisan
karena memerdekakan budak disebut mu’tiq
(laki-laki) dan mu’tiqah(perempuan).
Bagian yang diterima adalah sebesar 1/6 dari harta warisan pewaris. Dalam perkembangan hukum Islam di
Indonesia, sebab ketiga tidak dicantumkan karena di Indonesia tidak dikenal perbudakan,
sehingga dalam konteks hukum Islam di Indonesia, sebab kewarisan
hanya ada dua,
yakni karena hubungan
pertalian darah dan ikatan perkawinan.
Lihat dalam Ibid., hlm. 402.
Penjelasan mengenai dua sebab penghalang ahli
waris untuk mendapatkan warisan dapat dilihat
dalam Suhrawardi K. Lubis dan Komis S, op. cit., hlm. 53-59.
kedekatan
jarak hubungan, para
ulama bersepakat bahwasanya
yang menjadi penyebab
keutamaan kelompok waris
adalah adanya keutamaan sebab. Seperti orang yang mempunyai dua sebab
untukmenjadi ahli waris, yaitu ayah dan
ibu lebih utama daripada orang yang
hanya memiliki satu sebab saja,
ayah atau ibu saja.
Dengan adanya keutamaan kelompok
tersebut, maka dalam sistem waris Islam
timbul akibat adanya
pihak ahli waris
yang tertutup atau terhalang
untuk mendapatkan warisan. Kelompok ini disebut juga dengan kelompok terhijab (terhalang).
2.
Karena halangan warisan Halangan warisan
yang dapat menyebabkan
seseorang terhalang hak warisnya meliputi sebab-sebab sebagai
berikut: a. Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris
kepada pewaris.
b. Perbedaan
agama karena orang
Islam tidak menjadi
ahli waris orang kafir dan
sebaliknya orang kafir
tidak akan menjadi ahli
waris dari orang Islam.
c. Penghambaan
karena orang yang
belum merdeka tidak
memiliki hak untuk mewarisi.
Penjelasan tentang kelompok utama yang
menghalangikelompok lain, selain dijelaskan dalam Surahwardi K Lubis dan Komis S juga
dijelaskandalam Ibnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid, terj. Imam Ghozali Said dan A.
Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 1995, hlm. 47-49.
Dalam
buku Suhrawardi K.
Lubis dan Komis
S hanya dijelaskan
dua sebab yakni pembunuhan dan
perbedaan agama. Penjelasan
mengenai sebab pertama hingga
ketiga di atas dapat dibaca
dalam Ahmad Azhar
Basyir, op. cit.,
hlm. 21-22. Sedangkan
penjelasan mengenai keempat
sebab tersebut dapat
dibaca dalam Sudarsono,
Pokok-Pokok Hukum Islam,
Jakarta: Rineka Cipta, t.t., hlm.
298-300.
d.
Tidak tentu kematiannya.
Terkait dengan pembahasan dalam
penelitian ini yangjuga merupakan salah satu
sebab penghalang waris
bagi ahli waris,
yakni pembunuhan, terdapat
perbedaan pendapat di
kalangan ulama mazhab.
Bagi kelompok pengikut
mazhab Syafi’i, setiap
pembunuhan baik sengaja
maupun tidak sengaja menghalangi seseorang untuk
mendapatkan hakwarisnya. Sedangkan tiga imam
mazhab lainnya memberikan
pengecualian terhadap pembunuhan tertentu sehingga tidak akan menghalangi hak
waris bagi pembunuh. Menurut Imam
Malik, pembunuhan yang dapat
menghalangi hak waris
adalah pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja,
sehingga pembunuhan yang tidak disengaja
tidak akan menghalangi
seseorang untuk mendapatkan
hak warisnya.
Berbeda
dengan Imam Malik,
Imam Hambali menjelaskan bahwasanya pembunuhan yang didasarkan pada hak
tidak akan menghalangi hak waris
karena pembunuhan tersebut
juga tidak dikenakan
sanksi akhirat.
Sedangkan Imam Hanafi menyebutkan bahwasanya pembunuhan yang dapat menjadi
penghalang hak waris
adalah pembunuhan yang dikenai
sanksi qishas, sehingga
pembunuhan yang tidak
dikenai sanksi qishas
tidak menghalangi hak waris
pembunuhnya.
Meskipun berbeda pendapat, dari pendapat para
imam mazhab di atas dapat
diketahui bahwasanya pembunuhan
masih dapat menjadi
penyebab terputusnya hak
waris dari pembunuh
meskipun dengan ketentuan masing- Mengenai
batasan tentang kesengajaan
dalam pembunuhan dapat
dilihat dari tempat, alat, dan cara pembunuhannya. Hal ini dapat
dilihatdalam Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi Tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 285.
Penjelasan mengenai perbedaan pendapat di
kalanganulama mazhab dapat dilihat dalam Suhrawardi K. Lubis dan Komis S, op. cit.,
hlm. 54-55.
masing
mazhab. Justru pendapat
yang berbeda dilontarkan
oleh Ibnu Hazm yang berpendapat
bahwasanya pembunuhan, baik
disengaja maupun tidak disengaja, tidak
akan menjadi penghalang
hak waris seseorang.
Hal tersebut diungkapkannya dalam salah satu karyanya,
yakni kitab Al-Muhalla.
Dalam kitab
tersebut, Ibnu Hazm
menjelaskan bahwasanya pendapat tentang
terhalangnya hak waris
pembunuh karena membunuh
merupakan seburuk-buruk ucapan
yang pernah ia dengar. Tanggapan beliau tersebut tidak lepas
dari dua argumen.
Pertama, menurut beliau, belum tentu
pembunuhan tersebut didasarkan
pada maksud orang
yang membunuh untuk segera mendapatkan
warisan.
Secara
tidak langsung, Ibnu
Hazm menegaskan bahwasanya
perlu adanya penelusuran
terlebih dahulu sebab-sebab yang menimbulkan
pembunuhan tersebut.
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi